Aku baru tahu bahwa menjadi seorang ibu adalah soal tukar
menukar. Kadang memang terlihat tidak adil. Tapi sesungguhnya itulah karunia
terindah yang Allah berikan kepada seorang wanita, yaitu menjadi ibu.
Sebagai seorang ibu, aku menukar tidur pulas tanpa terganggu dengan berkali-kali terbangun
di tengah malam untuk menyusui bayiku yang baru lahir. Sewaktu anak pertamaku
aku tinggal kerja dan hanya minum ASIP saat pagi sampai sore. Akhirnya dia tidak mau minum langsung dari payudara. Dia hanya
mau minum ASIP tak perduli aku ada atau tidak ada di rumah. Alhasil walaupun
malam tiba dan aku berada di dekatnya, aku harus memerah ASIP untuknya. Ini adalah
perjuangan seorang ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anaknya. Alhamdulillah,
anak kedua masih mau nenen walaupun sudah aku tinggal bekerja pada pagi hari
sampai sore.
Aku juga menukar perut rataku dengan gelambir tambahan dan
penuh guratan bekas melar karena hamil. Sambil melihat deretan bajuku saat
sebelum menikah. Rasanya semuanya sudah tidak ada yang muat. Berat badanku juga belum
turun-turun sejak melahirkan anak kedua. Terkadang timbul rasa iri pada
teman-temanku yang masih langsing karena belum pernah hamil dan melahirkan. Lalu,
kutepis jauh-jauh rasa iri tersebut. Karena sesungguhnya mereka belum merasakan
bahagia saat merasakan tendangan si kecil ketika masih berada di tubuh kita. Dan
mereka juga belum pernah mendengar tawa tulus dari seorang bayi mungil darah
daging kita sendiri.
Aku menukar makan malam romantic dengan makan di tempat
ramai tanpa menikmati saat makan karena anak-anakku ribet sendiri. Apalagi jika
rumah makan itu memiliki tempat bermain. Jadinya malah mengawasi anak pertama
yang asyik berlari-larian dengan teman-temannya.
Aku menukar tas kecilku dengan tas baby yang isinya popok ,
tisu basah, botol, minyak telon, minyak kayu putih, minyak tawon, salep, baju
ganti dan lain-lainnya. Wah rasanya seksi sekali pergi kemana-mana menggunakan
tas bayi yang lengkap dengan segala kebutuhannya. Kalaupun aku taruh uang
jutaan juga tidak ada yang melirik tas yang penuh sesak itu.
Aku menukar waktuku dengan menghibur anak-anakku, membuat
mereka sedekat mungkin denganku. Walaupun aku masih berstatus sebagai ibu bekerja,
tapi aku berusaha semaksimal mungkin ada untuk anak-anakku.
Aku menukar rumah yang bersih dan rapi dengan dinding yang
penuh coretan, mainan yang tersebar dimana-mana, ceceran makanan dan minuman.
Tapi dari semua penukaran itu, penukaran yang sebenarnya
adalah “menukar hidupku yang terfokus pada diri sendiri dengan hidup yang penuh
dengan pengorbanan tulus. Aku sedang mengabdikan hidupku untuk memperhatikan
dan merawat manusia lain yang akan berlanjut setelah aku tiada”. Itulah pertukaran
yang amat layak dilakukan.