Jumat, 29 Juli 2011

Tentang Sesuatu




Aku mesti diam ya?
Sekalipun aku merasakan hatiku sangat sakit
Aku mesti sabar ya?
Sekalipun airmataku terus mengalir
Aku mesti tegar ya?
Sekalipun terjatuh berulang kali
Aku mesti kuat ya?
Sekalipun diri sudah mengaku kalah
Aku mesti tangguh ya?
Sekalipun ingin sekali aku bermanja
Aku mesti penuh kasih ya?
Sekalipun diri ini disakiti

Aku mesti bagaimana ya?
Karena segalanya ini tak membuat kemajuan dalam hidupku
Cenderung lemah dan mengenang masalalu
Aku mesti bagaimana ya?
Aku bahkan tak berkutik sedikitpun
Rasanya sangat menyakitkan mendengar dan mengingatnya

Mestinya apa yang terjadi?
Tak bisakah aku merasakan bahagia seperti yang lain
Tak bisakah aku tak merasakan sepi
Tak bisakah aku tak merasakan pedih
Mestinya apa yang terjadi ya?
Apa aku harus menunggu?
Aku tak bisa menunggu terlalu lama
Semua ini bisa menghancurkanku
Semua ini bisa meremukkan perasaanku

Pintu keajaiban pastinya akan terbuka
Kuberharap Dia selalu ada untukku
Kuberharap Dia mendengar dan membahagiakanku
Sebab aku tak punya apapun dan siapapun melainkan Dia
Sebab aku tak tahu harus kemana lagi selain pada-Nya
Sebab hanya Dia yang mampu mengertikanku
Pastinya Dia tahu apa yang terbaik untukku

Mengapa masih juga airmata kerap menemaniku
Padahal aku ingin tersenyum dan bahagia
Merasakan hari-hari tanpa ada sepi
Mengapa masih juga hatiku terluka
Padahal kucoba untuk bersabar
Menantikan keajaiban dari-Nya

Tak ada satupun yang bisa kubanggakan
Tak ada satupun yang mampu kupertahankan
Hati ini terlalu sakit
Hati ini terlalu sering menangis
Hati ini terlalu sering terluka

Ya Tuhan, pemilik segala hati
Genggam aku dalam naungan cintamu
Jangan lepaskan aku
Aku tak sanggup
Aku tak bisa
Ya Tuhan, pemilik segala hati
Hapuskan kepedihan hatiku
Terangi jiwaku dengan kasih
Jangan biarkan aku sedniri
Aku tak sanggup
Aku tak bisa

Ya tuhan, pemberi rahmat
Illahi syafarat yadayya fatrubhuma
Sungguh, aku tak sanggup lagi
Aku tak bisa

Di tanganku tengah hampa
Pilihkanlah yang terbaik untukku
Amin

Jakarta, 19 Juli 2011

HOPE



Karena dirimu terlalu indah…

Aku tak sanggup untuk kehilanganmu. Aku tak bisa jauh darimu. Kau terlanjur hadir dalam hidupku dan aku tak mampu menghapusmu. Aku menantimu sangat lama. Dan hampir saja segala penantianku ini terhenti, namun kau tiba-tiba hadir kembali. Seharusnya aku tak terlalu menyayangimu. Aku tak ingin terluka. Aku hanya ingin bahagia.

Karena dirimu yang kuimpikan…

Mengapa semua ini melukaiku. Aku tak ingin menangis. Aku hanya ingin merasakan senyuman itu makin nyata di bibirku. Sungguh, aku tak sanggup untuk menghapus mimpiku tentangmu. Mengapa aku harus berduka sendiri. Tak bisakah kau rasakan kerinduanku. Aku telah jatuh hati padamu.

Karena dirimu memberi harapan…

Disaat tangisku menusuk hati. Kekosongan dan kehampaan kerap melukaiku. Kau berikan seuntai senyum dalam kehidupanku. Kau berikan secerah harapan yang redup. Kau membuatku bahagia. Saat itu kupikir ini sudah jalan Tuhan mempertemukan kita. Menaungi hati kita untuk menyatu.

Karena aku ingin bersamamu…
Mengapa kau makin menjauh. Aku tak mampu tanpamu. Dirimu terlanjur kusayangi. Dirimu terlanjur hadir untuk membuatku bahagia. Mengapa kini kau melukaiku. Tak cukup tuluskah rasa kasihku ini. Aku sangat membutuhkanmu.

Ya Rabb, mengapa semua ini begitu berat bagiku…
Bukankah setiap makhluk-Mu diciptakan berpasang-pasangan. Lalu di mana jodohku?
Aku sangat membutuhkan lelaki sholeh itu untuk mendampingiku dunia akhirat.
Aku sangat membutuhkan kehangatan sebuah keluarga dengan putra-putri sholeh-sholehah.
Aku sangat membutuhkan rasa menjadi isteri dan ibu yang mulia.
Ya Rabb, mudahkanlah langkahku…
Berikan jodoh terbaik dari-Mu.
Pilihkan makhluk terindah hatinya untuk mencintaiku.
Kirimkan lelaki tangguh yang sanggup bersamaku.
Ya Rabb, hanya pada-Mu aku berteduh.
Hanya kepada-Mu segala kekuatan dan kelemahanku bertumpu.
Kabulkanlah doa hamba ini.
Amin ya rabbal alamin

Kucoba bangkitkan diri dengan sepercik harapan yang tersisa.

Tangerang, 18 Juli 2011

Senin, 18 Juli 2011

ASMARAKU



Lelaki itu menatapku teduh. Persis seperti pertama kali aku berjumpa dengannya. Ini baru ketiga kalinya aku bertemu dengannya, tapi aku merasakan jauh lebih mengenalnya. Merasakan ketenangan saat bersamanya. Kini dirinya berada di hadapanku. Matanya menyorotkan kekaguman tak terhingga padaku. Kali ini dia melamarku.

Betapa aku menantikan ini terlalu lama. Akhirnya aku menemukannya. Ataukah dirinya yang menemukanku. Awalnya kupikir sangat berat untuk membuka hatiku kembali, setelah tersakiti. Awalnya kupikir tidaklah mungkin lelaki ini mau mendampingiku. Awalnya kupikir aku tak mampu hadapi semua ini.

Hatiku sangat bahagia. Sujud syukur atas kebesaran Allah. Diantara sekian tangisku, kini dia hadir.
===
Sebulan lalu

“Sendirian Mbak?” tanya Nanang
“Iya Dek”
Lelaki kurus itu menatapku heran, “Mau aku kenalkan senior di tempat kerjaku?”
Aku terdiam. Tak tahu bagaimana menyikapi semua ini. Aku masih merasakan sakit.
“Mbak kan sudah mapan, masa’ gak sepi hidup di rumah sendirian?”
Aku tersenyum pada juniorku saat kuliah di Surabaya.
“Oke…” sahutku
“Aku panggil dia untuk ke sini ya Mbak” Nanang segera sibuk dengan BB-nya

“Agung”
“Eka”
Dan hanya kebisuan setelah dia menyebut namanya.
“Mbak Eka ini wanita hebat loh” sahut Nanang memecahkan keheningan antara kami.
“Sudah lamakah tinggal di sini Dek?” tanya Agung
“Baru lima minggu” jawabku
“Sudah lama kerja di Tangerang?”
“Tempat kerjaku di Jakarta, Sembilan belas bulanlah Mas?”
“Bolehkah aku mengenal Adek lebih dekat?”
Aku mengernyitkan dahi
“Anggap saja ta’aruf”
Nanang menatapku, “Ayolah Mbak, jangan larutkan dirimu dalam kesendirian”
“Insya Allah, kapan Mas?” tanyaku
“Minggu depan” jawab Agung

===
Called : Ardi
“Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikumsalam Mas Ardi. Pa kabar, lama tidak ada kabar?”
“Baik…Ini baru sampai bandara Juanda. Bagaimana kabarmu, Bapak dan Ibu?”
“Alhamdulillah sehat Mas…”
“Kok ramai sekali, suara tetanggamu ya Dek?”
“Bukan Mas… Ini saudara-saudaraku”
“Lebaran bukannya lusa Dek?”
“Ini acara lamaran Mas”
“Lah kamu lagi di rumah saudaramu?”
“Lagi di rumah orangtuaku”
“Lamaran siapa?”
“Ya akulah Mas, siapa lagi. Saudaraku kan cuma satu, cowok pula”
“Kamu dilamar Dek?”
“Iya…alhamdulillah. Akhirnya ada yang percaya aku untuk jadi isterinya”
“Kamu bercanda kan Dek?”
“Yee…urusan seperti ini kok dibuat bercanda”
“Dek… ini nggak beneran kan?”
“Bener kok. Mas tahu nggak siapa yang lamar aku. Agung, teman kantornya Mas”
“Agung Prakoso?”
“Iya, betul Mas”
“Kok bisa?”
“Mas, ini mau mulai acara intinya. Udahan ya…assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam”

“Telpon dari siapa Dek?” tanya Agung
“Dari Mas Ardi” jawabku
“Ardi?”
“Ya…teman kantornya Mas Agung. Ardi Anugrah, dia di bagian RSO”
“Adek kenal dia karena dulu satu kampus ya?”
“Senior SMA juga…aku kan sekolah SMA hanya dua tahun”
“Wah…subhanallah”
“Loh memangnya Mas Agung tidak membaca curriculum vitae-ku?”
“Sejak awal bertemu aku sudah merasa mengenalmu, maaf aku tidak membacanya Dek. Tapi aku percaya Adek wanita terbaik yang pernah aku jumpai”
“Tuh ngegombal”
“Serius. Oh ya Ardi juga katanya mau lamaran usai lebaran nanti”

Aku menatap paras calon suamiku. Tidak tersirat canda di sana. Pantas saja Ardi tidak pernah mau membalas sms dan mengangkat telpon dariku, ternyata dia sudah ada calon isteri. Syukur Alhamdulillah aku tidak menantinya dan memutuskan untuk membuka hati. Hingga akhirnya aku bertemu dengan lelaki sesholeh Agung.
Jujur, aku masih menyisakan rasa sayang pada Ardi. Bagaimanapun sebelum kedatangan Agung, Ardi sangat dekat denganku. Bahkan Ardi pernah bertemu dengan kedua orangtuaku dan rekan kerjaku. Aku sempat sangat syok saat Ardi menghilang tiada kabar. Aku menangis dan kepalaku sering merasakan pusing. Mungkin itu pertama kalinya aku jatuh hati dan sekaligus patah hati.

“Kok Ardi nggak ngomong ya ke aku”
“Memangnya Adek kenal dekat dengannya?” selidik Agung
“Lumayan…mungkin karena kami sama-sama berasal dari Surabaya ya Mas”
“Awalnya sih aku pergoki dia pulang malam. Saat itu sudah jam setengah dua belas malam dia baru pulang ke kos, membawa tiga kardus makanan. Dia sih nggak mau ngaku, tapi aku yakin dari situlah kisah cintanya berasal. Calon isterinya itu wanita mandiri, mungkin sama seperti Dek Eka kali ya. Calon isterinya sudah punya rumah di Tangerang. Ternyata ceritanya nanti mirip sama aku, punya isteri yang luar biasa”
Aku mengernyitkan dahi, “Apa dia sering cerita tentang calon isterinya?”
“Enggak juga. Bahkan saat kutanya darimana dia pergi sampai selarut malam, dia hanya menjawab dari rumah baru adekku”
“Adekku?”
“Iya…dia sangat sayang pada calon isterinya. Dia selalu menyebut wanita itu Adek, sekalipun usia mereka tidak jauh berbeda. Toh mereka kuliah di tempat yang sama”
“Kuliah di tempat yang sama?”
“Iya… ah bicara dengan Ardi penuh rahasia”
“Apa calon isterinya orang Surabaya?”
“Sepertinya iya”
“Rencananya dia ingin mengenalkan calon isterinya ke keluarganya lalu melamar wanita itu. Romantis ya…mereka juga tidak pernah pacaran loh Dek. Benar-benar pada nantinya ceritanya akan sama dengan ceritaku”
Otot kakiku terasa lemas. Banyak pertanyaan berkecamuk di benakku.
===
Aku masih penasaran dengan cerita calon suamiku. Kutelpon Ardi.
“Assalamu’alaikum Mas Ardi”
“Wa’alaikumsalam Dek, bagaimana acara lamarannya tadi? Lancar?”
“Alhamdulillah Mas”
“Selamat ya Dek”
“Makasih Mas”
“Beruntung sekali Agung mendapatkan wanita sepertimu”

Entah mengapa rasa sakit itu mendadak muncul kembali. Saat Ardi menghilang dari kehidupanku. Saat itu aku berharap dialah jodohku. Saat itu aku sangat menyayanginya. Bahkan kedua orang tuaku pun sayang padanya.

“Kata Mas Agung, Mas Ardi juga mau lamaran…bener Mas?”
“Terlambat Dek, wanita itu sudah dilamar orang”
“Lah kok bisa Mas?”
“Ya begitulah…mungkin juga salahku membiarkan wanita yang begitu luar biasa jatuh di tangan lelaki lain”
“Kalau memang Mas Ardi sayang sama dia, mengapa menghilang”
“Aku belum mengenalkannya pada orangtuaku, aku takut memberi harapan terlalu lebih pada wanita itu. Rencananya lebaran ini kubawa dia ke keluargaku.”
“Wanita butuh kepastian Mas”
Sejenak hening.
“Nantinya akan diberi oleh Allah seseorang, pengganti yang lebih baik dari wanita itu Mas” kataku
“Dek Eka, sebenarnya wanita itu adalah kamu”
Hampir saja tangisku pecah.

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib, tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri. Dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahui (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi, dan tidak ada sesuatu yang basah atau kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfudz) QS Al An’am:59

Tangerang, 15 Juli 2011

Jumat, 15 Juli 2011

Antara Jiwa yang Terluka




Terlalu mudah untuk katakan apa yang tengah terjadi
Tak peduli hati dan jiwa berontak
Mungkinkah rasa kasih itu masih ada
Sementara senyum hanyalah ketidakjujuran hati

Apa kau tidak melihat betapa sayangnya mereka
Apa tak kau rasakan hatiku telah tertawan
Apa tak kau pikirkan berapa orang terluka atas dirimu
Terlalu egois jika hanya memikirkan kesedihanmu

Terlalu lama semua ini terjadi
Ini sudah meninggalkan kumpulan kisah di benakku
Sehingga seperti kepingan kenangan yang membuatku terluka
Akalku tak sanggup menerimanya

Beri aku penjelasan yang logis atas semua ini
Sehingga tak perlu ada pertanyaan dalam hatiku atas sikapmu
Kesendirianmu dan kepergianmu
Apa sebenarnya yang kamu inginkan

Aku sakit
Aku menangis
Aku terluka

Mungkin sebaiknya kamu tak pernah datang
Atau aku yang tak pernah hadir
Jika ternyata hati kita tersakiti
Jika ternyata jiwa kita terluka

Kau lihat aku dengan segala ketangguhanku
Sementara aku terlalu rapuh
Kau lihat aku dengan segala kesempurnaanku
Sementara aku tak sesempurna itu
Kau lihat aku dengan segala kehebatanku
Sementara aku selalu ingin bermanja
Kau lihat aku dengan begitu sayangnya
Sementara kau abaikan hatimu demi egomu

Saat ini,
Diantara jiwa yang terluka
Ingin kuungkapkan apa yang telah terjadi pada hatiku
Hati yang telah tulus mencintaimu
Hati yang telah tulus mengasihimu
Sejak sekian lama mengenalmu

Antara jiwa yang terluka
Masih berharap cinta-Nya akan menyembuhkan
Hanya pada-Nya seluruh hati berlabuh


Kantor Perwakilan PT PJB
Jl Gatot Subroto, Jaksel
15 Juli 2011

Surat Untuk Abi


Teruntuk cintaku,
Di mana aku menemukanmu?
Hampir seperempat abad kujaga izzahku
Aku sangat membutuhkanmu
Tidakkah kau saksikan airmata penantian
Menunggu kehadiranmu
Menanti kedatangan pengisi cintaku

Teruntuk belahan jiwaku,
Masih kurangkah rasa kasihku ini?
Ketulusan dan kesabaran telah memenuhi jiwa
Aku sangat mencintaimu
Tidakkah kau rasakan kerinduanku
Yang kian hari menjadi tumpahan airmata

Teruntuk penuntun jiwaku,
Apa yang kau cari?
Cinta hakiki hanya milik-Nya
Namun aku masih sangat mencintaimu
Aku menantimu

Teruntuk curahan jiwaku,
Aku percaya besarnya cintamu pada-Nya
Aku tahu dalamnya rindumu pada-Nya
Izinkan aku berjuang bersamamu di jalan-Nya
Hanya untuk menggapai ridha-Nya

Teruntuk tumpahan kasihku,
Aku sangat membutuhkanmu
Aku sangat mencintaimu
Suamiku dunia dan akhirat
Bapak dari anak-anakku
Abiku sayang

Illahi syafarat yadayya fatrubhuma
Ya Rabb, ditanganku tengah butuh pendamping
Pertemukanlah jodohku

Tangerang, 13 Juli 2011

Hanya Seorang Wanita



Ibu, ajari aku agar setangguh dirimu
Ibu, ajari diriku agar lembut sepertimu
Ibu, ajari aku memendam airmata dan kepedihan

Kali ini detik jam dinding kian menyiksaku
Dan yang tersisa adalah airmata
Aku terluka, terlampau lelah untuk bangkit kembali
Serasa seluruh isi dunia menertawakanku
Apa yang harus kulakukan?
Aku tak setangguh yang terlihat
Aku tak sehebat yang terdengar
Bagaimanapun, aku hanya seorang wanita

Kali ini ada peluh dan tetesan airmata, kurasakan pedih
Dan hanya terdiam
Seluruh peristiwa hadir kembali di benakku
Bagaimana aku bisa bertahan?
Tiap denyut jantungku terasa berat
Aku juga ingin bahagia
Aku juga ingin dicintai
Bagaimanapun, aku hanya seorang wanita

Senyum ini, tawa ini
Semua terasa hambar
Benar-benar terasa sunyi
Andai saja aku benar-benar tangguh
Andai saja aku benar-benar istimewa
Aku tak bisa sendiri
Bagaimanapun, aku hanya seorang wanita

Ibu, mungkinkah ada cinta untukku
Ibu, aku juga ingin sepertimu
Ibu, aku juga ingin menjadi ibu

Bagaimanapun, aku hanya seorang wanita

Tangerang, Juli 2011

Rabu, 06 Juli 2011

Dalam Penantianku Atas Dirimu


Mungkin saat ini kau tak pernah tahu apa yang aku rasakan. Tumpuan harapan atas dirimu hadir dalam kehidupanku. Sungguh aku takut kehilanganmu. Tapi kau malah seenaknya membuat hatiku bergantung padamu. Padahal siapa dirimu, aku lelah terus menantimu. Aku bisa saja pergi seperti dulu aku meninggalkanmu. Tapi saat ini aku tak ingin meninggalkanmu. Aku bisa saja melupakan apa yang telah kau berikan untukku. Tapi saat ini aku ingin kau di sini.

Mungkinkah pernikahan akan menyatukan kita. Seperti apa yang mereka inginkan. Aku sungguh tak mengerti apa yang mereka lihat. Tatapan kita berdua, rasa kasih yang terpancar dari mataku. Ataukah perhatian lembut dari matamu. Apakah ini pantas disebut cinta. Aku sungguh tak pernah meragukanmu, namun aku tak ingin membuat janji di hatiku. Aku tak ingin hatiku terlalu mengharapkanmu.

Mungkinkah ini yang Tuhan inginkan atas kita berdua. Lalu mengapa aku mesti menunggu jika memang kau adalah jodoh yang Tuhan tentukan atas diriku. Aku hanya tak ingin menyakiti hati siapapun. Dan aku tak ingin meninggalkanmu sendiri seperti bertahun lalu. Bukankah sekarang kita sudah dewasa. Namun apalagi yang kau cari, apalagi yang kau tunggu. Aku ingin kau menikahiku.

Mungkinkah kau bisa menjagaku. Selama ini aku selalu berpaling darimu. Selama ini aku berlari meninggalkamu. Apakah ada rasa sayang di hatimu untukku. Mengapa tak ada satu kata pun yang terucap. Aku ingin kepastian untuk bisa bersamamu. Aku ingin pula menguatkan hatiku bahwa kau memang tercipta untukku. Aku hanya ingin kau segera melamarku.

Mungkinkah pertemuan kita ini telah menjadi pertanda. Ataukah diriku yang terlalu berharap akan bisa menjadi pendampingmu. Sejujurnya aku tak pernah ada niatan untuk meninggalkanmu. Bahkan saat pertemuan kembali, aku merasakan bahagia yang luar biasa. Hampir-hampir aku menangis. Wanita selalu menangis, baik saat bahagia maupun saat berduka. Aku masih belum bisa percaya, aku menemukanmu.

Mungkinkah aku bisa menikah di tahun ini. Melihat teman-temanku yang telah menikah terbesit rasa iri dalam hati, kapan aku akan dipertemukan dengan jodoh. Aku juga ingin menjadi isteri dan ibu yang terbaik. Aku ingin merasakan itu semua. Dan mengapa yang ada di hadapanku kini hanya dirimu. Kapan kau akan melamar dan menikahiku. Apakah benar kaulah lelaki yang tepat untuk mendampingiku.

Masih bisa kurasakan sakit ini. Namun saat bersamamu seolah semua rasa sakitku hilang. Apakah aku terlalu berharap. Mengapa kau hanya terdiam, aku ingin bersamamu. Seperti janjiku bertahun lalu, aku akan menemanimu. Janji yang terukir di hatiku, tak ada satupun yang tahu melainkan Tuhan. Namun, sampai kapan aku menunggu.

Ya Rabb, penguasa segala hati. Kupasrahkan semua kisah ini pada-Mu. Jika dia adalah jodoh yang telah engkau tentukan atasku, mudahkanlah kami menikah atas rahmat dan ridha-Mu. Jika dia adalah jodohku, mudahkanlah kami membina keluarga sakinah, mawadah warahmah atasa cinta dan kasih-Mu. Hanya pada-Mu hamba memohon. Ya Rabb, kabulkanlah doaku. Amin yarobbal ‘alamin.


Tangerang, Juli 2011

Satu Cinta Di Hati



Membayangkan kehadiranmu adalah mimpi bagiku. Apalagi mengharapkan kedatanganmu, itu terasa sangat mustahil. Namun segala ini sudah ada yang mengatur. Sebagai insan kita hanya mampu menghadapi setiap kisah di hadapan kita

Pertemuan ini tak pernah ada di benakku. Meskipun alam bawah pikiranku masih menyimpan kekaguman pada dirimu. Bagaimana namamu masih tetap melekat dalam ingatanku. Bagaimana sosokmu masih terasa begitu dekat di sisiku.

Ini hanya sekedar perasaan. Akal logikaku mungkin berhenti sejenak saat menatap matamu. Mata yang begitu jernih, seperti tatapan bartahun lalu. Senyum yang sama saat pertema kita bertemu. Bagaimana aku mampu menetapkan hatiku untuk tidak merasakan rasa ini kembali. Rasa yang sering mereka sebut sebagai rindu, rasa yang mestinya ada ketika cinta telah tumbuh

Kini dirimu tumbuh begitu dewasa. Kecantikan atas kesederhanaanmu terpancar begitu saja. Aku merasa cemburu karena tak di sampingmu. Aku merasa sedih ketika kau jauh. Entah perasaan apa ini, inikah cinta. Jujur, aku tak pernah merasakan hal seperti ini. Detak jantungku terus berpacu saat menatapmu. Serasa semua pandangan ini tak bisa berpaling darimu.

Rindu padamu terus tumbuh. Ingin hati menggenggam hatimu. Namun apakah kau juga rasakan hal yang sama. Parasmu memerah saat berjumpa denganmu. Serasa aku turut merasakan detak jantungmu. Apakah dirimu telah mencintaiku?

Bertahun lalu, pertemuan terakhir kita. Aku masih bisa merasakan tatapanmu. Saat itu aku berpikir mungkin semua itu bisa diakhiri. Namun pertemuan kita kali ini menampik semua pemikiranku. Kita bertemu, saat belum ada cinta di hati. Mungkinkah ini pertanda jodoh?

Aku merasa tenang saat bersamamu. Aku merasa bahagia saat menemukanmu. Aku tak bisa menggambarkan bagaimana hatiku saat ini. Aku merasa bahagia menatapmu. Mungkin aku harusnya mengaku, bahwa aku telah jatuh hati pada dirimu. Wanita nan begitu sederhana, wanita tangguh yang mampu meluluhkanku. Aku mencintaimu

Semoga Allah meridhoi cinta antara kita. Dan pernikahan akan menyatukan jiwa kita.

Ya Rabb, jika memang dia jodohku. Mudahkanlah kami menikah atas rahmat dan ridho-Mu
Ya Rabb, jika memang dia jodohku. Mudahkanlah kami membina keluarga sakinah mawadah warahmah atas kasih dan cinta-Mu
Ya Rabb, berikanlah yang terbaik untukku, wanita shalihah yang kerap menjaga kehormatannya.
Ya Rabb, berikanlah pendamping yang terbaik untukku, yang kelak melahirkan putra-putri sholeh sholehah.
Ya Rabb, hambamu ini begitu lemah, hanya pada-Mu hamba memohon pertolongan dan hanya pada-Mu hamba dikembalikan. Kabulkanlah doa hamba ini.
Amin Ya robbal ‘alamin

Tangerang, 11 Juni 2011