Selasa, 08 Juli 2014

Sebercak Kenangan di Masa Lalu




Syarifah
Bagaikan halilintar tanpa hujan ataupun mendung. Tiba-tiba saja dirimu pergi dari kehidupanku. Bagaimana aku tidak marah, dirimu selalu kunantikan di tiap malamku. Bagaimana aku tak sedih, dirimu ternyata lebih memilihnya untuk mendampingimu. Lalu, dimana rasa cinta yang dulu pernah kau ungkapkan padaku. apakah karena aku terlalu angkuh untuk mengucapkan cinta padamu, hingga kau campakkan aku.

Otakku tak bisa berpikir jernih. Masih juga aku bertanya, apa salahku hingga membuatmu menjauhiku. Apa karena aku wanita yang hebat hingga tak pantas bersanding denganmu? Tapi hatiku masih merindukanmu. Bagaimana aku bisa sembunyi dari kepedihan hatiku ini. Hanya di tiap sujud aku merasa tenang.

Dirimu, mungkin adalah sebagian kisahku. Mungkin suatu nanti aku akan melupakanmu. Tapi tidak bisa sekarang, aku memerlukan waktu untuk memenangkan hatiku kembali. Tanpa ada cinta darimu, tanpa ada kisah tentangmu.

“Jadi siapa wanita itu?” tanyaku lewat ponsel.
“Bukan siapa-siapa” jawabmu enteng.
Aku merasa ada banyak hal yang berubah darimu. Sejak nama itu kerapkali muncul untuk membalas status facebookmu. Sudah sedalam apa hubungan kalian. Hingga aku, wanita yang pernah kau cintai tiba tiba saja kau lukai.
“Mas mencintainya?” tanyaku berusaha setegar mungkin untuk mendengar jawabanmu.
“Aku tak bisa jawab itu Dik” balasmu.
Namun jawabanmu itu semakin menguatkan aku bahwa kau tengah jatuh cinta padanya. Engkau tengah merajut kasih, atau mungkin juga telah memutuskan dialah pelabuhan terakhirmu.
“Apa yang salah denganku?” tanyaku memelas. Kali ini kubiarkan tangisku pecah. Paling tidak mungkin itu terakhir kalinya aku menelponmu. Mungkin itu adalah terakhir kalinya aku mendengar suaramu. Kubiarkan tangis sesenggukkan melandaku. Aku bahkan bingung harus berucap apa lagi. Semua terjadi secara tiba-tiba. Ketika rasa cinta hampir hinggap dihatiku, kau tiba-tiba ingin melupakanku.
“Tidak ada yang salah dengan Adik” jawabmu tenang.
“Tapi Mas harus janji satu hal”
“Apa itu?”
“Apapun yang terjadi nanti, aku mohon Mas jangan mengganti nomer ponsel. Supaya nanti aku masih bisa menghubungi Mas” pintaku. Namun dirimu hanya diam, hening, tanpa jawaban. Mungkin aku tak bisa mengharapkanmu kembali mencintaiku, mungkin inilah memang saat-saat terakhir kisahku denganmu.
=====
Dua puluh lima tahun kemudian

Salsabila
Aku terlalu kesal dengan apa yang tengah terjadi. Lelaki yang sangat aku kagumi ternyata lebih memilih untuk menikahi sahabatku. Sungguh rasanya hatiku sangat kecewa. Bertahun sudah aku mengenal lelaki santun itu, namun akhirnya cintanya berlabuh pada seorang Raisya. Memang diantara lelaki itu dan Raisya tak pernah pacaran, namun hal itu yang membuatku terkejut. Lelaki pujaanku tiba-tiba melamar Raisya. Anehnya, Raisya yang terkenal tomboy dan cuek terhadap kaum Adam langsung menerima lamaran lelaki itu.

Kali ini kuhabiskan waktuku dengan menangis di kamar. Biasanya, aku selalu cerita pada Raisya jika diriku dirundung masalah. Namun untuk kali ini saja, aku malah terdiam. Aku tak ingin membuat Raisya memikirkan perasaanku. Walaupun kenyataannya hatiku hancur berkeping-keping. Sungguh, aku masih merasa ini hanyalah mimpi. Namun, ini adalah kenyataan.

“Salsabila” tegur papiku dari depan kamar.
“Ya Pi….bentar lagi Salsa keluar kamar kok”
“Tapi kamu seharian belum makan. Kalau ada masalah Salsabila cerita pada Papi”
Aku keluar seraya memeluk tubuh kekar Papiku. Sejak Mami meninggal karena kanker setahun lalu, aku jadi amat dekat dengan Papi.
“Papi, cowok yang Salsa sukai mau nikah dengan Raisya”
“Raisya sahabat Salsabila, bukan?”
“Iya Pi”
Papi menenangkanku, “Sudahlah, mungkin lelaki itu bukan jodohnya Salsabila”
“Tapi Pi…rasanya Salsa masih sakit hati. Mengapa mereka tidak pacaran dulu, mengapa langsung menikah. Jadi kan rasa sakit di hati Salsa lebih berat saat tahu mereka langsung menikah”
“Kapan mereka menikahnya?”
“Minggu depan Pi”
“Nanti Papi temani Salsabila buat datang ke acara nikahan Raisya”
“Buat apa Pi? Nanti kalau Salsa menangis bagaimana?”
Papi menatapku seraya tersenyum. Aku tahu senyum itu dipaksakan, namun aku merasa lebih tenang jika Papi ada di dekatku.
“Papi tahu, Salsa wanita yang tegar kok”
“Mengapa mesti seorang Raisya. Wanita yang begitu sempurna di hadapan semua orang. Anak yang cantik, pintar dan sholihah”
“Memangnya anak Papi ndak begitu?”
“Aku selalu kalah dibandingkan Raisya Pi” keluhku
Papi memelukku erat, “Apapun kondisinya Papi bangga kepadamu Salsabila”

Bertahun yang lalu, aku sempat marahan dengan Papi. Betapa tidak, ternyata Papi menikahi Mami hanya karena Mami telah hamil di luar nikah. Namun kupikir tak ada salahnya aku menghargai Papi yang masih mau bertanggung jawab atas kehairanku di rahim Mama. Karena begitu banyak lelaki di luaran sana yang lepas tanggung jawab terhadap pacarnya yang hamil. Karena itu pula, aku tak pernah ingin pacaran. Aku takut kejadiannya akan sama sepeti Mami. Aku tak mau itu terjadi.
=====
Aku pernah mencintai wanita itu, Syarifah Annisa. Wanita yang kini ada di hadapanku. Rasanya bibirku kelu untuk mengucapkan selamat atas pernikahan putrinya. Ya, Raisya adalah anak pertama dari Syarifah. Jadi selama ini aku tak pernah tahu bahwa sahabat Salsabila itu adalah anak dari wanita yang dulu pernah aku kagumi. Sosok wanita sederhana dan sholihah. Wanita yang pernah aku tinggalkan dan pernah aku lukai hatinya.

“Syarifah, selamat atas pernikahan putrimu” ucapku.
Kamu memandangku heran. Apakah tampangku sudah melebihi usiaku yang sebenarnya. Ataukah kamu benar-benar telah menghapus keberadaanku dalam kehidupanmu.
“Trimakasih. Anda Papinya Salsa? Salsa sahabat Raisya”
“Aku Firmansyah” kataku.
Aku melihat tatapn terkejut dari kedua bola matamu. Aku sengaja tersenyum untuk menutupi kegetiranku. Kulirik anakku yang mulai menyembunyikan sedihnya. Seperti inikah perasaan Syarifah saat aku memutuskan untuk meninggalkannya.
“Maaf, Mas Firman senior SMA-ku?”
“Iya”
“Apa kabar?”
“Alhamdulillah baik”
“Ayah kenalkan ini Papinya Salsa” katamu pada lelaki yang berdiri gagah disampingmu.
Lelaki itu mengajakku bersalaman.
Aku menghela napas sejenak. Otakku masih belum bisa berpikir jernih. Semua ini Bagaikan halilintar tanpa hujan ataupun mendung. Bagaimana aku bisa sembunyi dari rasa sakit di  hatiku ini. Apakah hatiku masih mencintai seorang Syarifah?

Jumat, 04 Juli 2014

Aku Hanya Seorang Wanita





Saat usiaku 4 tahun, aku sudah mampu membaca. Aku juga sudah bisa mengaji juz amma. Aku juga bisa menghitung penambahan, pengurangan bahkan perkalian. Aku juga memiliki kemampuan mengatur jadwal main, belajar, sekolah, mandi bahkan tidur siang maupun tidur malam. Well, untuk anak seusiaku itu adalah prestasi yang luar biasa.

Aku sekolah TK di TK Puspasari I tambaksari, Surabaya. Hal yang paling aku sukai adalah menari. Hal yang paling aku benci adalah karnaval. Oleh karenanya, aku tidak pernah mengikuti karnaval. Bagiku suatu hal bodoh jika kita sudah dandan cantik lalu disuruh jalan dari radio rajawali sampai taman remaja Surabaya, yang melihat juga para tukang becak dan tukan jual makanan.

Di TK, aku termasuk anak yang susah diatur. Aku selalu menyelesaikan tugasku dengan cepat. Entah itu belajar menulis, menghitung, menggambar atau bahkan mencocok. Setelah pekerjaanku selesai aku selalu membantu teman sekelompokku untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Tentu saja hal ini membuat ibu guruku geram, dan menyuruhku untuk bermain di luar kelas kalau tugasku sudah selesai. Tapi aku tak pernah mau dan tetap membantu temanku menyelesaikan tugasnya.

Ketika akan naik TK B, guruku mengusulkan agar aku langsung masuk SD. Namun karena aku masih cengeng, ibuku memutuskan agar aku tetap masuk TK B. saat TK B ini aku secara otodidak belajar menulis huruf latin. Amazing, aku juga bisa merangkai huruf-huruf tersebut menjadi kata, kemudian kalimat.

Lulus dari TK B, ibu memberikan pilihan kepadaku akan sekolah SD dimana. SDN tambaksari atau SDN pacarkeling. Aku pilih SDN tambaksari karena letaknya lebih dekat dari rumah. Walaupun aku sering dengar bahwa SDN Pacarkeling tempatnya anak-anak pinter, aku tetap ingin sekolah di SDN tambaksari. SDN tambaksari 5 menjadi pilihanku saat itu, karena si SD tersebut murid yang mendaftar paling banyak. Ada 64 siswa dalam satu angkatan, satu kelas pula.

Aku lulus SD, dan mendapat peringkat satu. Inilah pertama kalinya aku mendapat peringkat satu, karena sebelum-sebelumnya aku selalu mendapat peringkat empat. Baru aku tahu, ternyata bukan kemampuan yang membuat aku tidak bisa meraih ranking satu, melainkan aku tak pernah memberikan gratifikasi pada wali kelasku. Tapi tak apalah, toh diakhir kelulusan aku mampu membuktikan bahwa aku peraih danem tertinggi di kelas dan aku ranking pertama. Danemku saat itu 43.91.

Kulangkahkan kaki menuju SLTPN 1 surabaya. Konon, ini merupakan SLTP terbaik di Surabaya. Aku dan seorang temanku dari SDN tambaksari 5 bisa masuk ke SLTP ini karena nilai danem kami yang tinggi. Tak ada yang menarik di SLTP ini selain prestasiku yang makin gemilang. Aku meraih danem tertinggi di kelas 3 E, yaitu 48.37. aku juga meraih ranking 9 danem tertinggi di SLTPN 1 Surabaya.

Awalnya aku enggan untuk masuk sekolah di SMAN 5 Surabaya. Namun karena ibuku tak mengijinkan aku untuk sekolah di luar negeri, maka dengan berat hati aku masuk SMAN 5 Surabaya. Aku mau masuk SMAN5 Surabaya dengan syarat harus masuk kelas akselerasi. Perjuangan yang cukup panjang membuatku lulus dari kelas akselerasi dan diterima PMDK Teknik Mesin ITS.

Jurusan Mesin memanglah identik dengan laki-laki. Namun di tahun 2004, Jurusan ini mengadakan PMDK Keputrian. Dari seluruh wilayah Indonesia hanya ada 15 wanita terpilih untuk masuk jurusan ini tanpa melalui tes. Dan salah satunya adalah aku. Aku pun mendapat urutan pertama dalam penerimaan PMDK ini. Sempat banyak orang protes mengapa aku masuk jurusan ini. Namun di hati kecilku aku sangat yakin aka nada kesempatan besar untukku mendapatkan beasiswa di jurusan yang mayoritas disukai kaum Adam ini.

Bapakku sudah lama tidak bekerja, sejak penjualan jamu sepi. Pada saat aku SMA Bapak sudah resmi meninggalkan pekerjaannya sebagai tukang jamu. Namun barulah tahun 2005 ini kurasakan kesulitan membelenggu kehidupan keluarga kami. Sejak pindah rumah ke Bronggalan, penjualan kelontong ibuku sepi. Bisnis kredit pakaian pun terhenti karena uang modal ikut terbawa saat membeli rumah baru. Inilah awal kebangkitanku mengabdi sebagai seorang anak.

Tak sengaja aku mendapatkan tawaran untuk mengisi bursa Mesin dengan cemilan kacang goreng. Sampai akhirnya cemilan itu merambah ke cemilan-cemilan yang lain, kacang koro, bidaran, stik bawang, kerupuk amplang dan banyak macam yang lain. Jika dihitung macamnya bisa sampai 21 jenis cemilan. Modalnya sebagian berasal dari penghasilanku member les privat ke anak SD sampai SMA.

Beasiswa pun mengalir lancer, aku mendapat beasiswa TPSDP, dimana syarat mendapat beasiswa ini adalah IPK harus diatas 3. Pernah suatu ketika dosenku menawarkan untuk menagganti beasiswa tersebuk dengan beasiswa Ikatan Alumni (IKA). Namun karena jumlah beasiswa IKA hanya enam ratus ribu, dan TPSDP satu setengah juta per bulan, maka dengan sopan aku tolak tawaran penukaran beasiswa tersebut. Pernah juga aku mendapat beasiswa hingga triple, TPSDP, PPA dan BBM. Padahal menurut aturan tidak boleh menerima beasiswa double di ITS.

Aku lulus dari jurusan Mesin dengan IPK 3.16 dengan waktu kuliah 9 semester. Aku sempat mendaftar kerja di perusahaan minyak milik asing namun selalu tidak lulus. Pasalnya, ibu tidak mengijinkan aku kerja di luar pulau jawa. Akhirnya perjuanganku mendapat pekerjaan terhenti setelah empat bulan menanti tes-tes yang diselengggarakan oleh PJB. Selama itu aku masih menjalankan aktivitasku sebagai guru les privat plus tentor primagama.

Aku mendapat penempatan di Jakarta. Kota yang dulu sangat aku hindari. Namun aku tak bisa berpaling dari tugas ini, karena dendanya 45 juta rupiah jika aku mengundurkan diri. Kuberanikan diri menapakkan kaki di Jakarta, tanpa ada sanak saudara. Selama setahun menjadi OJT disana, tibalah pengangkatan pegawai pada bulan September 2010. Awalnya aku mengontrak rumah untuk didiami 11 orang di muara karang. Namun setelah pengangkatan pegawai mereka mencari tempat kos lain yang layak huni. Pasalnya daerah muara karang sering kebanjiran. Aku pun mencari tempat kos lain, namun aku tetap memilih tinggal di muara karang.

Aku mendapat tempat kos yang sangat nyaman. Pasalnya, ibu kos hanya memiliki satu kamar untuk dijadikan tempat kos. Dengan hanya membayar lima ratus ribu per bulan, aku bisa menikmati makanan pagi dan malam di kos tersebut. Ibu kos juga menganggap aku seperti anak sendiri. Kalau rumah kotor ya aku sapuin, kalau banyak cucian piring ya aku cuciin.

Tiga bulan setelah pengangkatan, aku memberanikan diri meminjam uang koperasi sebanyak seratus juta. Aku meminjam uang tersebut untuk membeli rumah. Baru ketika menginjak Pebruari 2011 akhir aku menemukan rumah yang pas dengan jumlah uang yang aku miliki. Rumah tipe 50/61 tersebut aku beli seharga 125 juta. Rumah tersebut berada di daerah cipondoh yang dekat juga dengan rumah atasanku, Pak Nuh. Akhirnya aku seperti anak dari Pak Nuh, pergi dan pulang kerja bareng Pak Nuh. Bahkan Pak Nuh yang memboncengi aku naik motor Mio yang aku beli bersamaan dengan pembelian rumah tersebut. Mei 2011, aku resmi tinggal di cipondoh setelah pengurusan sertifikat selesai.

Pada Maret 2012, aku bertemu dengan seseorang yang kini menjadi suamiku. Kami menikah pada Mei 2012. Aku pun resmi meninggalkan rumah cipondoh untuk pindah ke rumah suami di daerah simprug diporis.

Pada Mei 2013, aku resmi menyandang status sebagai ibu. Bayi mungil perempuan lahir dari rahimku. Kehadiran bayi mungil ini melengkapi kebahagiaan keluarga kecil kami.

Pada Mei 2014, kubangun tingkat rumahku yang di Cipondoh. Mungkin orang yang melihatku heran karena bagaimana bisa wanita berusia 27 tahun telah memiliki segalanya. Dua rumah di daerah tangerang, satu mobil grand livina, suami yang baik hati, putri kecil yang berusia setahun, berhasil membiayai sekolah adik hingga lulus D3 Teknik mesin ITS.

Subhanallah maha suci Allah yang telah melimpahkan rezeki yang melimpah ruah bagiku. Aku sangat sadar semua keberhasilan ini tak pernah luput dari doa ibuku. Seorang wanita yang telah melahirkanku.

Mungkin saat aku masih kecil aku selalu menyesali mengapa aku dilahirkan sebagai seorang wanita. Namun ternyata wanita sholihah adalah anugerah yang terindah di dunia. Mungkin banyak yang menatapku heran, pasalnya prestasiku jauh melebihi prestasi teman-temanku yang laki-laki. Dan aku jauh lebih tangguh dan mandiri dibandingkan dengan mereka. Aku tahu aku wanita yang hanya bisa menjadi makmum bagi suamiku. Namun perlu digaris bawahi bahwa prestasi apa yang aku raih juga hanya karena seorang wanita, Ibuku.

Love you too much my Mom….
Ingatlah "Surga di telapak kaki Ibu"

Selasa, 01 Juli 2014

Diantara Dua Hati





 
Jakarta, 1 Juli 2014
Nurani Esaputri
Tiba-tiba teringat tentang Vina, apa kabarnya wanita itu ya? Apakah dia bahagia juga sepertiku? Apakah dia benar-benar resign dari pekerjaannya untuk menjadi ibu rumah tangga. Apakah dia satu atap dengan suaminya? Terlalu banyak pertanyaanku tentang wanita itu yang hingga detik ini aku tak tahu kabar tentangnya.

Vina Anggraeni, adalah sosok wanita yang hadir secara tiba-tiba dalam kehidupanku. Membuyarkan keharmonisan ikatan antara aku dan Ryan. Entah mengapa Ryan justru memilih wanita itu dibandingkan aku. Apa kurangnya diriku, sekolahku dulu lebih baik daripada sekolah Vita. Aku S1, sementara Vita hanya lulusan D3. Dan aku jauh lebih bisa hidup mandiri di kota metropolitan dibandingkan Vita.

Apa kabarnya ibu dari seorang anak perempuan bernama Nabilah Dewi Hardyan. Anak yang dilahirkannya ketika usia pernikahan mereka baru delapan bulan. Apakah Vina telah hamil duluan sebelum menikah. Sungguh aku tak tahu hal itu, dan tak ingin berburuk sangka. Tapi Nabilah lahir normal, bukan prematur. Dan sekarang pun Nabilah tumbuh sehat sesuai usianya.

Vina Anggraeni, nama yang dulu selalu membuatku menangis. Apakah dia tak pernah tahu antara aku dan Ryan telah tumbuh rasa kasih. Ah mungkin aku terlalu hiperbolis, nyatanya Ryan memang bukan pria idamanku. Hanya saja waktu itu cuma Ryan lelaki yang mau dan berani mendekatiku.

Mungkin Ryan takut akan kemandirianku. Atau mungkin Ryan merasa malu melihat karirku lebih baik darinya. Atau mungkin Ryan mundur dariku karena aku sudah bisa membeli rumah sendiri. Entahlah, apa yang Ryan pikirkan saat itu. Yang jelas keputusannya untuk meninggalkanku adalah hal yang membuat luka mendalam di benakku. Aku yang tak pernah dekat dengan lelaki, ternyata bisa juga dipermainkan oleh Ryan.

Ryan memang bukan tipe lelaki yang kuinginkan menjadi imamku. Bagaimana bisa, lelaki yang selalu salah menulis Assalamualaikum, lelaki yang jarang mengucap salam itu akan menjadi bagian dari kehidupanku. Ya, Ryan memang tak pantas untuk bersamaku.

Apa kabarnya Ryan? Bahagiakah dia dengan pernikahannya? Apakah Vina memang wanita terbaik dalam kehidupannya. Aku tahu Ryan memang pernah menaruh rasa suka padaku. Aku tahu Ryan pernah mengagumiku. Namun ternyata hati Ryan haruslah bermuara pada Vina. Wanita yang baru dikenalnya saat mereka berada di perusahaan yang sama.

Bandung, 1 Juli 2014
Vina Anggraeni
Sudah lama aku tidak membuka account facebookku. Banyak sekali update dari teman-temanku yang kini sudah memiliki buah hati. Alhamdulillah, anakku pun kini telah berusia 13 bulan. Sebagai ibu rumah tangga tidak banyak aktivitas yang aku lakukan sambil mengasuh anak pertamaku, Nabilah Dewi Hardyan.

Kulihat update foto dari nama yang aku kenal, Nurani Esaputri. Wanita yang dulu sempat dekat dengan suamiku. Nurani berfoto bersama suami dan anak perempuannya. Tampak senyum bahagia di wajahnya. Foto yang berlatarkan mobil dan rumah itu menyita perhatianku.
 Alhamdulillah rumah mungilku sudah selesai direnovasi” tulis Nurani.

Rupanya wanita bernama Nurani itu memang wanita yang hebat. Pantas saja suamiku dulu sempat mundur ketika akan mendekatinya. Kata suamiku, Nurani itu anak yang pandai, buktinya dia sekolah SMA hanya dua tahun dan dia diterima di perguruan tinggi negeri tanpa melalui tes. Kata suamiku, Nurani pandai mengaji, buktinya dia-lah pendiri Keputrian di jurusan tempatnya kuliah dan dia juga ketua Keputrian. Kata suamiku, Nurani adalah wanita mandiri, buktinya baru enam bulan diangkat menjadi karyawan Nurani sudah membeli rumah sendiri.

Apa yang kurang dari seorang Nurani, hingga Ryan Prasetya meninggalkan wanita anggun itu. Mungkinkah karena aku lebih cantik daripada Nurani? Kalau hanya sekedar kecantikan, bisa jadi suatu saat Ryan meninggalkanku untuk wanita cantik yang lain. Apalagi aku hanya ibu rumah tangga. Sedangkan kini Ryan terlalu sibuk dengan pekerjaannya yang sering keluar kota.

Mengapa aku jadi curiga dengan suamiku sendiri. Toh, sikapnya terhadapku tidak berubah. Meski suamiku sering mengeluhkan tingginya pengeluaran karena tingginya bunga bank untuk cicilan rumah kami. Toh, aku tetap bisa memasakkan makanan sederhana di rumah kecil kami. Ryan takkan meninggalkanku dan putri kecilnya yang lucu ini. Ya, aku harus yakin, cinta suamiku hanya untukku seorang. Ryan Prasetya hanya mencintai Vina Anggraeni, titik.

Jakarta, 1 Juli 2014
Ryan Prasetya
Rasa bosan dan jenuh selalu melingkupi kehidupanku. Hari ini terakhir dinas luar kota di Jakarta. Nanti sore akan jalan kembali ke Bandung. Sungguh, seandainya bukan karena Nabilah aku tak mau pulang. Istriku sering minta dibelikan ini itu, sementara gajiku sudah habis banyak untuk uang cicil rumah. Andai saja aku dulu menikah dengan Nurani, mungkinkah kehidupanku lebih mapan dari sekarang.

Sungguh, sangat beruntung seorang Nurani, wanita polos yang akhirnya mampu menemukan cintanya. Setelah kesetiannya aku koyakkan dengan kehadiran Vina. Ah, andai saja Nurani tahu betapa hingga detik ini aku masih mengaguminya.

Masih kusimpan memori tentang seorang Nurani di benakku. Semoga dia selalu berbahagia dengan kehidupan rumah tangganya. Mungkin suatu saat kami akan bertemu kembali. Tapi aku yakin, cinta kami takkan pernah bisa bersemi seperti tiga tahun yang lalu.

Kubiarkan bunga cantikku dihinggapi kumbang yang lain
Kubiarkan hatiku hancur melihat senyum bahagianya
Padahal dulu, dengan teganya aku mencampakkannya
Kuhadirkan cinta lain, diantara kami berdua
Hingga akhirnya dia melarutkan diri dalam ketidakberdayaannya
Lalu lelaki beruntung itu datang
Dengan cepat pula mereka menikah
Andai saja mampu kuteriakkan
Aku sangat cemburu
Namun aku bukanlah lelaki pengecut
Aku harus bisa bertanggung jawab
Dan kini satu-satunya semangatku hanyalah putri kecilku
Semoga dia mampu menjadi bunga yang cantik
Bunga yang dikagumi oleh banyak kumbang
semoga…