Kamis, 08 September 2016

Menjadi Ibu Dua Anak



Aku baru tahu bahwa menjadi seorang ibu adalah soal tukar menukar. Kadang memang terlihat tidak adil. Tapi sesungguhnya itulah karunia terindah yang Allah berikan kepada seorang wanita, yaitu menjadi ibu.

Sebagai seorang ibu, aku menukar tidur pulas  tanpa terganggu dengan berkali-kali terbangun di tengah malam untuk menyusui bayiku yang baru lahir. Sewaktu anak pertamaku aku tinggal kerja dan hanya minum ASIP saat pagi sampai sore. Akhirnya dia  tidak mau minum langsung dari payudara. Dia hanya mau minum ASIP tak perduli aku ada atau tidak ada di rumah. Alhasil walaupun malam tiba dan aku berada di dekatnya, aku harus memerah ASIP untuknya. Ini adalah perjuangan seorang ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anaknya. Alhamdulillah, anak kedua masih mau nenen walaupun sudah aku tinggal bekerja pada pagi hari sampai sore.

Aku juga menukar perut rataku dengan gelambir tambahan dan penuh guratan bekas melar karena hamil. Sambil melihat deretan bajuku saat sebelum menikah. Rasanya semuanya sudah tidak ada  yang muat. Berat badanku juga belum turun-turun sejak melahirkan anak kedua. Terkadang timbul rasa iri pada teman-temanku yang masih langsing karena belum pernah hamil dan melahirkan. Lalu, kutepis jauh-jauh rasa iri tersebut. Karena sesungguhnya mereka belum merasakan bahagia saat merasakan tendangan si kecil ketika masih berada di tubuh kita. Dan mereka juga belum pernah mendengar tawa tulus dari seorang bayi mungil darah daging kita sendiri.

Aku menukar makan malam romantic dengan makan di tempat ramai tanpa menikmati saat makan karena anak-anakku ribet sendiri. Apalagi jika rumah makan itu memiliki tempat bermain. Jadinya malah mengawasi anak pertama yang asyik berlari-larian dengan teman-temannya.

Aku menukar tas kecilku dengan tas baby yang isinya popok , tisu basah, botol, minyak telon, minyak kayu putih, minyak tawon, salep, baju ganti dan lain-lainnya. Wah rasanya seksi sekali pergi kemana-mana menggunakan tas bayi yang lengkap dengan segala kebutuhannya. Kalaupun aku taruh uang jutaan juga tidak ada yang melirik tas yang penuh sesak itu.

Aku menukar waktuku dengan menghibur anak-anakku, membuat mereka sedekat mungkin denganku. Walaupun aku masih berstatus sebagai ibu bekerja, tapi aku berusaha semaksimal mungkin ada untuk anak-anakku.

Aku menukar rumah yang bersih dan rapi dengan dinding yang penuh coretan, mainan yang tersebar dimana-mana, ceceran makanan dan minuman.

Tapi dari semua penukaran itu, penukaran yang sebenarnya adalah “menukar hidupku yang terfokus pada diri sendiri dengan hidup yang penuh dengan pengorbanan tulus. Aku sedang mengabdikan hidupku untuk memperhatikan dan merawat manusia lain yang akan berlanjut setelah aku tiada”. Itulah pertukaran yang amat layak dilakukan.