Senin, 26 Desember 2011

Ibu, I do love you


Tatapan itu sangat meneduhkan
Membuatku takkan pernah lepas dari pangkuanmu
Kemanjaan yang kerap kurasakan
Selalu menjadi rindu yang mendalam


Ibu, terlalu indah bersamamu
Tak pernah ada amarah dari bibirmu
Senyummu mengubah pedihku menjadi bahagia
Pelukanmu membuatku merasa lebih tangguh


Ibu, terlalu banyak keajaiban bersamamu
Kesakitan yang menghilang
Kebahagiaan tak terbatas


Ibu, rasa kasih ini takkan pernah pudar
Sekalipun kini aku jauh darimu
Rasanya tak mungkin tanpa mendengar suaramu sehari saja
Ibu telah menjadi pelengkap sayap kehidupanku


Ketika semua mata menatap kagum padaku
Yang kulihat ketulusanmu
Yang kulihat semua karenamu
Sungguh aku takkan bisa seperti ini tanpamu


Ketika tak ada satupun yang percaya padaku
Yang kulihat kesungguhanmu
Yang kulihat kepercayaanmu
Dan hanya ibu yang tahu apa yang ada di hatiku


Ketika semua mengabaikanku
Ibu memelukku dengan segenap kasihnya
Dan ketegaran tanpa airmata kurasakan


Ibu, apa yang semestinya aku ucapkan
Ketika aku butuh pelukanmu
Ketika jarak memisahkan kita
Ketika aku menahan airmataku
Aku harus tetap tegar
Meski ibu tahu betapa rapuhnya aku


Ibu, apa yang semestinya aku lakukan
Ketika kepedihan hampir merenggut kehidupanku
Ketika hati tak mampu lagi membendung kesakitan
Ibu berkata aku harus tetap tersenyum
Ibu, aku tak bisa ….


Ingin sekali aku memelukmu
Ingin sekali aku bersujud di hadapanmu
Memohon maaf atas semua salahku
Tapi ibu selalu berkata aku anak yang baik


Ibu, hanya doa yang mampu kupanjatkan untukmu
Setiap saat aku kan merindukanmu
Ibu, I do love you

Minggu, 18 Desember 2011

Sang Lazuardi


Aku masih menatap langit biru yang meneduhkan itu. Adakah kiranya aku merasakan ketenangan.


Aku sendiri tak mengerti mengapa tiap kali menatap langit itu. Seperti mencoba mengembalikan harapanku. Aku tak ingin terus terjatuh dan menangis. Cukuplah semua kesedihan ini. Aku tak ingin terluka.


Langit biru nan tenang. Semoga mampu mengembalikan semangatku yang sempat terhapus. Semoga mampu menjadi harapan dalam kekosonganku. Dan cinta itu, aku masih menunggunya. Mungkin aku memang bukanlah wanita yang cantik. Namun aku yakin Allah akan menganugerahkan cinta terindah untukku.


Langit biru nan tenang.
Aku sangat menikmati kehadiranmu.

Senin, 05 Desember 2011

Teruntuk Ibundaku Tercinta



Tak ada sedikitpun niat di dalam hati untuk menyakitimu
Sekalipun terlalu sering kau uraikan airmata atas sikapku
Ibu, aku merasa terasing di sini
Terlalu sunyi dan hampa

Ibu, ingin diri ini memelukmu
Merasakan hangatnya perhatianmu
Kerinduan ini terlalu menyiksaku

Ibu, aku mungkin tak setangguh yang terlihat
Terlalu sering diri menangis di tengah keheningan
Lalu kucoba tenangkan hati dengan beristighfar
Meski terkadang emosiku belum juga mereda

Ibu, tenangkan aku dalam nasihatmu
Betapa diri ini belum mampu ikhlas dan tegar menghadapi kehidupan
Terlalu terjal segala yang terjadi

Ibu, doakan aku selalu
Agar aku mampu menghadapi cobaan ini
Agar aku bisa bersabar atas apa yang terjadi

Ibu, aku ingin menatap senyummu
Yang membangkitkan semangatku ketika terjatuh

Ibu, I do love you ….

Ibu selalu menyertaimu.
Ibumu adalah bisikan daun-daun, ketika kau mencari angin berjalan-jalan.
Ia adalah aroma segar yang keluar dari kaus kakimu yang putih tercuci bersih.
Ibumu hidup dalam tawamu, dan mengkristal dalam tetes air matamu.

Ibumu adalah tempat tinggalmu yang pertama.
Dari sana kamu datang, dan dia adalah terang yang menuntun setiap langkah hidupmu.
Dialah cinta pertamamu, takkan ada yang dapat memisahkanmu darinya.
Waktu, jarak, bahkan kematian takkan memisahkan kamu dari ibumu.
Kamu akan membawa dia di dalam dirimu selalu.

BUKAN MIMPI



Raga menatap parasnya di cermin. Sungguh, tak pernah disangka semua terjadi begitu saja. Impiannya yang dulu dia bangun, tiba-tiba musnah tak berbekas. Semakin dia mengingat kisah cintanya semakin terluka hatinya. Sebenarnya dia tak pernah ingin meninggalkan Ajeng. Hanya saja keputusannya untuk memutuskan hubungan yang telah dijalin hampir tiga tahun itu tak bisa diganggu gugat. Sholat istikharah yang dia lakukan semakin memantapkan hatinya untuk meninggalkan wanita yang dicintainya.


Terkadang terasa aneh jika tiap malam dia menantikan telepon dari Ajeng. Padahal mereka telah putus tunangan hampir tujuh bulan yang lalu. Raga masih memimpikan seorang seperti Ajeng kembali datang untuk menemani hatinya yang sepi. Meskipun dia menyibukkan diri pada hobinya di otomotif, bayangan paras wanita cantik itu belum juga membuat hatinya terbuka untuk mencintai.


Raga memandangi cincin tunangannya yang kini dia simpan di dompet. Dulu dia selalu mengenakan cincin itu di jari manis tangan kirinya. Namun cincin itu kini tinggallah kenangan kisah cintanya. Ajeng, terasa sekali cinta dia hatinya. Dia tahu secara pasti perasaan Ajeng yang terluka saat dia memutuskan tali pertunangan. Namun entah mengapa kemantapan hatinya telah mengalahkan logika. Logikanya, Ajeng adalah wanita sempurna yang pernah ada dalam kehidupannya. Namun bisik hatinya harus meninggalkan wanita secantik Ajeng.


“Ga … udah jam tujuh tuh, come on ngantor…” suara Aryo menggelegar di depan pintu kos Raga.
“Yoi” sahut Raga sambil menyambar tas pinggang yang digantung dekat pintu kos.
Aryo menatap Raga dengan tatapan janggal.
“Kenapa Yo?” tanya Raga.
“Ada yang beda dari kamu, Ga”
“Apaan?”
“Makin kurusan dan acak-acakan. Sepertinya dulu kamu sering pakai minyak wangi sekarang pakaianmu penuh minyak dan oli”
Raga tertawa mendengar komentar teman satu kosnya. Aryo tahu pasti kondisi emosi Raga semenjak putus tunangan dengan Ajeng. Lelaki itu makin tidak memperhatikan penampilan dan mudah marah. Aryo bisa merasakan kesepian hati kawannya itu. Tapi anehnya setiap kali dikenalkan dengan wanita, Raga selalu bersikap acuh. Seakan dia tidak memikirkan untuk memliki kekasih pengganti Ajeng.
“Udah abis minyak wanginya. Males beli lagi” sahut Raga.
“Ga … you should open your heart for love”
“Not now”
Raga tak peduli sekian banyak usaha teman-temannya untuk membuat Raga kembali seperti dulu. Aryo menggelengkan kepala mendengar jawaban temannya itu. Benar-benar berbeda dengan Raga yang dikenalnya dua tahun lalu.


Dua tahun lalu, saat mereka baru saja diterima magang di perusahaan di Jakarta. Saat itu Raga berulang kali mengungkapkan betapa beratnya dia berpisah dengan Ajeng yang bekerja di Madiun, Jawa Timur. Raga bukan tipe lelaki yang mudah untuk jatuh cinta. Cintanya pada Ajeng tumbuh saat mereka sibuk mengerjakan tugas akhir. Kesetiaan dan perhatian Ajeng pada Raga membuat lelaki itu benar-benar jatuh hati pada Ajeng.


“Ga, kalau memang hati kamu sudah mantap untuk meninggalkan semua kenangan tentang Ajeng ya jangan mencoba mengingat-ingat kembali. Itu akan menyakiti kamu”
“Ada hal yang masih jadi satu tanda tanya besar Yo… hanya saja aku nggak tahu harus tanya ke siapa”
“Tentang?”
“Seseorang”
“Hmm… cewek mana Ga?”
“Wanita yang hadir di mimpiku saat istikharah pertamaku”
“Apa cewek itu kukenal”
“Iya Yo… kemarin aku ketemu dia. Rasanya hatiku sedih banget melihat dia menangis”
“Menangis?”
“Iya. Padahal biasanya dia menyapa aku dengan senyum khasnya. Tapi kemarin dia tampak sangat sedih”
“Wah-wah sepertinya seru nih ceritanya”
“Entahlah Yo, tapi nanti saja aku ceritakan di kantor. Yuk berangkat”

Aryo penasaran dengan wanita yang diceritakan Raga. Jika wanita itu dikenal, maka besar kemungkinan adalah orang kantor. Memang Raga sangat ingin memilki hubungan cinta tanpa terbatas jarak. Namun wanita mana yang sanggup memikat lelaki setampan dan sesempurna Raga. Apalagi wanita di kantor yang belum menikah juga bisa dihitung dengan jari.

===
Baru saja Raga memarkir motornya, dia melihat sosok wanita yang selama ini memenuhi pikirannya. Wanita itu sedang berbincang akrab dengan lelaki berperawakan tinggi. Sampai akhirnya wanita itu masuk mushola sementara lelaki berperawakan tinggi segera menuju ke tempatnya berdiri.
“Apakah mungkin mimpi itu adalah petunjuk dari Allah untukku? Mungkinkah wanita itu yang kelak menjadi isteri dan ibu dari anak-anakku?” pikir Raga.
“Ga, Yo… baru dateng?” tegur Indra.
“Iya…” jawab Aryo, “ Sudah selesai dhuha, ustadz?”
“Alhamdulillah.” Indra tersenyum dengan senyuman manis yang mungkin bisa memikat para bidadari surga. Kekhusyukan Indra dalam beribadah membuatnya mendapat julukan ustadz dari teman-teman kantornya.
“Rana sering dhuha di mushola?” tanya Raga.
“Iya…”jawab Indra.
“Ndra, kamu cocok banget tuh sama Rana. Sama-sama khusyuk” sahut Aryo.
Indra tersenyum tersipu, “Bisa saja. Aku gak ada apa-apanya dibandingkan Rana. Shaum senin-kamisnya enggak pernah bolong, dia juga nggak pernah bolos ngaji”
“Ngaji?” Raga menatap Indra, “Ngaji di mana?”
“Pengajian kantor dua kali seminggu setelah pulang kerja” kata Indra, “Lho bukannya dulu, kamu juga ikutan ngaji Ga?”
“Dulu banget” Raga meringis.
“Ya sudah ayo kita ngantin” kata Aryo.
“Aku langsung ke kantor ya Yo” kata Raga.
“Shaum?” Indra menyelidik.
“Insya Allah” jawab Raga.
“Raga ini enggak pernah putus juga shaum senin kamisnya” bela Aryo.

Indra menatap kedua sahabatnya. Memang dari awal dia mengenal Raga dan satu kontrakan dengan lelaki itu, tak pernah dia jumpai Raga meninggalkan puasa senin-kamisnya. Sampai saat ini ternyata Raga masih istiqomah menjaga ibadahnya satu itu. Meskipun pekerjaannya lebih menuntut dia untuk banyak bekerja di lapangan, namun belum sekalipun Raga mengeluhkan diri dan meninggalkan shaum sunah itu.
===

“Semangat pagi Mbak Aisya …” tegur Raga ketika masuk ruangan kantornya.
“Met pagi Raga….” Jawab Aisya.
“Dingin banget nih ruangan. AC-nya baru diservis ya?” Raga melepas wearpack yang dikenakannya.
“Enggak tuh. Mungkin karena lemakmu sudah berkurang makanya dinginnya kerasa”
Raga tersenyum kecut, “Memangnya kelihatan banget ya Mbak kurusnya?”
“Iya Ga…mesti nyari cewek yang bisa ngurus kamu tuh”
“Belum nemu ceweknya Mbak”
“Masa’ kalah sama Rana”
“Kenapa Mbak dengan Rana?”
“Nah gosipnya kan dia dekat sama Pujo. Dan sepertinya memang mereka benar-benar ada hubungan special. Rana selalu tersipu kalau aku menyebut nama Pujo di depannya”
“Rana? Kirana Listya Kusuma?”
“Nah iya, teman seangkatanmu saat magang”
“Rana? Gak mungkin”
“Lah kenapa gak mungkin Ga?”
Raga menatap wanita berparas manis di hadapannya, “Gak mungkin Rana mau pacaran”
“Mereka memang enggak pacaran Ga, ya ditunggu saja undangannya”
Hati Raga mencelos. Baru saja dia merasa ada perasaan aneh saat Indra jauh lebih dekat dengan Rana, tapi kabar mengejutkan justru datang dari Aisya. Rana telah memiliki seseorang yang dekat dengannya.
“Sebenarnya dulu aku pernah berniat nyomblangin kamu sama Rana. Tapi Rana sangat benci anak tunggal. Dia paling gak suka sama cowok yang manja“
“Mbak Aisya nyomblangin aku sama Rana? Ngawur banget”
“Iya, syukurnya Rana juga menolak untuk kucomblangkan denganmu Ga”
“Ya iyalah Mbak, kami tuh beda banget”
“Sebenarnya kalian tuh cocok banget menurutku. Rana dan kamu tuh sama-sama pinternya. Belum lagi shaum sunahnya gak pernah bolong, sama seperti kamu Ga”
Raga merasakan getaran kecil dihatinya, mengingatkan pada mimpi usai sholat istikharah pertamanya. Justru paras Rana yang muncul ketika dia dilemma meneruskan hubungan dengan Ajeng. Entah apa itu merupakan petunjuk dari Allah. Mengapakah kenyataanya jauh berbeda. Hatinya belum bisa mencintai Rana dan Rana pun telah memiliki seseorang untuk dicintai.
“Mbak Aisya tahu sejauh apa hubungan Rana sama siapa tadi?”
“Sama Pujo?” Aisya menyelidik, “Kok sepertinya kamu penasaran banget”
“Ah enggak juga, mungkin hanya perasaan Mbak Aisya saja”
Aisya menggelengkan kepala menatap Raga, “Kalian memang cocok”
“Kalian?”
“Kamu sama Kirana”

“Seandainya saja Mas Raga belum punya tunangan”
“Memangnya kenapa Dek?” selidik Raga.
“Beruntung banget wanita yang jadi isterinya Mas, sudah ganteng pinter pula”
Raga tertawa lebar. Sikap polos Rana seringkali membuat hati Raga tersentuh.

“Mas Raga, Rana nitip kondangan buat Firman ya…” Rana menghampiri meja Raga
“Nah aku kan gak mudik”
“Pokoknya Rana nitip ke Mas Raga”
“Okelah”
“Wah Firman dah merit yo…kamu kapan Ga?” sindir rekan kerja Raga yang duduk berhadapan dengannya di ruangan.
“Mas Raga nungguin Rana, Mas” sahut Rana
“Wuih ditembak tuh Ga” sahut lelaki yang tampak akrab dengan Raga itu.

Raga tersenyum simpul.

“Ga, melamun lagi deh…” tegur Aisya.
“Eh sorry Mbak” Raga tersipu.
“Ya semoga kamu segera menemukan wanita terbaik untuk menjadi pendampingmu”
“Amin…Mbak Aisya juga ya”
Aisya tersenyum manis, “Tahu enggak Ga…aku selalu membayangkan kamu dan Rana itu bisa jadi sepasang kekasih. Entah mengapa aku selalu merasa kalian sangat serasi”
“Wanita selalu pakai perasaan”
“Haha…”
“Logikanya kan mustahil Mbak. Mau ditaruh dimana tuh cowoknya Rana”
“Ya tetep di situlah. Tapi kamunya yang disamping Rana”
“Hahaha ….”
====

Masih terasa sesak di dada, tangis pun belum reda. Rana menengadahkan tangannya usai melaksanakan dhuha. Entah mengapa hatinya mencelos setiap kali bertemu dengan Raga. Seakan menanti sebuah keajaiban datang.

“Hamba sangat takut untuk mencintai ya Allah. Berikanlah petunjukMu dalam setiap langkah ini. Sejak berakhirnya hubungan hamba dengan Mas Herdyan semua terasa begitu menyesakkan. Meskipun hamba tahu Herdyan bukanlah lelaki yang baik untuk mendampingi kehidupan hamba. Namun yang membuat hamba meragu adalah kehadiran Mas Raga. Hamba sungguh takut mencintai Mas Raga, hamba takut terluka. Hamba tak ingin menangis lagi, hamba tak ingin sendirian. Pilihkanlah jodoh terbaik untuk hamba. Jika memang Mas Raga adalah seseorang yang Kau jadikan jodoh hamba, maka dekatkanlah kami atas rahmat dan ridho-Mu. Hamba serahkan segala urusan ini kepadaMu. Hanya kepadaMu hamba berharap dan meminta pertolongan. Berikanlah petunjukMu yaa Rabb. Amin yaa rabbal alamin”

Tiga bulan semenjak hubungannya dengan Herdyan berakhir membuat emosi Rana tak terkendali. Tak jarang seharian dia menangis. Berharap semua yang terjadi hanyalah mimpi, dan ketika terbangun semua akan baik-baik saja. Namun kenyataanya setiap kali dia terluka ketika melihat kemesraan status Herdyan dan pacarnya di facebook. Jika memang Herdyan menginginkan sentuhan sungguh Rana tak mampu memberikannya. Wanita seperti Rana lebih memikirkan aturan agama daripada menuruti hawa nafsu. Allah tentunya tak akan suka hambaNya yang selalu mendekati zina. Dan bagi Rana cintanya pada Allah akan mengalahkan segalanya. Janji Allah adalah wanita baik untuk lelaki yang baik (QS An Nuur : 26). Dan Allah sekali-kali tidak menyalahi janjiNya (QS Al Hajj:47).

Rana memang tidak pernah jalan berdua dengan lelaki yang bukan mahramnya. Rana hanya ingin Allah selalu meridhoi tiap langkahNya. Bahkan saat dia bertemu dengan Herdyan, tak pernah lelaki itu diizinkan berjalan di sampingnya bahkan untuk memegang tangannya. Mungkin akan terlihat sombong dan sok jual mahal, namun Rana hanya ingin menjalankan perintah agamanya.

Kali ini airmata itu kembali jatuh saat Rana membaca ayat Al Qur’an. Surat Al A’raf, surat ketujuh pada juz sembilan adalah jawaban yang diberikan Allah atas istikharahnya. Sebelumnya dia sangat takut untuk menjalankan sholat tersebut. Sungguh, hatinya teriris pedih. Hanya pada Allah dia curahkan segala kebuncahan dan kesendirian hatinya. Namun keyakinan akan janji Allah menutupi kesakitannya.

Perpisahannya denga Herdyan adalah kenyataan. Dan lebih nyata lagi Herdyan telah memiliki cinta yang lain. Kini dia harus tegar berjalan, mencoba menemukan kepingan hidupnya yang hilang. Mencoba menemukan keceriaan yang dulu mengiringi harinya.


Sebenarnya sangat sakit saat Raga pernah mendapatinya menangis. Sebenarnya Rana sangat ingin memeluk lelaki itu dan menumpahkan tangisnya, namun apakah benar lelaki itulah yang disiapkan Allah untuknya. Wallahu a’lam bis shawab.

Jika memang lelaki setangguh Raga yang kelak mendampingi kehidupannya, mengapa Raga hanya terdiam saat menatapnya. Apakah Raga tak pernah ada hati untuknya. Apakah Raga tidak pernah merasakan tatapan hangat matanya. Sungguh suatu dilemma menanti sesuatu yang tak pasti. Menanti sesuatu yang tak dimengerti kapan datangnya. Sungguh menyesakkan menatap lelaki yang kerap dipujanya itu sendirian. Rana tahu pasti Raga belum memiliki kekasih semenjak putus dengan tunangannya. Namun bagaimana cara mendekati Raga. Rana merasakan pusing di kepalanya. Rasa yang tiap kali dialaminya itu membuatnya kerap ketakutan. Rana hanya tak ingin sendiri, Rana hanya ingin mendapatkan pendamping yang terbaik yang selalu menemaninya.

Raga memang terlalu sempurna untuk mendampinginya. Masih terbayang paras tampan Raga dan kebiasaanya membaca Al Qur’an usai subuh dan magrib. Bukankah mereka dulu pernah begitu dekat. Bukankah mereka dulu pernah bercanda tawa tanpa beban. Bukankah dulu Rana sering mengatakan seandainya saja Raga belum bertunangan. Namun mengapa dia hanya terdiam saat Raga memutuskan hubungan pertunangan dengan Ajeng. Raga tentunya ingin seorang isteri yang selalu berada di dekatnya. Lalu, apa yang membuat Rana ragu untuk mendekati Raga.

Sungguh Rana tak ingin terluka kembali. Kisah kasihnya yang musnah bersama Herdyan membuat Rana ragu untuk melangkah. Ingin sekali dia membina rumah tangga seperti teman-teman sebayanya. Ingin sekali dia menimang bayi seperti teman-teman sebayanya. Namun siapa yang mau menikahinya. Paras Rana tidaklah secantik mereka. Hanya ketulusan hati yang dia punya. Hanya kesucian jiwa yang dia pertahankan.

Entah apa yang seharusnya terjadi dan apa yang harusnya dia lakukan untuk menghapus segala kepedihan hatinya. Waktu berjalan begitu lambat dan terus mengoyakkan perasaannya. Airmata menjadi temannnya di siang dan malam. Rana benar-benar merasakan tekanan di hatinya. Rana tak tahu harus berbuat apalagi, serasa segala impiannya menghilang. Rana merasa terluka yang amat dalam. Pengharapan akan pertolongan Allah adalah satu-satunya yang membuatnya bertahan.

Sejenak Rana menghela napas dan mengakhiri bacaan Al Qur’annya. Dia harus kembali ke kantor dan bersikap professional. Hatinya yang terkoyak dan terluka harus kembali tersamarkan. Kesepian hatinya harus tertutupi oleh kepura-puraan. Sebenarnya dia sangat membenci itu, namun apalah yang bisa Rana lakukan. Hanya bersabar dan menunggu yang terbaik.

Rana melangkahkan kaki menuju ruangannya. Dilihatnya Pujo, lelaki yang kerap dicomblangkan dengannya itu tengah berjalan melewati ruangannya. Tentu saja Rana tahu lelaki itu takkan mampu untuk mencintai Rana. Sekalipun semua orang menganggap antara mereka ada suatu hubungan special, namun sebenarnya tak ada satu hubungan apapun melainkan rekan kerja. Pujo, lelaki berperawakan tinggi yang merupakan anak tunggal itu tampak santai melihat Rana.

“Ya Allah, ini semua seperti mimpi buruk untukku. Terasa begitu berat dan menyesakkan. Sebenarnya hamba tak sanggup untuk menjalaninya. Jika saja bukan karena doa ibu mungkin hamba sudah memutuskan untuk meninggalkan semuanya. Ya Allah kuatkanlah hamba. Amin” pikir Rana

Sebenarnya telah banyak orang menanyakan kapan Rana akan menikah. Sungguh, Rana ingin sekali membina rumah tangga. Kesendiriannya di Jakarta memang telah membuatnya menjadi wanita mandiri, namun yang dia butuhkan adalah suami yang soleh. Kebanyakan orang berpikir bahwa Rana terlalu memilih-milih lelaki, padahal belum ada seorangpun yang melamarnya. Kalaupun ada, pada akhirnya dia mengundurkan diri. Rana tersenyum sendiri saat mengingat hubungan asmaranya dengan Herdyan, Rana sungguh berpikir pernikahan tinggal selangkah lagi. Namun kenyataannya itu hanya menjadi mimpi bagi Rana. Takkan pernah ada pernikahan antara Rana dan Herdyan.

Sekali lagi airmata itu kerap membanjiri hatinya. Kerapuhan yang hanya mampu dirasakan Rana telah meluluhkan pertahanannya. Cobaan yang dia lalui terasa sangat berat. Seandainya saja ada tempat untuk berbagi. Kenyataannya kesendirian itu semakin tampak jelas. Tiap kali dia bermain dengan dunianya sendiri. Terasa menyesakkan dan membuatnya terjatuh terlalu dalam.

Allah tentu tahu batasan ujian untuk hambaNya. Kesabaran yang harus Rana tempuh memang terlalu terjal. Rana berulang kali merasa berputus asa dengan segala yang ada. Rana berulang kali merasa tidak berarti. Rana berulang kali merasa terpojok dalam kesunyian. Rana, terlihat rapuh dengan segala ketegaran yang dimiliki.

“Ran…” tegur Yudha, rekan kerja yang duduk di sebelahnya.
“Hem, ada yang keasyikan melamun nih” Yudha menggoda wanita yang berbeda usia delapan tahun di bawahnya itu.
“Hehe…” Rana berusaha menepis kesedihan dari raut wajahnya.
“Kalau lagi sedih jelek banget loh”
“Bukannya emang aku engga cantik ya?”
“Yeee…gak boleh seperti itu”
“Jika aku cantik dan gak sombong, mungkin aku tak pernah kehilangan Herdyan”
“Lelaki model Herdyan itu yang gak bener. Sudahlah Ran, jangan suka menyalahkan diri sendiri”
“Aku merasa gak sanggup menjalani ini semua Mas”
“Hem… sama Pujo aja tuh”
“Kalau bercanda ada batasannya Mas”
“Maaf-maaf…wah mudah banget tersulut emosinya nih”
“Iya…lagi sensi tingkat tinggi”
“Hem… sudah kelihatan kok. Makanya aku bercandain biar engga terlalu terbawa emosi”
“Makasih Mas”
“Makasih buat apa? Toh ternyata aku gak bisa merubah mood kamu”
Rana mencoba tersenyum.
“Ya begitu dunk, jangan suka murung begitu. Gak baik”
“Iya Mas”
“Segala permasalahan itu pasti ada jalan keluarnya”
“I need him. I just need him”
Yudha menggelengkan kepala sejenak. Wanita di sampingnya tampak serius membuka file di laptopnya. Ternyata wanita itu memiliki hati yang begitu rapuh. Setahu Yudha, wanita ini tak bisa mendengar orang berbicara kasar ataupun berbicara keras. Wanita yang menurut orang terlampaui mandiri ini banyak sekali kelemahan. Hanya saja wanita ini selalu hidup di dunianya sendiri, tak ingin menshare masalahnya. Rana selalu bilang, jika kebahagiaan bisa dibagi namun kesedihan tak pantas untuk dibagi.

Untuk orang yang seumuran dengan Rana memang Rana terlalu keras menghadapi kehidupannya. Pernah suatu ketika Rana menceritakan kondisi ekonomi keluargannya. Ternyata saat dia membiayai kuliahnya sendiri, Rana juga menghidupi keluarganya. Dari pekerjaannya yang memberikan bimbingan belajar keluarganya bisa makan dan dia pun bisa meneruskan pendidikan S1 nya. Kehidupannya begitu keras, wajar sekali dia sering terbawa emosi.

Rana memang pernah menceritakan bahwa di tahun ini dia telah mengalami gagal nikah sebanyak tiga kali. Yudha terkadang merasa heran dengan lelaki yang meninggalkan wanita seperti Rana. Mungkin juga benar kata Rana, lelaki yang meninggalkannya bukanlah lelaki tangguh yang sangggup berada di sampingnya. Lelaki itu mundur karena melihat begitu terjalnya kehidupan Rana.

Rana memiliki hati yang tulus untuk mencintai. Rana sangat berperasaan, wanita ini tak pernah berniat menyakiti orang. Namun dalam kehidupannya seringkali dikecewakan. Sebenarnya tak tega melihatnya berputus asa seperti ini. Namun Yudha hanya mampu memberikan kata-kata pembangkit semangatnya kembali.
===

Malam menyisakan keheningan tak terhenti. Jam dinding menujukkan pukul tiga dini hari. Raga menengadahkan tangannya usai melaksanakan tahajud, “Ya Rabb, tunjukkanlah langkah yang harus hamba tempuh. Kirimkan jodoh terbaik untuk mendampingi hamba. amin”

“Ini loh calon isteriku” kata Raga.
Rana terbangun dari tidurnya dan beristighfar, “Ya Rabb …”
Bayangan Raga di mimpi belum juga terhapus dari ingatan Rana. Namun Rana segera mengambil wudhu untuk melaksanakan istikharah dan tahajud.
“Ya Allah hamba tak tahu apa yang seharusnya terjadi dan apa yang terbaik untuk hamba. Namun hamba percaya Engkau akan selalu memberikan yang terbaik untuk hamba.”
===

Yaa Rabb …
Pemilik segala hati, jangan biarkan diri ini terjatuh
Pemilik jiwa, berikan pendamping terbaik untukku
Pemilik kehidupan, kuserahkan segalanya ini pada-Mu

Yaa Rabb …
Sembuhkanlah segala luka di hati ini
Hapuskanlah kesedihan dan kepedihan yang kerap menghampiri
Berikan rahmat dan ridhoMu dalam setiap langkahku


Yaa Rabb…
Sungguh termasuk dzalim diri ini tanpa ampunanMu
Sungguh termasuk rugi diri ini tanpa kasihMu
Sungguh tak berdaya diri ini tanpa pertolonganMu

Yaa Rabb …
Di dalam sujudku ini kuhaturkan segala kelemahan dan kekhilafanku
Di dalam sujudku ini kumintakan dengan segenap hati
Pertemukanlah jodohku

Kesepian ini, kesedihan ini …..
Sungguh hanya padaMu kubermohon
Hanya dengan cintaMu aku sanggup bertahan

Rabbana atinaa fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah
Wa qinaa adza banner

Amin yaa rabbal alamin ……

===
Tangerang, 4 Desember 2011

Selasa, 29 November 2011

Seuntai Maaf Dariku


Mas, kali ini aku menatapmu dengan senyum terindahku. Terasa bahagia melingkupi seluruh hatiku. Namun masih juga kau tak merasakannya. Hampir enam bulan sejak peristiwa tak terduga itu terjadi, aku masih menanti sebuah keajaiban. Hingga tangis tak pernah terlepas dari hari-hari yang kulalui. Aku terluka, aku sedih, aku kecewa.


Mas, aku tahu ini berat bagiku. Namun aku tak mampu lagi bertahan dengan apa yang tengah menimpaku. Aku harus berlari, aku harus pergi. Sungguh, aku masih menantikan keajaiban itu. Aku masih menanti hatimu untuk memilihku. Aku masih berharap menjadi bagian dari cerita indahmu.


Tangisku tiada mereda. Hatiku kian teriris perih. Aku tak mampu mengendalikan diriku, makin jauh terjatuh. Segala harapan terasa musnah. Aku benar-benar merasakan kepedihan yang mendalam. Segalanya semakin menjauhiku, mengabaikanku, dan tak pernah peduli lagi. Aku merasa telah hilang.


Tak mengerti mengapa hati ini meragu. Namun aku merasa tak ada jalan lain, aku harus pergi. Maafkan aku ….

Senin, 14 November 2011

ABI, YANG KURINDU


Abi, seandainya saja hatiku tangguh
Abi, seandainya saja diriku tegar
Abi, seandainya saja kumampu bertahan

Kenyataanya…
Aku kerap merindukanmu
Menantimu dengan linangan airmata
Menunggumu detik demi detik

Abi, di mana dirimu kini
Hatiku sakit dan kian merapuh
Entah berapa lama lagi kumampu bertahan
Aku terlampau lemah

Datanglah, Abi …
Genggam tanganku dan yakinkan semua baik-baik saja
Bisikkan padaku bahwa Allah selalu menyayangi hamba-Nya
Izinkanku bersandar di bahumu saat hatiku terluka

Abi, I really need you
Where are you???


===

Setyo Adi Nugroho masih khusyu’ dalam doanya. Sementara aku menatap lelaki itu penuh tanda tanya. Apakah karena dia segala cerita cintaku yang selama ini kuharapkan berakhir? Selama ini memang aku mengagumi dirinya. Kecerdasan yang dia miliki membuatku benar-benar tergila-gila pada lelaki yang merupakan anak tunggal ini. Namun lelaki ini tak pernah bisa bersikap dewasa. Dan menurutku, dia terlalu sempurna untuk bisa mencintaiku. Apakah hatinya mampu mencintai wanita lemah sepertiku?


“Dia masih sering shaum senin kamis” kata Ariza mengejutkanku. Rupanya wanita manis yang berada di sebelahku ini melihatku yang tengah menatap Setyo.
“Maksud Mbak Riza, Mas Setyo?” tanyaku
“Iya…padahal dia juga sering ke lokal, mengecek kondisi unit PLTU yang masih commisioning”
“Dari awal aku kenal dia memang tidak pernah meninggalkan shaum itu”
“Subhanallah ya…”


Aku masih menatap lelaki yang kini khusyu berdoa seusai sholat Ashar jama’ah. Apakah Allah benar-benar memberikan lelaki sempurna itu untuk mendapingi kehidupanku yang terjal ini? Ataukah itu hanya mimpiku semata. Sungguh, aku tak lagi bisa berharap lebih. Aku takut akan terluka seperti yang aku alami saat ini.


“Kamu cocok loh sama Setyo, sama-sama pinternya” kata Ariza
“Mbak Riza bisa saja” kilahku


Aku tersenyum menatap wanita ini. Andai saja aku bisa ceritakan betapa hatiku berbunga-bunga jika lelaki itu ada di sisiku. Satu setengah tahun lalu aku masih sering bersamanya, memasak bersama di kontrakan kami. Dia lelaki yang pandai memasak dan sangat humoris. Rasanya semua kesedihan akan menguap jika bersamanya. Dulu, aku seringkali mendengar bacaan Al Qur’an setiap usai sholat Magrib. Saat itu dia masih berstatus tunangan dengan wanita teman sekampusnya.


Apakah ini jalan Allah yang mesti aku tempuh. Kisah cintaku yang hampir tujuh bulan ternyata mesti kandas begitu saja. Rasa kecewa yang kurasakan masih belum terhapus dari pikiranku. Aku tak ingin menaruh dendam, namun mungkin aku terlalu menyayangi lelaki yang merupakan teman SMA-ku itu. Aku yang belum bisa merelakan dia bersama dengan wanita lain.


Namun, aku mesti harus tetap bertahan dan berjalan. Aku tak boleh terlalu lama terjatuh. Walaupun aku masih tidak berani untuk bermimpi. Terasa kerapuhan ini makin menyiksa tubuhku yang rentan. Tiap kali tangisku menyesakkan. Meski aku lebih memilih untuk terdiam, tak berarti hatiku telah damai. Terasa pening menggangguku, aku tak mampu lagi berpikir. Mungkin mereka melihat ketangguhanku, seandainya saja aku mampu jujur atas kerapuhan yang kualami.


Ini terlalu sepi. Semua kian menjauh dan berlari tanpa pedulikanku. Sementara aku masih sendiri. Seringkali berteman dengan airmata. Tiap hari semakin bertambah besar luka di hatiku. Hanya pada Allah aku akan berlindung dan meminta pertolongan.


Setyo melangkahkan kaki ke luar dari musholla. Sejenak lelaki itu menoleh ke arahku. Parasnya yang tampan dan sikap anggunnya membuatku tak bisa menghalangi bibirku tersenyum padanya. Apakah sebenarnya secara tak sadar kekagumanku padanya terlalu berlebihan? Apakah hatiku telah memilihnya secara tak sadar pula?


Astaudi’ukallahalladzi laa tadhii’u wada’iuhu. Kutitipkan dirimu kepada Allah yang tidak pernah menyia-nyiakan segala titipan (HR Ahmad)


Tangerang, 13 November 2011

Selasa, 18 Oktober 2011

KEPERGIANMU, CINTA


Sejak ia pergi dari hidupku
ku merasa sepi
dia tinggalkan ku sendiri
tanpa satu yang pasti



aku tak tahu harus bagaimana
aku merasa tiada berkawan
selain dirimu
selain cintamu

Kirim aku malaikatmu
biar jadi kawan hidupku
dan tunjukan jalan yang memang
kau pilihkan untukku

Kirim aku malaikatmu
karena ku sepi berada di sini
dan di dunia ini
aku tak mau sendiri

tanpa terasa aku
teteskan air mata ini
yang tiada berhenti
mengiringi kisah di hati


Lagu "Aku tak Mau Sendiri" yang dinyanyikan oleh Bunga Citra Lestari terdengar jelas saat Kirana dan Arif melewati salah satu toko di Mega Mall.


Kesal di hati Kirana belum juga hilang. Segala peristiwa yang terjadi beberapa bulan ini bergulir membuat harinya kerap diisi dengan tangis. Mengapa juga ada orang yang tega menyakitinya. Bukankah hatinya terlalu rapuh untuk disakiti. Bukankah hatinya terlalu lemah untuk cobaan sebesar itu.

“Rana” tegur Arif seraya menatap gadis yang ada dihadapannya.
Rana menatap lelaki yang kini menatapnya. Pipinya bersemu merah, sementara terlihat airmata di ujung matanya.
“Halo, dimana Rana yang dulu selalu ceria?” Arif menatap paras wanita yang dicintainya.
“Maafkan Rana, Mas”
“Itu memang menyakitkan. Tapi akan lebih menyakitkan jika Rana terus menerus mengingatnya”
“Rana tahu Mas … “
“Rana terlalu baik untuk lelaki seperti ia”
“Setiap aku melihat wanita, aku selalu merasa berjumpa dengan kekasihnya. Rasanya benar-benar sakit Mas, dihempaskan begitu saja. Apalagi kata-katanya kasar, membuat hatiku merasa semakin sakit. Ini semua terjadi begitu cepat. Otakku tak mampu menerimanya Mas. Aku bingung menghadapi semua ini. Hatiku terlalu kesal.”
“Rana kan wanita yang baik, seharusnya bisa memaafkan dan mengikhlaskan”
“Seandainya saja ia tidak menyakiti hati kedua orangtuaku, tentu akan mudah bagiku melupakannya. Tapi ia telah membuat kedua orangtuaku menangis. Bagaimana aku tidak marah atas sikapnya itu. Kalau memang ia mengenalku secara baik-baik seharusnya ia juga melepaskanku secara baik pula. Bukan dihempaskan seperti aku ini wanita yang tak punya izzah. Aku benar-benar kehilangan arah. Aku terlalu terluka Mas”
“Andai kau izinkan aku menghapus tangismu, Rana”
Wanita itu menatap polos, “Apa Mas serius?”
“Insya Allah”
Wanita itu menunduk.
“Rana belum siap ya?” tegur Arif.
“Beri Rana waktu ya Mas…”
“Berapa lama lagi Rana?”
“Rana ingin menenangkan hati dulu”
Arif menghela napas panjang. Rasanya sudah berkali-kali dia menawarkan diri untuk menjadi pendamping hidup Kirana, namun jawaban wanita itu belum juga berubah. Matanya yang biasanya bersorot tegas kini terlihat lemah. Apakah yang tengah terjadi dalam kehidupan Kirana, sepertinya telah mengoyakkan perjalanannya.


===
Cahaya itu terlampau terang hingga akhirnya tubuh Kirana melemah. Harus berapa langkah lagi dia berjalan di gua segelap ini. Hanya cahaya di ujung gua yang membuatnya terus melangkah. Heran, mengapa demikian sepi. Tak ada satu orangpun di sekitarnya. Peluh dan lelah tampak membuatnya semakin sedih. Kesunyian membuat hatinya perih.
Kirana terus berjalan dengan langkahnya yang melemah. Tak hentinya hatinya beristigfar pada Sang Kuasa.

Ya Rabb, kumohon jangan lepaskan aku dari kasih-Mu karena hanya itu yang membuatku bertahan hingga kini.
Ya Rabb, kumohon naungi aku dengan cinta-Mu karena hanya itu yang mampu membangun kekuatanku selama ini.
Ya Rabb, kumohon beri aku petunjuk-Mu, terlampau lemah diri menjalani kehidupan yang fana ini.
Sungguh, kuinginkan bahagia dalam rahmat dan ridha-Mu.
Jangan pernah lepaskan aku, pilihkanlah yang terbaik untukku.
Illahi syafarat yadayya fatrubhuma
Amin Yaa Rabbal Alamin


Airmata berjatuhan tanpa bisa dikendalikan. Seraya seluruh alam hening.
Kirana terbangun dari mimpinya. Bergegas mengambil wudhu. Semoga istikharah dan tahajud bisa menenangkan jiwa yang tengah terbawa arus dunia.

Jakarta, Oktober 2011

Selasa, 11 Oktober 2011

Rasaku


Menemukan secarik kertas yang kutulis dua tahun lalu. Rasa terhempas yang saat ini kurasakan juga.


Selamat malam bintang
Selamat malam bulan
Kau mungkin menatapku bangga dengan sederet prestasiku
Tapi saat ini aku justru merasa lemah
Kucoba berpayung di bawah langit hitam
Namun hatiku masih juga tak tenang
Tuhan pemilik segala hati, hapuskanlah airmataku
Bawa selalu cahaya-Mu di diriku
Hingga bibirku selalu mengucap syukur pada-Mu

Malam ini seperti malam-malam yang lalu
Sunyi, sepi, hampa
Hanya suara angin menelusup di telingaku
Masih juga dalam kesendirianku
Aku lelah
Aku tak ingin berharap lebih
Ketika kisah demi kisah berlalu begitu saja di hadapanku
Bahkan airmata tak bisa menghapus lukaku
Tuhan yang Maha Pengasih, ampunilah aku
Sinari diriku dengan rahmat dan berkah-Mu
Hingga aku mampu bersujud di hadap-Mu

Malam menyisakan detik demi detik hari ini
Semakin rapuh
Menerawang tanpa batas cakrawala
Apakah diriku telah tegar
Ataukah setiap sel tubuhku sudah tidak berfungsi
Ketika napasku bagai gelombang yang kian menghilang
Tuhan, bawa aku dalam kasih-Mu
Tegarkan aku dalam ayat-ayatMu
Aku sungguh merindukan-Mu

Dalam sepi …
Hanya ada hatiku yang kian menangis
Otakku yang tak henti memaki
Tak bisakah aku bergerak, meninggalkan semua ini
Aku tak ingin jauh dari-Mu
Aku terlalu lemah untuk Kau tinggalkan
Aku terlalu bodoh untuk Kau lepaskan

Hening malam
Tangisku sedihku laraku dukaku
Aku ingin berjumpa dengan-Mu
Menumpahkan kegelisahan dan luka di hatiku
Hingga perlahan aku sadari
Kau telah memilihkan jalan terbaik untukku
Meski sekarang belum saatnya
Ampuni aku, Tuhan
Atas semua khilaf dan riya’
Aku memang lemah dan hanya dengan cahaya-Mu aku bisa bertahan
Tuhan, janganlah Kau jauhkan diriku dari jalan-Mu
Aku mencintai-Mu

Kini airmata itu telah habis
Meski hatiku masih basah
Aku harus kuat
Aku harus tegar
Aku harus yakin bahwa akan ada jalan bagiku
Aku harus percaya bahwa Tuhan akan bersamaku

Sampai jumpa bintang
Sampai jumpa bulan
Kelak kau akan melihatku tersenyum
Bermanja dan bercanda
Mengisyaratkan keindahan Sang Pencipta
Tanpa kesendirian lagi
Illahi syafarat yadayya fatrubhuma
Amin yaa rabbal alamin

Udiklat PLN Pandaan, 25 Agustus 2009

Jumat, 07 Oktober 2011

Sayangku Padamu





Yang sayang sedang apakah dirimu
Yang sayang bagaimanakah kabarmu

Di dalam hatiku Di dalam dadaku
Ingin selalu denganmu
Sedetikpun engkau tlah hilang dariku
Ingin memeluk dirimu

Aku katakan cinta cinta cinta cinta
Cinta kepadamu sayang kepadamu
Sungguh hanyalah dirimu
Yang aku dambakan dampingi hidupku
Oh cinta percayalah aku
Cinta sama kamu mendambakan kamu
Sumpah tak ada yang lain
Selain dirimu selalu dihatiku
Yang sayang ku ingin bertemu kamu
Yang sayang saat ini aku rindu



Lagu “Sayang” yang dibawakan oleh D’ Bagindas terdengar cukup keras di ruang temapatku pelatihan. Sudah lima minggu ini aku ada pelatihan. Cukup menyibukkan dan tidak menyenangkan.


Kuhela napas panjang. Kali ini hatiku sudah menyerah untuk mendapatkan hatimu. Padahal selama ini aku tak pernah berhenti mengisi harimu. Apa kau tak pernah mau tahu arti dirimu bagi kehidupanku. Kau bukan lagi Rana yang kukenal. Rana, yang begitu anggun dan pemalu. Rana, yang sederhana dan santun.


Dua kali aku melamarmu. Meski hanya masih mendapatkan senyuman, aku yakin suatu nanti hatimu akan luluh. Aku benar-benar ingin kau mendampingiku, menjadi ibu terbaik untuk putra-putriku. Setiap kali aku selalu berdoa agar Tuhan menjagamu. Setiap kali aku ingin menghapus tetes airmatamu. Meski belum sekalipun kau izinkan aku hadir untuk menghiburmu.


Rana, kau terlalu sibuk dengan duniamu sendiri. Menangis dan tersedu atas kisah yang kau alami. Mungkin dia memang kerap menjadi kenangan dalam hidupmu, tapi tak bisakah ada sedikit ruang kosong di hatimu untukku?


Aku biarkan HP-ku terus berdering. Kulihat pada layar monitor tertulis called : Kirana. Aku tak tahu apa yang kamu pikirkan Rana. Selama ini kau selalu mengeluhkan tentang kondisi kesehatanmu dan kondisi emosimu. Kau mengaku pusing dan sering menangis. Kau masih juga memikirkan dia, Rana? Lelaki yang dengan mudahnya menyingkirkanmu. Padahal hatimu telah meyayanginya. Tak pantas lelaki seperti itu kau bela.


Rana, seandainya saja kau mampu merasakan besarnya perhatianku padamu. Aku berusaha untuk bisa selalu dekat denganmu. Awalnya kupikir jika kita berada dalam satu kota akan sering kita berjumpa. Namun kenyataannya kesibukanmu dan kesibukanku membuat kita tidak dapat bertemu.


Tapi maaf Rana, saat ini aku belum bisa mengangkat telponmu, aku juga belum bisa membalas sms-mu. Aku terluka dengan sikapmu yang masih juga berharap dia kembali padamu. Apa baiknya lelaki seperti itu Rana? Dia meninggalkanmu demi wanita lain yang tidak bisa dibandingkan denganmu. Rana, kamu itu wanita yang baik. Rana, yakinlah akan masa depanmu yang cerah. Rana, kamu wanita yang cerdas. Rana, kamu harus tahu, aku di sini menunggu jawabanmu. Bukan hanya sekedar senyum atau sikap diammu.


Berdebar rasa di dada setiap kau tatap mataku
Apakah arti pandangan itu menunjukkan hasratmu
Sungguh aku telah tergoda saat kau dekat denganku
Hanya kau yang membuatku begini
Melepas panah asmara

Sudah katakan cinta sudah kubilang sayang
Namun kau hanya diam tersenyum kepadaku
Kau buat aku bimbang kau buat aku gelisah
Ingin rasanya kau jadi milikku

Ku akan setia menunggu satu kata yang terucap
Dari isi hati sanubarimu yang membuatku bahagia
Panah asmara panah asmara panah asmara


Lagu yang dinyanyikan D’Bagindas kini telah berganti dengan lagu “Panah Asmara” yang dinyayikan Afgan. Seandainya saja mampu kukatakan cinta.


Rana, semoga hatimu akan mengerti apa yang tengah terjadi. Seharusnya kamu mengerti bahwa kenyataannya dia telah pergi. Seharusnya kamu mengerti bahwa cinta itu tidak menyakiti. Relakanlah dirinya. Aku tahu kamu wanita yang tangguh. Aku tahu kamu wanita yang sabar. Aku selalu berdoa untukmu. Aku selalu berdoa untuk kita. Aku selalu berdoa agar semua ini indah.


Rana ….
Mungkin inilah kata hatiku padamu, yang tidak sanggup kuungkapkan bila aku berbincang denganmu.
Rana …
Aku menunggumu.

kau mau apa, pasti kan ku beri
kau minta apa, akan aku turuti
walau harus aku terlelah dan letih
ini demi kamu sayang

aku tak akan berhenti
menemani dan menyayangimu
hingga matahari tak terbit lagi
bahkan bila aku mati
ku kan berdoa pada ilahi
tuk satukan kami disurga nanti

taukah kamu apa yang ku pinta
disetip doa sepanjang hariku
Tuhan tolong aku tolong jaga dia
Tuhan aku sayang dia


Lagu “Doaku untukmu sayang” yang dinyayikan oleh Wali menyentuh lubuk hatiku.

Jakarta, 6 Oktober 2011

Jumat, 30 September 2011

Satu Harapan


Aku masih bisa merasakan hatimu
Namun kau telah memilih jalanmu
Kehendakmu menghilangkanku dari hidupmu
Ini memang berat bagiku
Sementara seluruh harapan hampir tercurah padamu


Aku masih bisa merasakan kecemasanmu
Ketika setiap sikapmu tak lagi bisa diterima dengan akal sehat
Namun bukan hakku untuk menuntunmu kembali
Bukankah kau ingin aku pergi darimu
Dengan langkah berat aku meninggalkanmu


Aku sempat berpikir
Apakah semudah itu kaum adam mencampakkan hawa
Melupakan segala kebaikan dan kesabaran yang pernah ada
Hanya karena fatamorgana yang ada di hadapannya
Itu semua terasa begitu menyesakkan
Aku terhempas di tengah pusaran kisah ini
Kisah yang hampir saja membuatku bahagia
Namun kenyataannya mesti berakhir dengan airmata



Aku tak tahu apa yang tengah menjadi rencana-Nya
Aku hanya berpikir segalanya ini pasti indah
Allah tidak akan mengabaikan orang-orang yang mencintai-Nya
Insya Allah, akan ada setitik harapan yang mampu kulihat
Yang kusambut dengan keihlasan serta kesabaran



Sebenarnya aku ingin sekali bertemu denganmu
Namun kurasa percuma kulakukan saat ini
Hatimu sudah sangat tertutup untukku
Di mimpimu sudah tidak ada diriku



Kini …
Aku harus melawan setiap tetes airmata dengan ketangguhan
Aku harus melawan kepedihan dengan kesabaran
Aku harus melawan rasa sakit dengan keihlasan



Kekuatan ini hanya dari-Nya
Sakit yang telah kau tancapkan tentu bisa disembuhkan-Nya
Dalam hidupku hanya berharap ridha-Nya
Karena tanpa itu, aku tidak akan berarti apa-apa
Setiap nafas dan denyut jantung akan menjadi saksi kebesaran-Nya
Hanya pada-Nya aku berlindung



Terserah apa yang kini kau lakukan
Aku hanya berusaha menghapus kerinduan akan kehadiranmu
Aku hanya berusaha menghapus pengharapan kau kembali
Semoga ini adalah jawaban atas doaku selama ini



Insya Allah ini adalah yang terbaik
Bukankah segalanya telah dikembalikan pada-Nya
Mungkin aku harus kembali berpikir
Jika tak kulepaskan dirimu
Mungkin ia takkan pernah ada
Walau masih jauh, aku selalu berdoa semoga rahmat-Nya menyertai jalanku
Semoga ridha-Nya mampu membuatku tersenyum bahagia
Semoga rahmat-Nya mampu menghapuskan kesedihanku
Amin Yaa rabbal Alamin


Barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka. Dan mereka tidak pula bersedih hati (QS Al Baqarah : 112)

Selasa, 27 September 2011

Setitik Cahaya




Ya Allah, apa yang kini Kau kehendaki untuk terjadi?
Hati ini masih terlalu rapuh.
Meski rasa sakit itu perlahan menghilang, namun aku masih terlalu takut.


Kini …
Tiba-tiba saja ia datang, menampakkan sempurnanya kehidupan.
Mungkinkah hatinya mampu mencintaiku.
Sementara telah lama aku melupakannya.
Dan aku masih belum mengerti apa yang seharusnya terjadi.


Hati ini merasa tenang, walaupun ketakutan akan luka itu masih ada.
Ya Allah, apa yang semestinya aku lakukan.
Beri petunjukMu dalam setiap langkahku.
Aku ingin semua ini berjalan atas rahmat dan ridhoMu.
Jika ini memang kehendakMu maka mudahkanlah.
Namun jika ini hanya ujian dariMu maka jauhkanlah.
Sungguh diri ini masih terlalu lemah menyaksikan apa yang tengah terjadi.


Bukanlah kesempurnaan yang selama ini kucari.
Melainkan keikhlasan kasih dan cinta yang tulus di jalanMu.
Aku yakin atas janjiMu
Wanita yang baik untuk lelaki yang baik.
Wanita yang buruk untuk lelaki yang buruk.
Hanya Allah yang tahu apa yang ada di hati tiap insan.


Ya Allah, aku ingin melihat semua tersenyum bahagia.
Aku ingin menatap kebahagiaan kedua orangtuaku.


Kehadirannya kini …
Meskipun terlihat masih jauh.
Aku berharap ini jalan terbaik Allah untukku.


Ya Allah, apa yang kini Kau kehendaki untuk terjadi?
Hati ini masih terlalu rapuh.
Berikanlah petunjukMu
Tunjukkanlah kuasaMu


Wahai Dzat yang mengikat tiap hati
Dzat pemilik segala hati.
Jika ini memang jalan untukku, jangan biarkan aku menunggu.
Illahi syafarat yadayya fatrubhuma.


Ya Allah, hanya padaMu aku berlindung.
Hanya padaMu aku memohon pertolongan.
Jangan biarkan diri ini jauh dariMu.
Jangan biarkan hati ini mengingkariMu.


Ya Allah, hanya padaMu aku berharap
Kabulkanlah permohonanku.
Amin Yaa Rabbal Alamin.


Jakarta, 24 September 2011

Ibu, aku ingin menangis di pangkuanmu





Sewaktu aku kecil, aku selalu mencari ibu kala teman-teman menyakitiku dan ibu berkata’ “ Sudahlah Nak, tidak mengapa. Besok kamu dan dia akan berteman lagi.”


Sewaktu aku remaja, aku selalu mencari ibu kala teman-temanku mengejek, “Wajahmu jelek dan kamu tidak punya apa-apa”. Ibu berkata, “Sudahlah Nak, tidak mengapa. Kamu adalah gadis tercantik di mata ibu karena kamu gadis yang terbaik”


Sewaktu aku beranjak dewasa, aku selalu mencari ibu kala tugas akhir tak selesai-selesai dan ibu berkata, “Sudahlah Nak. Kerjakan dengan sungguh-sungguh. Ibu akan turut mendoakan. Semoga hasilnya baik ya.”


Sewaktu aku dewasa, aku selalu mencari ibu kala jodoh tak kunjung datang dan ibu berkata, “Sabarlah Nak, Allah sedang memilihkan jodoh yang terbaik untukmu. Ibu akan mendoakan agar jodohmu segera datang, ya.”


Sewaktu aku telah menikah, aku selalu mencari ibu kala buah hati tak kunjung datang, ibu selalu membesarkan hatiku dan selalu berkata, “Sabarlah Na, Allah Maha Tahu kapan waktu yang tepat memberimu anak. Berdoalah dan berusahalah. Jangan berputus asa dari rahmat Allah. Ibu akan turut mendoakan engkau segera mengandung ya.”


Bu, doa ibu semuanya terkabul. Aku tumbuh jadi seorang wanita, seorang istri dan jadi seorang ibu.
Bu, di kala jauh darimu, aku baru benar-benar merasa betapa berat dan mulianya tugas seorang ibu.


Bu, tak jarang aku ingin berlari dan memelukmu kala begitu banyak persoalan hidup menghimpitku.
Bu, aku ingin menangis di pangkuanmu.


Bu, aku rindu ibu.
Masa-masa bersama tinggallah kenangan. Dan semua ituselalu hidup menyemangatiku.


Bu, aku ingin seperti dirimu yang selalu hadir untuk anak-anakmu. Merasakan suka dan duka bersama. Mencerna kesedihan yang selalu segera menjadi kebahagiaan.


Bu, engkaulah yang mengenalkanku akan Allah, Muhammad dan kehidupan. Engkaulah yang mengajarkan padaku untuk selalu berharap kepada Allah karena Allah-lah yang mengabulkan doa. Telah kuukir tegas di dalam jejak masaku bahwa engkaulah yang terindah


Doakan aku agar jadi yang terindah untuk anak-anakku.




Dikutip dari : “Kekuatan Doa Ibu” oleh Ummi Maya


Rabu, 21 September 2011

Doaku Untukmu Sayang


Masih terasa airmata ini. Masih terasa perih ini….


Aku tak pernah membayangkan sebelumnya hingga dirimu pergi. Jujur, aku masih merasakan tatapan teduhmu. Masih ada bayanganmu di tiap sudut rumah. Segala mimpi yang kita bangun tiba-tiba lenyap. Kesetiaan dan kemanjaan juga tak lagi ada. Awalnya kupikir karena kehadiran wanita itu yang membuyarkan kasihmu padaku. Namun ternyata kau juga menyingkirkanku dari hidupmu. Aku masih ingin berjalan di sampingmu. Aku masih ingin menatap teduhnya matamu.


Di mana harapan yang dulu sempat tumbuh di hatiku. Di mana mimpi yang dulu membuat hariku riang. Di mana cinta yang dulu kerap menemani malamku. Mengapa bisa semudah ini menghilang. Mengapa bisa semudah ini melukai. Mengapa bisa semudah ini aku sakit.


Aku ingin mendengar cerita darimu. Aku ingin mendengar suaramu. Aku inginkanmu….


Kali ini aku menatap bayanganku. Terlalu sempurna segala yang berjalan di kehidupanku. Seharusnya akan sangat sempurna dengan kehadiranmu. Selama bertahun aku menunggumu. Dan kini harus lepas begitu saja.


Air wudhu ini bercampur dengan airmata. Kucoba tenangkan hatiku dalam keheningan malam. Sudah satu bulan lebih aku menunaikan ibadah yang paling aku takuti, sholat istikharah.


Dari Jabir ra, berkata : Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita cara melakukan sholat istikharah-yakni mohon pilihan kepada Allah, mana yang terbaik antara dua perkara atau beberapa perkara dalam segala macam urusan, sebagaimana beliau SAW mengajarkan surat dari Al Qur’an. Beliau SAW bersabda :

“Jikalau seseorang dari engkau berkehendak terhadap suatu perkara, maka hendaklah bersembahyang dua rokaat yang tidak termasuk sholat fardhu, kemudian ucapkanlah yang artinya :

Ya Allah, saya mohon pilihan kepadaMu dengan IlmuMu dan saya mohon ditakdirkan untuk mendapatkan yang terbaik antara dua atau beberapa perkara-dengan kekuasaanMu, juga saya mohon kepadaMu dan keutamaanMu yang agung, karena sesungguhnya Engkau adalah Maha Kuasa sedang saya tidak kuasa apa-apa, juga Engkau adalah Maha Mengetahui sedang saya tidak mengetahui dan Engkau adalah Maha Mengetahui segala sesuatu yang ghaib.

Ya Allah, jikalau Engkau mengetahui bahwa perkara ini memang baik untuk agamaku, kehidupanku, baik untuk urusanku sekarang dan urusanku di kemudian hari, maka takdirkanlah itu untukku dan permudahkanlah mendapatkannya, selanjutnya berilah keberkahan padaku dalam urusan itu.

Tetapi jikalau Engkau mengetahui bahwa perkara ini adalah buruk untuk agamaku, kehidupanku, baik untuk urusanku sekarang dan urusanku di kemudian hari, maka belokkanlah itu dari diriku dan belokkanlah aku daripadanya, lalu takdirkanlah mana-mana yang baik untukku di mana saja adanya kebaikan itu dan seterusnya berikanlah keridhaan padaku dengan melakukan yang baik tadi.


Beliau, Muhammad SAW bersabda : Dan orang yang melakukan istikharah itu supaya menyebutkan apa yang menjadi hajat keperluannya “ (Riwayat Bukhari)


Masih juga belum bisa kumengerti bagaimana dan apa yang mestinya aku lakukan. Aku jelas merasa kecewa saat harus kehilanganmu. Namun mungkin adalah jawaban atas istiqomah istikharahku selama ini.


You’ll get your way and I’ll get my way …

Sungguh sulit mengikhlaskan dirimu pergi. Apalagi saat melihat ada wanita lain bersamamu. Namun hanya Allah yang tahu apa yang terbaik untuk kita. Kau punya jalan kehidupan sendiri dan akupun mesti tegar di jalanku sendiri.


Rasa ini takkan mungkin hilang begitu saja. Apalagi dalam kehidupanku yang selama ini selalu ada dirimu, tiba-tiba kembali sunyi lagi. Terasa begitu nyata sepi dan sunyi dalam kehidupanku. Sesungguhnya aku sangat mengharapkan kehangatan sebuah keluarga dengan kecerdasan putra- putriku. Sesungguhnya aku berharap bisa memanjakan suamiku. Namun sampai saat ini masih juga terasa sunyi.


Kuhirup napas dalam. Aku yakin ini adalah jalan yang terbaik dari Allah. Saat ini pun kau telah jauh dariku. Saat ini pun hatimu tak pedulikanku. Saat ini kau telah berhasil melukai hatiku. Saat ini kau luluhkan segala pertahanan kasihku. Saat ini juga kulepaskan dirimu. Di dalam keheningan malam, di dalam kesunyian hati dan di dalam kerapuhan diri. Semoga Allah memberi pengganti yang terbaik, untukku dan untukmu.


Kuhapus seluruh message yang kau kirimkan di HP-ku. Kenangan saat pertemuan kita kembali, saat kau puji diriku, saat kau manjakan aku, saat kau ingin menemuiku. Rasanya hati ini belum bisa percaya bahwa kau mampu lupakan aku begitu saja. Kuhapus nomor kontakmu. Berharap aku benar-benar bisa melupakanmu. Andai saja bisa kukatakan bahwa aku masih sayang.


Seharusnya kau tak pernah ada
Atau aku yang tak pernah ada
Seharusnya kau tak pernah datang
Atau aku yang tak pernah datang
Seharusnya tak pernah ada kisah diantara kita
Atau seharusnya kita tak perlu bertemu
Seharusnya aku melupakanmu
Karena kau telah membuangku
Seharusnya aku sadari bahwa
Rasa cintaku pada sang Rabb
Melebihi cintaku padamu


Aku memang tak seperti wanita itu, yang kerap bisa menemanimu. Padahal dia belum muhrimmu. Aku selalu menjaga izzahku, karena aku lebih mencintai Allah. Aku percaya Allah terus menjagaku. Aku tak bisa memegang tanganmu, memelukmu, atau menemuimu. Aku tak mampu menyakiti-Nya. Sesungguhnya apa yang aku lakukan selama ini, karena aku juga ingin menjagamu dari segal zina dan fitnah. Namun jika kau luput dari itu semua, kuserahkan pada-Nya. Karena Allah pastinya punya rahasia di balik itu semua. Wallahu a’lam bis shawab.


Dan hanya pada-Nyalah segalanya ini dikembalikan …


Jakarta, September 2011

Rabu, 14 September 2011

SAAT INI


Tiba-tiba saja aku sadar, telah banyak hal yang berubah. Sementara aku masih dalam kondisi yang sama. Adakah hal yang salah di sini? Aku yang masih egois dengan diiriku ataukah waktu yang tak mampu mengubahku. Aku juga ingin seperti mereka. tertawa lepas mengikuti arus kehidupan ini. Bukan mencoba bertahan dari derasnya arus. Selain menyakiti, itu takkan membawa perubahan bagiku.


Keangkuhan ini, terlalu membelengguku. Rasa sakit yang masih terasa dalam hati, berharap suatu nanti akan berakhir. Aku juga ingin bahagia, aku ingin tersenyum. Bukan menghiasi tiap malam dengan tangis. Aku terlalu lelah. Meskipun terlalu banyak kekurangan diri namun masih juga aku hanya terdiam.


Kejadian demi kejadian seperti de javu bagiku. Rasa sakit itu, rasa perih itu. Rasanya tak sanggup untuk menghadapinya. Aku ingin sekali menyerah. Aku ingin sekali mengaku kalah. Namun aku tak tahu apa yang harus kulakukan.


Kini kesunyian itu kembali mempermainkanku. Tertawa lepas menatapku yang tentunya masih terdiam. Lalu, apa yang seharusnya terjadi.


Dihempas gelombang
Dilemparkan angin
Terkisah ku bersedih ku bahagia

Di indah dunia
Yang berakhir sunyi
Langkah kaki di dalam rencana-Nya

Semua berjalan dalam kehendak-Nya
Nafas hidup cinta dan segalanya

Dan tertakdir menjalani
segala kehendak-Mu ya Rabbi
Kuberserah kuberpasrah
Hanya pada-Mu ya Rabbi

Dan tertakdir menjalani
segala kehendak-Mu ya Rabbi
Kuberserah kuberpasrah
Hanya pada-Mu ya Rabbi

Bila mungkin ada luka coba tersenyumlah
Bila mungkin tawa coba bersabarlah
Karena air mata tak abadi
Akan hilang dan berganti

Bila mungkin hidup hampa dirasa
Mungkinkah hati merindukan Dia
Karena hanya dengan-Nya hati tenang
Damai jiwa dan raga

Lagu “takdir” yang dibawakan Opick dan Melly membuatku tertegun sejenak. Puzzle apa yang hilang dalam kehidupanku. Rasanya waktu berjalan meninggalkanku. Aku bingung dan tak mampu berucap apapun.


Sungguh aku tak sanggup menghadapi semua ini. Rasanya otakku beku, aliran darahku terhenti, jantungku berdenyut lamban. Semua anggota tubuhku bahkan tak mampu menunjukkan kehidupanku. Rasanya tak ada yang bersahabat denganku saat ini. Bahkan jiwaku pun meninggalkan ragaku. Semua kosong, semua hampa.


Inikah cobaan yang mesti aku hadapi. Namun tak biasanya aku menyerah begitu saja. Kali ini aku benar-benar tak tahu apa yang mesti kuucapkan atau yang mesti kulakukan. Semua berjalan begitu saja, aku hanya menatap kejadian demi kejadian bergulir di hadapanku. Perih ini, airmata ini, takkan ada yang melihatnya. Sedih ini, duka ini, seolah membayangiku.


Cahaya mentari pagi masih meneduhkan. Namun aku tidak bisa merasakan nikmat yang luar biasa itu. Hatiku telah tertutup kabut gelap.Ya Rabb, tunjukkan kuasa-Mu. Sesungguhnya Hamba lemah tanpa-Mu.


Cobaan seorang hamba akan terus mengalir deras, hingga ia dibiarkan berjalan di atas bumi dan tanpa kesalahan sedikitpun pada dirinya (HR Tirmidzi)

Rabu, 07 September 2011

Abiku Jago Masak Loh….


Siapa yang mengubah hatiku…
Siapa yang membuat kita satu…

Lagu “Pendekar Rajawali” berdering keras dari HP suamiku.


“Mas Setya … HP-nya bunyi tuh” ucapku seraya memberi HP yang bordering tadi ke suamiku.
Suamiku masih asyik menjemur pakaian.
“Sudah biar Adek yang jemurin”
“Engga usah” suamiku mengambil HP dari tanganku dan memberi isyarat bahwa aku tak boleh melanjutkan pekerjaannya menjemur pakaian.
Semenjak suamiku tahu aku hamil, dia melarang aku bekerja terlalu keras. Dari tadi usai sholat subuh, dia sudah sibuk mencuci pakaian. Sementara aku disuruhnya pergi belanja di gang sebelah rumah.


“Urusan kerjaan ya Mas?” tanyaku
Mas Setya memberikan HP-nya lagi padaku, “Hehe…iya, sibuk banget aku Dek minggu ini”
“Mana pernah Mas Setya tidak sibuk. Hari libur pun masih bantu Adek pekerjaan rumah”
“Kan Dek Elis enggak boleh capek. Kasihan Dedeknya”
Aku tersenyum pada suamiku, “Mbok ya dering HP-nya diganti”
“Aku suka lagu itu Dek. Loh bukannya Adek juga sering nyanyi lagu itu ya…”
“Iya sih Mas. Tapi itu bukan buat dering telepon.”
“Kan bagus Dek lagunya”
“Nih Dedeknya ngga suka Mas”
Mas Setya mencubit manja pipiku yang mulai menggembul, “Dedeknya apa Ibunya?”
“Hehe…”
“Oh ya sayurnya dipotong ya Dek, entar aku yang masak”
“Lah, kok malah Mas Setya yang masak sih”
“Dulu waktu di kontrakan kan aku yang masak.”
“Iya sih, tapi kan sekarang Mas Setya sudah punya isteri”
“Biar Adek nggak capek, kan kata dokter mesti jaga kesehatan”
“Wah kalau begini entar aku jadi manja dong”
“Engga apa-apa Adekku sayang”
Mas Setya kembali menjemur pakaian. Tampak kaos bagian belakang basah keringat.


Tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Setya Hamdani, lelaki yang berusia dua tahun diatasku. Cowok ganteng yang dari dulu kukagumi walaupun saat itu dia sudah tunangan. Dari sinilah aku percaya bahwa jodoh itu hak prerogative Allah.


Sebelum Mas Setya sempat ada lelaki yang sudah sangat dekat dengan kehidupanku. Lelaki itu sangat dekat denganku, namanya Ihsan Akbar Pratama. Cerita cinta antara aku dan Ihsan cukup panjang. Sejak SMA aku telah jatuh hati pada seorang Ihsan. Walaupun pada akhirnya kami satu kampus, karena berbeda jurusan membuat frekuensi aku dan Ihsan bertemu relative jarang. Bahkan bisa dibilang tidak pernah. Sampai akhirnya ketika dia bekerja di Tangerang, dan dia menemuiku di kosku di Jakarta Utara.


Terlalu sulit melupakan Mas Ihsan yang pada sudah berkenalan dengan kedua orangtuaku serta rekan kerjaku. Bagaimana tidak, aku yang sudah terlalu lama suka pada Mas Ihsan. Dan saat Mas Ihsan tidak mau membalas sms atau telponku itu cukup membuatku terluka. Biasanya Mas Ihsan selalu menghujaniku dengan sms, tiba-tiba saja dia menghilang. Bisa dibayangkan bagaimana perasaanku, sangat terluka.


Kabar terakhir yang kudengar dari rekan kerjanya bahwa dia pindah kerja. Yang menyakitkan lagi dia jadian dengan rekan kerjanya. Bagaimana tidak, baru sebulan dia menjauh dariku, tiba-tiba saja semua ini terjadi. Jujur, aku merasa sangat syok. Aku diduakan dan diabaikan begitu saja, sangat menyakitkan bagiku yang selama ini belum pernah menjalin kasih dengan pria manapun. Kedua orangtuakupun sempat marah dan menenangkan tangisku. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Mas Ihsan tidak pernah mengangkat telpon dariku dan tak mau membalas sms-ku. Terasa benar-benar menyakitkan.


Memang aku sempat sholat istikharah, padahal sebelumnya itu adalah ibadah yang paling aku takutkan. Usai sholat, aku bermimpi melihat Mas Ihsan yang hanya diam melihatku. Lalu tiba-tiba muncul paras Mas Setya, dengan sikapnya yang tidak pernah serius mengatakan sesuatu yang mengejutkanku. Sekejap semua berganti aku membaca Al Qur’an awalan juz 9. Aku membacanya cukup lama sampai akhirnya terbangun oleh adzan subuh. Usai sholat subuh, aku meneruskan bacaan Al Qur’an, aku terkejut melihat bahwa aku masih belum samapi juz 9 melainkan masih juz 7. Kubuka juz 9 disitu tertulis surat Al A’raf, tempat tertinggi. Dan aku tak tahu apa arti mimpiku itu.


Setya Hamdani, butuh waktu panjang untuk meyakinkan hatiku. Selama ini memang kami dekat secara fisik, namun tidak secara hati. Hal yang mengejutkanku adalah berita putusnya dia dengan tunangannya serta kepindahan keluarganya di Surabaya. Aku benar-benar tidak tahu apakah mungkin Mas Setya adalah jawaban atas istikharahku. Yang jelas sikapnya yang easy going membuatku bertanya-tanya “apakah mungkin?”


“Hayo…Adek melamun lagi?” goda Mas Setya.
“Iya, aku masih gak percaya Mas”
Mas Setya mengernyitkan dahi, “Nggak percaya apa Dek?”
“Enggak percaya kalau Mas Setya bisa jadi suamiku”
“Lah…pasti masih ingat mantanmu ya…”
Aku tersipu, “Aku sudah berusaha untuk melupakan Mas Ihsan”
“Jangan berusaha dilupakan, nanti malah enggak bisa lupa”
“Iya sih Mas…”
“Tapi apa istimewanya dia ya disbanding aku. Kan kata Adek aku lebih ganteng”
“Hmmm…mungkin karena dia terlalu lama hadir dalam kehidupanku. Ceritanya cukup panjang”
Mas Setya terlihat sok berpikir serius, “Aku dan tunanganku dulu juga ceritanya panjang”
“Mas…maafin aku ya…”
Mas Setya menggeleng.
“Lah…piye?”
“Engga mau maafin Adek kalau susu buat Dedeknya belum diminum”
“Iya deh…tapi dimaafin kan Mas”
“Bentar-bentar, mantanmu itu sekarang domisili di mana?”
“Jauh kok, tenang saja Mas…”
“Ya jelas tenang Dek, kan aku lebih ganteng daripada dia”
Aku pura-pura cemberut.


Mungkin jalan itu cukup berliku. Hubunganku dengan Mas Ihsan yang sudah lebih dari lima bulan tiba-tiba kandas. Sebenarnya hatiku masih merasa tidak enak, mengingat bagaimana dia menduakanku. Bagaimana dia mengecewakan kedua orangtuaku. Namun bukankah aku dan Mas Ihsan sudah saling memaafkan, seharusnya aku sudah melupakan semua itu. Entah apakah dia masih pacaran dengan wanita itu. Wanita yang kemudian ditinggal pindah kerja, aku tak pernah tahu. Memang awalnya susah untuk melupakannya, tanganku masih juga iseng mengiriminya sms. Hampir tiga bulan aku masih dalam kondisi yang sama, stress. Bersyukur karena ada seseorang yang selalu mengingatkan betapa berharganya aku. Dia selalu mengatakan aku wanita yang mandiri dengan ilmu agama yang mumpuni sebaiknya tidak berputus asa hanya karena seseorang yang tidak berani untuk berada di sampingku.


“Hmmm….aku cemburu loh Dek” goda Mas Setya.
“Emang kenapa mesti cemburu, kan Mas Setya ganteng”
Mas Setya memasang celemek di bajunya, “Dan aku cheff yang handal”
“Yup, you’re right”
“Jangan buat aku cemburu lagi ya Dek”
Aku tersenyum pada suamiku.

===
Jakarta, 5 September 2011

Sang Akhwat



Walau aku senyum bukan berarti
Aku selalu bahagia dalam hari
Ada yang tak ada di hati ini
Di jiwa ini hampa
Ku bertemu sang adam di simpang hidupku
Mungkin akan ada cerita cinta
Namun ada saja cobaan hidup
Seakan aku hina
Tuhan berikanlah aku cinta
Untuk temaniku dalam sepi
Tangkap aku dalam terang-Mu
Biarkanlah aku punya cinta
Tuhan berikanlah aku cinta
Aku juga berhak bahagia
Berikan restu dan halal-Mu
Tuhan beri aku cinta

Lirik lagu Ayushita, lagu Tuhan berikan aku cinta, OST ketika cinta bertasbih seolah berkumandang di telingaku.

Suara Ustadz Hasan terdengar begitu keras di ruangan pertemuan. Kulihat Ahmad sibuk memperhatikan penjelasan Ustadz Hasan tentang Manajemen Pribadi Islami. Salah satu cara untuk memanajemen diri kita adalah dengan melakukan rukun islam yang kedua yaitu sholat.

”Shalat sebagai bagian dari rukun Islam, sesungguhnya, bukan sekedar urusan pribadi seorang hamba dengan Tuhan, tetapi lebih merupakan ajaran bagaimana seseorang harus menjalani kehidupannya. Sedemikian, sehingga shalat bukan sekedar ibadah ritual yang diwajibkan melainkan tata cara dan perilaku hidup yang dibutuhkan” terang Ustadz Hasan.

Aku hampir tak habis pikir. Perkenalanku dengan sosok Ahmad adalah hal yang paling aku ingat. Karena saat itu aku sangat membenci sikapnya. Dia pribadi yang cuek dan sombong. Bagaimana aku merasa kesal ketika temanku mencomblangkan aku dengan Ahmad. Sosok dengan pribadi menyebalkan seperti itu mana bisa cocok denganku.

“Assalamu’alaykum Ustadz, saya mau bertanya. Jika sholat mampu mencegah kita dari perbuatan keji dan munkar lalu mengapa masih banyak orang yang melakukan sholat sekaligus melakukan tindakan-tindakan tercela?” Tanya Ahmad.
“Wa’alaykumsalam…Tidak hanya ketika mengerjakan shalat secara formal, yaitu melakukan ibadah yang diawali takbir dan diakhiri salam. Karena itulah, dalam perintah shalat Allah tidak menyatakan dengan lafat if`al al-shalat (kerjakan shalat), tetapi aqim al-shalat (tegakkan shalat). Lafat if`al cenderung hanya penegakan perintah pada kondisi tertentu dan formal sedang aqim mengandung tuntutan untuk dihayati dan diterapkan dalam seluruh tata kehidupan. Maksudnya, diluar pelaksanaan shalat yang formal, batin seseorang mesti juga tetap dalam kondisi shalat, merasa berhadapan dan diperhatikan Tuhan, sehingga tidak mungkin baginya untuk melakukan kejahatan, korupsi, kolusi, penipuan atau yang lain. Inilah makna firman Tuhan bahwa shalat akan mencegah manusia dari perbuatan jahat dan keji. Innasholata tanha anil fahsya’I wal munkar….” Jawab Ustadz Hasan.
“Jadi, mesti tertanam dalam hati kita bahwa Allah selalu bersama kita dan mengawasi segala hal yang kita lakukan?” Tanya Ahmad.
“Na’am (benar)….” Jawab Ustadz Hasan.
Ahmad tampak antusias dengan kajian ini. Entah mengapa ada kekhawatiran di hatiku. Aku benar-benar takut terluka.

Apa yang mestinya aku lakukan? Seolah waktu memaksaku terus berputar dalam simfoni kehidupan. Kembali aku sibuk dengan duniaku sendiri. Dunia yang tak tersentuh oleh siapapun. Dunia yang dianggap aneh oleh banyak orang. Dunia yang bisa membuatku tersenyum dan tertawa bahagia. Di dunia yang terbebas dari sedih serta airmata.
Terlalu benar jika saat ini aku lebih sering berada di duniaku ini, dunia yang tercipta karena aku menginginkannya. Dunia di mana segala mimpi dan harapan bisa terlihat nyata. Dan seharusnya tak ada yang bisa memasuki duniaku ini. Namun kehadiran Ahmad seakan membuatku lupa akan dunia yang seharusnya hanya ada diriku.

“Ren, hape kamu dering tuh…sms mungkin” kata Niswa membuyarkan lamunanku.
Kubaca message dari ponselku.
“Kenapa Ren?” Tanya Niswa dengan suara pelan melihat parasku pucat.
“Sms dari Mas Doni”
“Lelaki yang dari Surabaya itu?”
“Dan tinggal di Surabaya”
“Belum dikasih jawaban?”
“Belum….hehe”
“Wah kebangetan Ren…”
“Hehe…”
“Tanya apa dirinya?”
“Biasa…tanya kabar Jakarta. Apalagi jalan Martadinata habis rusak. Dia kan tahu aku sering pulang pergi Jakarta Utara Bekasi”
“Oh….terus?”
“Ya dah aku bales aja. I’m fine. How about you? Hehe..”
“Jangan memberi harapan kalau tidak mau”
“Ya….aku juga maunya seperti itu sih, tapi belum pas aja waktunya”
“Ya sudah….”
“Nis….menurut kamu Ahmad seperti apa?”
“Baik sih orangnya, tapi enggak tahu lagi. Kan kita jarang komunikasi sama dia”
“Haha….iya…”
“Kamu suka ya sama Ahmad?”
“Justru kebalikannya Nis”
“Masa’ kamu enggak lihat betapa antusiasnya dia mengikuti kajian tadi siang?”
“Lihat, memangnya kenapa? Toh bukan Cuma dia yang aktif bertanya”
“Enggak usah bohong Reni…”
“Memangnya kelihatan ya kalau aku mulai kagum sama dia?”
Niswa menatap sahabatnya, “Iya”
===

“Ya Rabb, jika memang Mas Ahmad bukan jodohku maka berikanlah petunjuk-Mu” doaku dalam hati

Saat ini memang aku sedang dalam masa pertimbangan akan lamaran Doni, anak kedua dari tiga bersaudara. Doni tinggal di Surabaya, kota di mana aku berasal. Sebenarnya sama sekali aku tak ada hati untuknya. Namun mengingat pengorbanan dia untuk menemuiku saat camp pra-magang membuatku sedikit ragu untuk menolaknya.

Doni memang bisa dibilang tampan. Warna kulitnya putih dan dia adalah anak orang kaya di kampungku. Bapaknya merupakan salah satu dari pengurus utama Masjid Bustanul Huda, masjid terbesar di kampungku. Tentu saja akan menjadi pertimbangan yang sangat berat untuk bisa menolaknya. Namun hatiku sama sekali tidak ada perasaan pada lelaki yang berbeda usia dua tahun dariku. Mungkin karena sikapnya yang menurutku masih belum dewasa.

“Reni…” panggil Niswa membubarkan lamunanku.
“Kenapa Nis, sepertinya ada masalah yang serius?” tanyaku
“Udah denger gossip tentang Ahmad?”
“Gosip apa?”
“Dia sedang proses ta’aruf”
“Alhamdulillah”
“Lah..???”
“Berarti doaku sudah terjawab. Mas Ahmad bukan untuk Reni”
“Kan ta’aruf itu masih sekedar kenalan, belum tentu mereka jadi menikah”
“Ya semoga mereka mendapat kecocokan dan segera menikah”
“Payah kamu Ren, gak ada perjuangannya”
“Hehe..”
===

Selama ini memang aku tidak pernah memiliki pacar. Aku hanya ingin suamiku adalah lelaki yang kucintai selain Nabi Muhammad. Tentu saja bukannya aku sok suci, aku juga belum pantas disebut akhwat. Sebenarnya aku sedang mencari sosok imam dalam hidupku, namun aku masih takut menjalani proses ta’aruf.

Ya Rabb, selalu tunjukkan langkah untukku
Agar aku tak pernah beralih dari jalan-Mu
Aku hanya ingin bahagia atas cinta dan ridho-Mu

Ya Rabb, kirimkan imam terbaik untukku
Sosok yang sangat mencintai-Mu
Suami terbaik untukku
Ayah terbaik untuk anak-anakku

Ya Rabb, berikanlah yang terbaik untukku
Amin ….


Dan minta pertolonganlah pada Allah dalam sabar dan solat. Sesungguhnya hal itu sulit kecuali bagi orang-orang yang khusyuk (Al Baqarah : 45)
===

Tangerang, Agustus 2011

Surat untuk Mas Agung


Assalamu’alaikum wr. Wb


Semoga Mas Agung selalu dirahmati Allah. Saat ini mungkin Mas Agung sudah merasa nyaman berada di kota Bandung. Meski ada sedikit penyesuaian di tempat kerja yang baru. Karena setahuku ada masa magang di sana. Mungkin Mas harus memulai karir kembali dari titik awal. Semoga diberi Allah kelancaran dan kelapangan dalam pekerjaan.


Sungguh merupakan kabar mengejutkan bagiku. Otakku masih belum bisa menerima kenyataan yang ada. Walaupun dari awal aku dekat dengan Mas sudah ada pikiran. Bagaimana jika suatu nanti Mas pergi dariku? Padahal selama ini tak ada satu haripun kulewatkan tanpa kehadiranmu.


Awal Februari, aku menemukanmu. Dan kedekatan kita mulai terasa akhir Maret. Aku masih ingat jelas saat itu aku sedang training manajemen proyek dan saat itu segala pekerjaan proyekku selesai. Lebih dari 6 bulan aku menangani proyek di Muara Tawar dan saatnya kini posisiku tergantikan oleh rendal baru dari Muara Karang. Sebenarnya aku masih suka bekerja di Muara Tawar, suasana pedesaan yang sangat kentara menyejukkan pikiranku. Namun entah mengapa aku dipindahkan ke Muara Karang di Jakarta yang terasa panasnya.


Dan semua terasa indah ketika memasuki bulan April. Setiap kali aku menantikan sapaan sms darimu. Sekitar pukul 20.00-21.00 WIB Mas selalu mengirimkan sms untukku. Walaupun hanya bercerita tentang aktivitas seharian namun rasanya aku sangat bahagia. Hatiku terasa tenang saat Mas hadir dalam kehidupanku. Apalagi aku tahu kalau Mas tinggal dan bekerja di Tangerang. Entah mengapa aku jatuh cinta pada kota yang masih terlalu sepi itu. Bahkan aku juga berencana akan tinggal di sana.


Memasuki bulan Mei, aku bahkan membuka hatiku untuk kehadiranmu. Aku selalu berdoa pada Allah agar melindungimu. Mas juga menemuiku di tempat kos Jakarta Utara. Tatapan yang selama ini kurindukan kini mampu kulihat kembali. Mungkin terlihat cukup konyol karena sebenarnya aku suka Mas sejak masih duduk di bangku SMA.


Hubungan ini mulai terasa kental saat Mas bersedia datang di syukuran rumah Cipondhoh. Mas berbincang dengan kedua orangtuaku. Kuyakinkan dalam hatiku memang Mas tercipta untukku. Dan semua memuncak ketika kita mengahadiri resepsi pernikahan putri rekan kerjaku dan saat melewati keindahan kali Cisadane. Sampai saat ini aku masih belum melihat hasil foto kita berdua dengan background kali Cisadane itu.


Entah apa yang telah Allah tulis untukku. Hampir tiap sujud aku menangis. Sebulan setelah Mas menemaniku, tiba-tiba Mas menghilang. Tidak pernah mengangkat telponku bahkan tidak membalas smsku. Walaupun aku masih positive thinking, Mas Agung sibuk. Bukankah dari dulu Mas Agung sering lembur.


Aku masih tak mengerti apa yang Mas pikirkan. Mungkin bermaksud untuk tidak menyakiti hatiku. Kenyataannya Mas malah mengoyak seluruh jiwaku. Menjatuhkan aku dalam luka yang dalam. Aku, yang mulai berani membuka hati ternyata disakiti. Berulang kali kutanya pada Mas Agung apa yang tengah terjadi dan Mas Agung selalu mengatakan tidak ada apa-apa. Tahukah Mas, hatiku mengatakan ada sesuatu yang terjadi padamu. Lamban laun aku menemukannya. Kehadiran wanita itu membuatku menangis. Meskipun hatiku yakin Mas akan kembali lagi padaku.


Juli yang kulewati dengan sepi. Aku hampir tidak dapat menguasai emosiku sendiri. Buncahan kegelisahan yang terus memuncak. Akhirnya kuberanikan diri untuk bertanya siapakah wanita itu dan Mas hanya terdiam. Sungguh ini sangat melukaiku.


Pernah aku minta izin pada Manajer Proyekku untuk pergi ke Bandung dan dia bertanya apakah aku akan menemui Mas Agung di sana. Kujawab bahwa Mas Agung kerja di Tangerang. Mas tentunya masih ingat kan rekan kerjaku yang kita jumpai saat resepsi pernikahan sebulan lalu. Pernah juga Manajer Proyekku bertanya kapan aku akan menikah. Kujawab masih belum tahu. Entah mengapa tiba-tiba dia bilang apakah aku jauh dari Mas Agung. Kukatakan aku tidak mau jauh dari Mas Agung. Tapi rasanya hatiku begitu sakit. Masih ingat saat aku menulis sms tentang gelas pecah yang mengenai tanganku? Aku rasa itu juga pertanda. Hatiku sangat gelisah dan terluka.


Aku masih menyimpan harapan untuk recovery semuanya. Namun justru ini meluluhlantakkan pertahananku. Benar-benar terluka. Sikap Mas yang makin dingin dan aku tak mengerti apa yang mesti kulakukan. Aku sudah menyerah. Berulang kali kedua orangtuaku mencoba menenangkanku. Walaupun aku mencoba untuk tegar, semua masih tercium oleh kedua orangtuaku. Bahkan Bapak sempat menangisiku. Bapak menyarankan agar aku kost saja dan rumah itu ditinggalkan. Padahal bukan karena itu aku sedih. Lalu, apa yang bisa kulakukan saat orang yang paling aku cintai terluka? Namun kenyataannya aku malah terdiam.


Awal September baru aku menemukan titik terang. Ketika Mas Agung pindah kerja dari Tangerang ke Bandung. Ternyata sejak awal Juli Mas sibuk melamar pekerjaan. Memang pekerjaan Mas saat ini termasuk BUMN, bukan swasta seperti pekerjaan di Tangerang. Namun yang paling aku sesalkan mengapa Mas Agung tidak menceritakan apa yang sebenarnya tengah terjadi. Yang paling menyakitkan dari itu semua adalah kehadiran wanita itu. Entah mengapa setiap kali aku menatap wanita berjilbab seakan aku melihat wanita itu. Rasanya sakit sekali, Mas.


Bagaimana aku bisa melupakan Mas Agung? Ketika aku masuk rumah, bayangan Mas terlihat begitu nyata. Mungkin karena aku telah berpikir Mas adalah jodoh yang Allah berikan padaku jadi semua ini terasa begitu menyakitkan.


Saat aku menulis surat ini, aku berharap hatiku dapat ridho atas keputusan Mas Agung. Termasuk keputusan Mas untuk menentukan pasangan hidup. Aku hanya berdoa semoga Allah memberiku penggantimu Mas. Aku benar-benar merasa segalanya tidak bersahabat. Merasa dijauhi, merasa terasing, merasa jatuh dan terluka. Aku mencoba menetralkan suasana dengan menulis sms pada Mas, tapi tetap saja tidak dibalas.


Insya Allah saya ridho dengan semua keputusan Mas. Mohon maaf atas kesalahanku selama ini. Semoga masing-masing kita menemukan jalan yang terbaik. Amin…


Dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkanku (QS As Syu’ara : 80)


Jakarta, 6 September 2011

Kamis, 18 Agustus 2011

Aku dan Mas Agung


Aku sama sekali tidak tahu apa yang kini tengah Mas rasakan. Aku sungguh merindukan kehadiranmu. Apakah salah jika ternyata hatiku telah memilihmu. Apakah salah jika ternyata aku tak bisa melupakanmu. Biasanya tiap malam Mas menanyakan kabarku, menanyakan apa saja yang telah kulakukan seharian. Tapi saat ini Mas tiba-tiba menghilang. Aku tak tahu apa yang Mas pikirkan. Apakah telah ada wanita lain didekat Mas?

Mas, selama delapan tahun sejak pertemuan kita. Jujur aku masih sangat menyayangimu. Meski aku kerap meninggalkanmu, namun hatiku telah berjanji suatu saat nanti akan menemanimu. Mungkin janji ini hanya terucap dalam hati. Saat itu aku tak bisa mengatakan betapa aku sangat ingin mendampingimu. Mungkin mataku telah terpancar rasa sayangku, hingga mereka yang mampu meyakinkan, aku tak bisa tanpamu.

Mas Agung, jangan pernah meninggalkanku. Berulang kali kita telah berpisah Mas. Aku kerap menangis, aku sangat merindukanmu.

1 Desember 2003
Awal pertemuan denganmu. Mas menyapaku. Aku sudah menyembunyikan identitasku sebagai siswi SMA terfavorit di Surabaya, namun Mas masih mengenaliku sebagai salah satu siswi akselerasi. Saat itu aku sangat mengagumi cara Mas menatapku. Mungkin hatiku sebenarnya telah jatuh hati saat pertama bertemu denganmu. Namun logikaku menolak akan adanya rasa suka yang timbul saat pertama bertemu. Love at the first sight is impossible, right?

15 April 2004
Aku memegang kertas ulangan Fisika kelas IPA 1. Entah mengapa justru yang kupegang adalah kertas ulangan Mas Agung. Saat itu aku baru tahu nama lengkap Mas Agung. Sikap cuek Mas Agung terkadang membuatku kesal, namun Mas Agung belum juga menyadarinya.

8 Juni 2004
Sewaktu pulang bimbel, aku melihat Mas Agung berboncengan dengan cewek SMAN 2. Jujur saja, ada rasa cemburu di dalam hatiku. Wanita itu berjilbab dan sikapnya memang sangat ramah. Tapi tak tahukah Mas, aku benar-benar resah melihatmu bersamanya. Saat aku berbincang dengan wanita itu ternyata dia juga pernah jalan bareng sama kakak kelasku. Apa Mas Agung tidak tahu itu? Bukankah lebih baik jika Mas Agung percayakan putra-putrinya Mas lahir dari wanita yang cerdas, yang bisa mendidik putra-putrimu menjadi orang yang cerdas pula. Mengapa mesti wanita SMAN 2 jika ada wanita SMAN 5?


30 Juni 2004

Tak terasa kebersamaan kita harus berakhir juga. Setiap hari selasa dan jum’at kita bertemu di lembaga bimbingan belajar tak jauh dari sekolah. Aku dan Mas Agung sangat kompak. Meskipun tidak pernah duduk bersebelahan, namun kita selalu memiliki jawaban yang saling menguatkan, terutama saat tentor biologi menjawab soal dengan jawaban yang salah. Ingatkah Mas, bahwa kita sangat menyukai biologi. Sempat aku berpikir mungkin kita memang cocok untuk melanjutkan sekolah di bidang kedokteran.

Untuk fisika Mas memang lebih jago dalam bidang mekanika. Sementara aku sama sekali tidak bisa mekanika. Gerak para bola, keseimbangan, momentum atau apapun itu, Mas-lah tempatku bertanya. Pernah suatu ketika Mas menanyakan soal tentang listrik. Aku tak yakin bisa menjawabnya. Namun Mas malah marah dan menyuruhku untuk melihat soalnya dulu baru bilang bisa atau tidak bisa. Menyerah, kulihat soal itu. Aku masih ingat betul itu soal dari buku Bob Foster yang sebenarnya sudah ada jawabannya hanya saja tidak ditulis caranya. Ternyata aku bisa menjawabnya. Mas tersenyum dan hanya bilang “tuh kan bisa”, Mas menutup buku dan tanpa peduli jawaban yang sudah kutulis dalam secarik kertas. Rasanya itu pelajaran berharga dalam hidupku. Terkadang aku merasa tidak mampu namun sebenarnya aku bisa, dan orang lain bisa melihat itu semua. Terima kasih Mas Agung.

Hari pendaftaran SPMB, Mas sempat menawarkan aku untuk ikut SPMB. Padahal Mas tahu aku sudah diterima di jurusan Teknik Mesin ITS. Mas Agung ingin sekali aku satu jurusan dengan Mas. Biar bisa ngerjakan TA bareng, katamu. Saat itulah dengan tidak sengaja aku berjanji akan menemanimu tapi bukan saat ini. Kau kecewa, aku juga kecewa. Entah mengapa hatiku tak bisa melepasmu. Saat itu malah aku ingin menjadi pacarmu, suatu hal bodoh yang pernah aku pikirkan.

Harusnya dulu aku jujur padamu, Mas. Sebenarnya aku juga merasa enggan untuk meneruskan kuliah di jurusan teknik Mesin. Mas sendiri tahu bagaimana kemampuanku di bidang mekanika, NOL BESAR. Rasanya aku ingin menangis. Tapi itulah satu-satunya harapan agar aku bisa meneruskan sekolah. Aku bukan dari golongan orang kaya, Mas.

Januari 2005
Mas Agung … lama sudah aku tidak bertemu dan mataku seakan tak percaya melihatmu berada di depanku. Saat itu, kita bertemu di Bursa Mesin. Mas Agung mau fotokopi beberapa lembar kertas. Mas Agung menanyakan kabarku. Mas Agung juga tanya mungkin aku mau pindah jurusan. Aku benar-benar tak tahu apa yang mas pikirkan saat itu. Apa Mas masih berharap aku berada selalu di samping Mas?

Saat itu aku menjawab, aku sudah kerasan berada di jurusan teknik Mesin. Lagipula IPK-ku masih di atas tiga. Mas tersenyum dan beranjak pergi dariku. Ingin rasanya aku mengejarmu, ingin rasanya aku jujur mengapa aku mesti mengorbankan diri untuk bersekolah di juurusan yang aku sama sekali tidak ada minat. Ini terpaksa, Mas. Ini sama sekali bukanlah mimpiku.

Sejak saat itu aku hanya mengetahui kabar tentang Mas lewat cerita beberapa teman Elektro. Aku merindukan Mas Agung, aku merindukan kebersamaan kita. Sebenarnya bahkan aku memiliki nomer ponselmu, yang saat itu sama denganku memakai operator starone. Namun jangankan telpon, sms saja aku tidak berani. Mas sempat mencalonkan diri menjadi kahima. Saat itu aku hanya berdoa semoga Mas Agung mendapat yang terbaik. Andai saja bisa kukatakan pada semua orang, betapa hebatnya lelaki yang kukagumi ini. Ternyata aku memang benar-benar tidak bisa melupakanmu.

5 Agustus 2005
Kupikir jika kampus kita berdekatan kita masih sering bertemu, ternyata aku salah. aku dan Mas Agung makin jauh. Aku benar-benar sedih Mas.

2 Juni 2007
Bulan Mei kemarin Mas Agung mengikuti pemilihan calon Kahima Elektro. Aku mendoakan semoga Mas Agung mendapatkan yang terbaik dari-Nya. Aku tahu Mas Agung cerdas dan bisa membagi waktu antara kuliah dan organisasi. Namun Mas Agung belum terpilih menjadi Kahima. Pastinya Allah punya rencana yang lebih baik untuk Mas Agung. Walaupun begitu aku tetap bangga akan Mas Agung. Can you see how great this man?


Februari 2009

Sudah saatnya aku beranjak pergi dari kampus. Aku telah membuang waktu satu semester untuk menyelesaikan TA-ku. Aku tahu saat itu Mas sedang sibuk persiapan membuat TA. Aku mendengar cerita teman Elektro bahwa TA Mas Agung lumayan berat.

Tak disangka aku bertemu dengan Mas Agung. Kali ini kita bertemu di Bursa Elektro. Mas menatapku membawa berkas kelengkapan wisuda, memberikan selamat padaku. “Adek sih enggak mau nemani aku kuliah di Elektro, TA-ku belum kelar ini” kata Mas Agung. Seandainya Mas tahu betapa lukanya hatiku saat itu. Aku benar-benar masih berharap bisa mendampingimu, namun aku tak tahu harus berkata dan berbuat apa.

Februari 2011
Aku mengetik nama Mas Agung di kolom pencarian facebook. I’ve found you, and I still can’t believe. Mas Agung tinggal di Tangerang. Bukankah dulu kita sama-sama membenci Jakarta. Aku sangat senang, perasaanku sangat tenang. Walaupun sebenarnya pada bulan Januari kemarin aku sempat terpukul atas batalnya acara ta’arufku.

6 Februari 2011
Aku sengaja minta nomer ponsel Mas Agung. Karena kupikir tak mungkin Mas Agung masih menggunakan nomer starone. Padahal aku juga masih menyimpan nomer Mas Agung yang starone. Lewat message facebook Mas memberikan nomer ponsel yang baru dan Alhamdulillah ternyata kita satu operator yaitu IM3
Aku masih sibuk mengurus pembelian rumah. Ketika Mas Agung hadir di tiap malamku lewat sapaan sms. Tahukah, Mas-lah yang menguatkan aku ketika aku rapuh. Mas yang membuatku tersenyum ketika aku menangis. Alasan mengapa aku membeli rumah, karena jika aku pulang ke Surabaya paling lama hanya beberapa hari. Jika aku memiliki rumah di daerah sekitar Jakarta maka aku bisa membawa orangtuaku berlibur dan bisa bertemu mereka lebih lama. Jadi sama sekali tidak ada kepentingan untuk bersikap sok jagoan di hadapan kaum Adam.

April 2011
Aku begitu terkejut melihat perhatianmu padaku Mas. Awalnya kupikir tidaklah mungkin Mas Agung bisa ada hati untuk wanita sepertiku. Mungkin perkiraanku salah. Kenyataannya hatiku makin tenang saat Mas ada. Mas mengatakan akan libur ke Surabaya tanggal 22, 23 dan 24 april dan bertanya padaku apa aku akan pulang juga. Kukatakan aku belum bisa pulang, masih ada urusan di Jakarta yang perlu dibereskan. Aku masih merahasiakan tentang pembelian rumah di daerah cipondoh makmur.

Ternyata tanggal 15 April aku ada acara di kantor pusat. Ada rapat pra alokasi energy yang mesti kuhadiri. Biasanya ada dua orang yang dikirim ke rapat seperti ini, namun kali ini aku mesti jalan sendiri. Perusahaan tempatku berkerja sedang melakukan penghematan sppd. Apapun itu, aku tetap senang bisa sambang ke rumah Surabaya. Bukankah sudah lama aku nantikan. Setelah lebih dari tiga bulan kesempatanku untuk dinas ke Surabaya gagal. Akupun mengatakan kepadamu perihal dinas luarku yang mendadak ini.

Sesampai di bandara Juanda kunyalakan HP dan sms yang pertama muncul adalah darimu. Seandainya Mas Agung bisa melihat betapa sumringah parasku. Aku sangat bahagia, Mas. Semua perhatianmu, semua rasa pedulimu membuat aku merasa sangat berharga. Aku tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Tahukah Mas, aku tak pernah memiliki kisah cinta sebelumnya. Mungkin aku terlalu takut untuk terluka. Tapi kenyataannya aku malah ingin selalu Mas Agung ada dalam hidupku.

22 April 2011
Mas Agung pulang ke Surabaya sementara aku dan temanku dari Gresik asyik berjalan-jalan di Ragunan. Itu pertama kalinya aku ke Ragunan, ternyata kebun binatang itu jauh lebih baik daripada kebun binatang di Surabaya. Aku sempat menanyakan apa Mas Agung sudah sampai di Surabaya. Namun Mas menjawab pesawatnya delay selama 3 jam dari jadwal awal yaitu jam 08.00 WIB. Well, I can’t far from you, right?

Mei 2011

Setiap malam aku kerap menunggu sms dari Mas Agung. Sambil membaca Al Qur’an di pojok kamar kosku, sesekali aku melirik layar monitorku. Biasanya sekitar pukul 20.00-21.00 WIB sms darimu datang. Walaupun hanya sekedar bertanya “pa kabar?” atau “halo” namun itu cukup membuatku bersemangat. Mas, apa aku telah jatuh hati padamu. Seraya seluruh alam memandangku dengan tatapan aneh, ya…aku telah menaruh hati atas setiap perhatianmu.

16 Mei 2011
Aku masih menonton TV di ruang keluarga. Ketika sms dari Mas menghampiri Hp-ku. Kulihat jam terima sms tersebut 17:01 WIB. Tidak biasanya Mas Agung mengirim sms jam segitu. Dan yang paling membuat aku terkejut adalah isi sms tersebut
Kalau ak maen k kosmu jg g bisa
Serius? Tanyaku dalam hati. Bagaimana aku tidak bahagia Mas. Selama ini kita hanya salaing bertukar sms dan saat ini Mas ingin bertemu denganku. Aku mungkin sudah tidak seperti dulu lagi Mas. Berat badanku terus bertambah. Jantungku berdegup kencang. Namun kucoba netralkan suasana hatiku.
Emg berani maen ke Jkt? Ntar nyasar loh…
Lama tak ada jawaban darimu. wah, bisa jadi Mas Agung marah. Mas Agung kurang begitu bisa dicandain.
Kalo g mau ngasi tau ya gpp. Thx
Bener deh, Mas Agung marah padaku. Entah mengapa aku bisa membayangkan parasmu saat agak marah dan ada rasa takut dalam hatiku. Akhirnya kubalas dengan memberikan alamat dan jalan menuju tempat kosku di Jakarta Utara.
Ntar kl aku nyasar jemput ya
Aku tertawa kecil melihat sms balasan darimu. Dan besok mungkin adalah hari pertama aku bertemu dengan Mas Agung setelah lebih dari dua tahun tidak berjumpa. Bukankah terakhir kita bertemu pada saat aku akan diwisuda, sekita Maret 2009.

17 Mei 2011
Waktu terasa begitu lambat bagiku. Menunggu sms kepastian kedatangan dari Mas Agung. Pagi ini sengaja aku menuju ke pasar tradisional di Muara Angke untuk membeli kue. Mas tentunya masih ingat aku pernah janji akan memberi kue saat Mas menderita sakit typhus akhir bulan April lalu. Nah ini saatnya aku menepati janjiku. Aku membeli 3 kue ukuran besar. Kue pertama aku berikan pada teman kerjaku yang tinggal di pasar Muara Angke. Rumahnya kecil, namun isteri dan anaknya terlihat sangat tenang tinggal di dalamnya. Aku jadi trenyuh melihatnya. Teman kerjaku tadi hanya karyawan koperasi, dengan gaji yang menurutku belum layak. Namun temanku tadi punya semangat hidup yang tinggi. Dia bangga dengan rumahnya yang walaupun kecil tapi tidak ngontrak. Subhanallah.

Kue yang kedua untuk keluarga ibu kost. Tahukah Mas, mereka mengira itu hari ulangtahunku. Padahal kan aku ultah bulan Januari. Mas Agung tentunya ingat karena Mas sempat menulis met ultah di wall facebook-ku. Sebenarnya aku ingin membalas ucapan selamat itu, namun aku sudah lama tidak menulis status atau komentar pada facebookku, jadi kubiarkan begitu saja. Tapi satu kalimat itu saja cukup membuatku merasa senang.

Hingga pukul 08.00 WIB tidak ada kabar tentangmu. Entah mengapa aku takut Mas Agung tidak bisa datang. Bukankah Mas Agung sangat banyak pekerjaan di kantor. Kucoba beranikan diri menanyakan apa Mas Agung jadi ke Jakarta. Mas menjawab sekitar pukul 10.00 WIB Mas Agung berangkat dari rumah. Sempat hatiku bertanya apakah kiranya yang membuat Mas Agung mengundurkan waktu pertemuan kita. Atau mungkin malah aku yang sebenarnya tidak sabar menunggu bertemu denganmu, Mas.

Sekitar pukul 12.00 WIB aku menuju halte busway pluit. Aku tahu Mas Agung sedang berada di mal Pluit. Bergegas aku menuju ke dalam mal. Suasana mal yang dingin ternyata tidak mampu menenangkanku. Hatiku bertanya-tanya seperti apakah pertemuan ini nantinya. Aku benar-benar tak bisa mengendalikan diriku. Buncahan bahagia jelas akan terlihat dari parasku, apalagi mataku yang tak pernah bisa berdusta.

Aku melihat Mas turun dari tangga lift. Sejenak kualihkan pandanganku ke tempat yang lain. Aku tak mau terlihat sangat amat bahagia di depanmu. Aku malu, Mas. Dan bahkan sampai detik itu aku tak tahu apa yang akan kulakukan atau yang akan kutanyakan padamu. Ini pertama kalinya aku janji bertemu laki-laki yang bukan muhrimku. Hanya saja aku percaya kau orang yang amanah, jadi tidak ada satu kekhawatiranku padamu.

Kita berjalan. Ya berjalan, bukannya naik bajaj. Padahal aku tahu jarak antara mal pluit dan kos cukup jauh. Tapi aku masih tak mau duduk berdua denganmu. Aku mengajakmu berjalan menyusuri perumahan menuju tempat kerjaku. Sampai di tempat penjual siomay aku berhenti sejenak. Kutawari Mas makan siomay, Mas mengangguk dan saat itu Mas mentraktirku. Saat itu memang aku belum makan dari pagi. Rasanya tidak lapar, keterlaluan ya Mas… mungkin suasana hati yang senang membuat enzim di lambungku bekerja tak seperti biasanya.

Mas mengeluh tentang teriknya matahari siang di Jakarta. Kubilang manja banget. Mas hanya tersenyum menatapku. Kuperlihatkan kantorku yang berjejer cerobong. Kita berjalan menuju kosku. Dalam perjalanan kita mampir di Masjid raudhatul Jannah. Biasanya masjid itu sepi tapi entah ada kunjungan darimana sehingga masjid itu ramai sekali. Kita menunaikan solat dhuhur munfarid, karena sudah lewat dari jamaah.

Sesampainya di tempat kos. Aku sama sekali tidak berani menyuruh Mas Agung masuk rumah. Kondisi saat itu di rumah hanya ada ibu kos dan anak putrinya. Sementara anaknya yang laki-laki sedang ke luar rumah. Mohon maaf, menyuruh Mas duduk di beranda. Malahan Mas Agung memilih duduk di lantai. Aku jadi tidak enak hati. Saat itu Mas ceritakan pekerjaan Mas sambil makan siomay.

Tak berapa lama ibu kos menegurku dan menyuruh Mas masuk ke rumah. Akhirnya kita berbincang di ruang tamu. Leluasa aku melihat Mas bercerita. Serasa mengingatkanku akan beberapa tahun lalu. Di mana aku dan Mas saling berdiskusi pelajaran di lembaga bimbingan belajar.

Dua jam, namun semua terasa singkat … Mas Agung akhirnya mohon diri untuk pulang. Setelah mohon diri dari ibu kos, aku mengantar Mas sampai jalan raya dan memberhentikan sebuah bajaj. Satu hal yang tidak aku lupa saat kita berjalan meninggalkan rumah kos. Satu hal yang sering membuatku tersenyum sendiri saat mengingatnya.
“Coba tebak kemaren aku pulang kerja jam berapa?” kata Mas Agung
“Jam sebelas malam” jawabku asal saja
Mas Agung tersenyum dan mengatakan bahwa Mas baru pulang kerja tadi pagi jam delapan.

21 Mei 2011
Supervisor rendalku berbaik hati memberiku tiket pulang ke Surabaya untuk menghadiri pernikahan rekan kerjaku. Sebenarnya akhir bulan ini aku sudah ada rencana untuk menempati rumah di cipondoh. Setelah sekian lama pengurusan surat di notaris, akhirnya surat-surat tersebut sudah resmi balik nama.

No day without you … mungkin itu kalimat untukku yang benar-benar sudah kecanduan untuk selalu ber-sms-an dengan Mas Agung. Mas sempat tanya aku naik apa ke Mojokerto. Kujawab aku akan dijemput general manajerku untuk sama-sama menuju tempat resepsi. Benar-benar rezeki, karena sehari sebelumnya aku merasakan naik mobil berplat UJA (cita-citaku untuk naik mobil punya GM) lalu GM-ku menawari untuk pergi ke nikahan rekan kerjaku bersama dia.

Sepanjang perjalanan dari Mojokerto ke Surabaya aku mengirim sms untuk Mas Agung. Kulihat jam di ponselku menunjukkan pukul 21.00 WIB
Siapa yang nikah? Belum tidur?
Kujelaskan pada Mas Agung bahwa yang menikah adalah kakak dari Rossi, teman kuliah Mas Agung. Mas juga sempat bertanya apakah aku makan banyak di resepsi. Mas Agung mengingatkan aku akan diet yang kujalani selama ini. Kutanya mengapa sampai malam Mas agung belum tidur.
Gara2 km sms-an
Tapi akhirnya Mas Agung ngaku juga kalau sedang main game. Entah mengapa Mas Agung tidak merasa capek padahal seharian ini Mas kerja.

22 Mei 2011
Hari ini balik ya? Tadi malem rame?
Uda nyobain apa saja di resepsinya?
Ada apa saja? critain dong

Kulihat message tersebut diterima pukul 11.08 WIB. Kukatakan pada Mas bahwa aku balik ke Jakarta naik kereta, dan kereta Anggrek baru berangkat dari stasiun pasar Turi pukul 20.00WIB.

25 Mei 2011
Aku memberitahukan pada Mas Agung bahwa aku akan pindah ke Cipondoh Tangerang. Mungkin Mas Agung lupa saat berkunjung ke kosku beberapa hari yang lalu aku mengatakan akan pindah dari kos.
Bukannya malah lbh jauh dari tempat kerja?

Sebenarnya aku dapat amanah dari ibu untuk mengundang Mas Agung datang ke syukuran rumah di Cipondoh, namun aku belum punya kata-kata yang tepat untuk mengundang Mas. Apalagi sampai bertemu dengan kedua orangtuaku. Justru yang tidak siap atas pertemuan ini adalah aku. Ibu sangat ingin tahu tentang Mas Agung. Bahkan sewaktu di Surabaya, aku sempat menunjukkan album foto SMA di mana ada Mas Agung di sana.

Sore ini Ibu dan Bapakku datang dari Surabaya. Karena aku masih menginap di kos maka aku serahkan tugas jemput ke saudaraku yang rumahnya tak jauh dari Bandara Soekarno-Hatta. Wah rasanya tak sabar bertemu kedua orangtuaku, padahal baru tiga hari lalu aku pulang dari Surabaya.

26 Mei 2011
Kucoba sms Mas Agung memberitahu secara perlahan acara syukuran rumah. Awalnya aku mau merahasiakannya. Namun aku berpikir, takkan ada bedanya jika diberitahukan saat ini atau nanti.
Nggak da lembur, woi ada acara apa? Lamaran ya?
Aku tertawa kecil melihat reaksi berlebihan dari seorang Mas Agung. Dulu sewaktu aku nanya angkot menuju Kisamaun Tangerang dibilang mau ta’aruf.
Syukuran apa nih? Rumah baru ya? Klo eka ga bilang aku ga dateng wes
Akhirnya kubuat perjanjian, jika aku memberi tahu Mas Agung even apa, dia janji harus datang.
Ak usahain ya, alamatnya?

Seandainya saja Mas Agung tahu apa yang paling membuatku gelisah. Aku sudah mendapat pelukan dari ibu, sesuatu yang sangat menenangkanku. Aku sudah melihat senyum bapakku. Nampak lelah karena setengah hari membersihkan rumah. Aku benar-benar keterlaluan, rumah masih dalam kondisi kotor tapi aku malah asyik bekerja.

Oh ya, aku gelisah karena aku tak tahu apa yang akan terjadi saat Mas Agung hadir diantara keluargaku. Acara syukuran berjalan lancar. Surat Yaasin dan Al Waqi’ah pun dibacakan oleh ibu-ibu pengajian. Alhamdulillah, kedua surat itu aku pun hafal. Aku merasakan pandangan dari ibu-ibu kepadaku. Aku jadi merasa malu.

Usai pengajian, aku malah merasa gelisah campur bahagia. Aku gelisah karena takut reaksi bapak yang tidak bersahabat. Aku senang karena akan bertemu Mas Agung. Pukul 19.56 WIB sebuah message tertera di layar HP-ku.
Ak brgkt k rmhmu ya

27 Mei 2011
Assalamualaikum. Gmn kabar? Terimakasih ya bungkusannya kmrn. Sesuai pesan uda kukasi ke teman2 kos paginya. Weekend ngajak bapak ibu ke mana?
Habis ngobrol ama ortumu, ak jd ingat bapak ibu di rumah. Hiks2x…jadi pingin pulang ktm mereka


Hampir setiap jam kudengar semangat bapak mengulang kembali pembicaraan dengan Mas Agung tadi malam. Baru kali ini dia terlihat sangat senang sekali. Entah mengapa dia tidak antagonis atas kehadiran Mas dalam kehidupanku. Ibu terlihat sangat menyukai Mas Agung. Satu kekhawatiran dalam hatiku, aku takut membuat mereka kecewa. Andai saja bisa kukatakan pada Mas Agung seberapa sayangnya mereka pada Mas. Seandainya saja mampu kukatakan pada Mas Agung seberapa besar harapan mereka atas diri Mas.

Satu hal yang Mas tidak sadari. Saat kita sama-sama membenci Jakarta, namun ternyata kita dipertemukan di Jakarta. Tentunya ini bukanlah suatu kebetulan. Semua rahasia ini sudah ditetapkan Allah dalam Lauhul Mahfudznya. Pasti ada hikmah di balik setiap kejadian ini.

29 Mei 2011
Emg uda beli TV ya?
Mas, ternyata aku memang tidak bisa meluangkan satu haripun tanpa kehadiranmu.
D rmh baru masaknya gmn? Trus ibu bapak makannya gmn?
Kujawab masih beli lauk di luar rumah. Belum ada kompor di rumah. Lalu aku minta belikan Mas Agung kompor.
Maunya? Mosok beli rumah bisa, bl mio bisa, bl sendok piring kompor blm bisa?
Aku tersenyum melihat apa yang Mas tulis di sms. Memang aku sudah punya kendaraan sendiri. Namun aku belum melengkapi isi rumah karena masih ada renovasi saluran air. Rumah masih sangat berantakan. Aku sendiri jika melihat sesuatu yang berantakan bisa pusing. Maka dari itu orangtuaku masih berada di Tangerang sekitar dua minggu sampai urusan rumah beres. Kuajukan pertanyaan standar apa Mas Agung sudah makan mala mini.
Belum, Makan yuk.
Mas benar-benar tidak tahu ya… setiap sms yang Mas kirim cukup membuat hatiku dag dig dug tidak karuan. Mungkin itu terlalu berlebihan ya….
Makan bersama, km makan d rmh, ak makan di kos-an.

4 Juni 2011
Hari ini ada undangan nikahan dari putri rekan kerjaku, di Kotabumi Tangerang. Sebenarnya aku sudah lupa undangan tersebut, jika bukan diingatkan oleh supervisor listrik yang tinggal di depan rumah. Undangan itu pukul 11.00 WIB dan sekarang pukul 09.00 WIB. Aku tersenyum manja kepada kedua orangtuaku yang masih sekitar lima hari di Tangerang.
“Kenapa Nak?” tanya ibu
“Boleh aku ajak Mas Agung?” tanyaku balik
Seraya menatap kearah Bapak. Sungguh, aku masih takut Bapak bersikap kontra terhadap kehadiran Mas Agung. Namun Bapak tidak berkomentar apapun. Dengan ragu kucoba menulis sms pada Mas Agung. Awalnya aku bertanya apakah Mas Agung hari sabtu ini libur. Biasanya Mas agung lembur, dan jarang sekali weekend dalam kondisi free from job. Lalu aku menceritakan tentang undangan pernikahan anak dari rekan kerjaku. Kukatakan bahwa pasti nanti yang datang ke acara itu Bapak-Bapak, tidak ada teman-teman seusiaku yang datang. Jadi aku sangat berharap Mas Agung menemaniku.
Jam brp?
Ok. Tak siap2. Jam 11.30 nyampe rumahmu
Unbelievable…Mas Agung akan datang dan menemaniku ke acara nikahan. Aku tak pernah berpikir bahwa Mas Agung mau menemaniku, apalagi di acara yang sacral. Bukankah nanti di sana akan ada teman-teman kerjaku.

Sungguh, aku salah tingkah di depan kedua orangtuaku. Tanganku dingin, jantungku berdetak dengan ritme tak tentu. Mungkin sangat terbaca oleh mereka, rasa bahagia sekaligus kekhawatiran. Bukannya undangannya pukul 11.00 WIB? Aku tidak enak hati juga dengan supervisorku.
“Gimana sudah siap?” tanya supervisorku
“Bapak, bisa nunggu sepuluh menit lagi. Teman saya mau ikut” ucapku ragu.
“Teman yang ngekos di Pengayoman?” tegur istri supervisorku yang tampak anggun dengan busana warna krem.
“Iya Bu” jawabku tersipu.
“Yang waktu syukuran rumah dia datang juga kan?” lanjut wanita yang sudah kuanggap sebagai ibuku sendiri,“Teman istimewa ya?”
Aku tertunduk, “Insya Allah…”
Aku sudah menceritakan sebagian kecil tentang Mas Agung pada mereka. Mas Agung adalah senior sewaktu SMA. Bertemu di sebuah lembaga bimbingan belajar, kami akrab karena sering diskusi soal bersama.

Akhirnya Mas Agung datang juga. Tepat sesuai perkiraan. Kami menunggu hampir setengah jam. Mobil supervisor sudah dipanasi setengah jam lalu. Aku malu pada supervisor dan isterinya. Tapi mereka tampak senang juga melihatmu datang.
Andai saja kau tahu mengapa aku malah terdiam menatapmu. Seolah semua ini mimpi bagiku. Kehadiranmu dalam kehidupanku adalah hal yang tak pernah aku perkirakan sebelumnya. Kebahagiaan yang tiba-tiba menghampiri hidupku. Ketenangan yang kurasakan saat Mas Agung selalu ada.
“Nyasar Mas?” tanyaku seraya melihat Mas Agung melepas helm dan jaket.
“Enggak” jawab Mas seraya tersenyum.
Kedua orangtuaku menyambut Mas Agung dengan senyuman termanis yang mereka miliki.

Di mobil, Mas duduk di sampingku. Entah mengapa aku seakan kehabisan kata-kata. Bahkan bertanya bagaimana kabar saja aku tak bisa. Akhirnya Mas Agung yang punya inisiatif mengajak supervisorku untuk berbincang mengenai pelebaran jalan serta pemilu walikota Tangerang. Lalu bicara tentang motor. Aku bersyukur dalam hati. Jujur saja, hatiku terus bertasbih dan beristighfar untuk menenangkan diri. Aku benar-benar tak tahu apa yang aku rasakan. Aku merasa senang, tenang dan malu saat Mas Agung ada.

Sulit sekali menemukan tempat resepsi. Mas harus bolak-balik keluar masuk mobil untuk bertanya pada orang letak tempat resepsi berdasarkan peta di undangan. Pukul 13.00 WIB barulah tiba di tempat resepsi. Sesampai di tempat resepsi Bapak-Bapak tampak melihatku dengan pandangan yang tak biasa. Karena kini aku bersama dengan Mas Agung. Mas Agung bersalaman dengan mereka. Sungguh, saat itu aku benar-benar tak habis pikir. Mas terlihat begitu nyaman masuk dalam kehidupanku. Mas terlihat tenang bergabung dengan rekan kerjaku. Aku merasa sangat bangga bersama dengan Mas Agung.
“Mas…ini loh cicipin kambingnya…” kata supervisor K3
“Enggak Pak…” jawab Mas Agung
“Kenapa, ga kuat ya?”
“Saya pusing kalau makan daging kambing”
Aku baru tahu Mas Agung ternyata tidak bisa makan daging kambing, Mas juga tidak bisa makan durian. Bersyukur karena Mas Agung suka ice cream, karena aku juga sangat suka ice cream. Mereka pasti berpikir Mas adalah calon suamiku. Wallahu a’lam bis shawab.

Setelah solat dhuhur di masjid dekat tempat resepsi, kita berempat pergi ke festival cisadane. Ada lomba dayung perahu di sungai Cisadane. Aku berjalan dengan Ibu. Mas Agung berjalan dengan Bapak. Wah….ingin sekali jalan bersama Mas Agung. Namun rupanya Mas sudah sibuk berbincang dengan Bapak sembari menikmati es dawet.

Entah aku yang mendekati Mas Agung atau Mas yang mendekatiku sehingga sempat kita membahas tentang listrik prabayar. Mas bilang kalau pegawai PLN tidak pakai bayar listrik. Mana ada seperti itu Mas, listrik saja biayanya sudah disubsidi Negara. Apalagi jika ada yang menikmati secara gratisan, bisa dibayangkan berapa banyak pengeluaran Negara nantinya.

Bapak mengeluarkan kamera. Sekilas kulihat dia sibuk jeprat-jepret suasana di kali cisadane. Lalu tiba-tiba Bapak memberikan kamera ke Mas Agung. Sejenak Mas sibuk dengan kamera itu. Mas Agung menatapku seraya mengalihkan pandangan ke Bapak dan Ibu yang memandangi kali Cisadane. Aku mengangguk pelan.

Mas Agung mengambil foto Bapak dan Ibu. Segera Bapak mengambil kamera dari tangan Mas Agung lalu menyuruh Mas dekat denganku. Semula Mas tidak mau, tapi akhirnya ada juga foto kita berdua.

Sampai saat ini aku belum juga melihat hasil foto itu Mas, masih tersimpan di computer supervisor listrik.

===
17 Agustus 2011
Aku tidak tahu Mas, apa yang mesti aku lakukan. Jujur, terasa sangat sakit di hati ini. Apa Mas tidak pernah berpikir sedikitpun tentangku? Andai saja kau tahu bahwa aku menunggumu terlalu lama.

Lalu, perasaan yang aku alami selama ini apa? Rasa aman, nyaman dan bahagia … aku yakin ini bukan sekedar fatamorgana.

Ya Rabb, aku benar-benar tidak sanggup menghadapi semua ini.
Hati ini masih terasa sakitnya.
Tiap sujud, tiap malam aku hanya bisa menangis.


Aku berdiri di tengah himpitan penumpang busway koridor 8 jurusan Lebak Bulus-Harmoni. Baru saja aku ada acara buka bersama dengan teman-teman SMA, kelas akselerasi. Saat ini jam tanganku menunjukkan pukul 20.45 WIB. Aku merasa sangat sepi. Rasa sakit ini membawaku dalam ketiadaan.


Akselerasi, remember at senior high school, about the promise. that's the reason why we meet after several years lost


Aku pernah berjanji akan menemani Mas Agung, seandainya saja Mas Agung tahu perihal janji itu.

===
Jakarta, 17 Agustus 2011