Aku tak tahu apa yang tengah terjadi dalam otakku, seraya menyeretku dalam kenangan lima tahun lalu. Lelaki itu berdiri di hadapanku. Memandangku dengan tatapan mata yang penuh kasih sayang.
Lima tahun yang lalu.
Apa yang membuatmu berada di sini Rizki? tanyaku dalam hati. Tentu saja aku tak sanggup
bicara padanya. Aku tahu hatinya terluka
oleh apa yang tengah terjadi.
“Kamu cantik” ucap Rizki tanpa menghiraukan tatapan
permintaan maafku. Maaf karena aku tak pernah bisa memilihnya sebagai
pendamping hidupku. Meski aku tahu dari awal perjumpaan kami, dirinya selalu
memperhatikanku, menyayangiku, memanjakanku, dan selalu ada untukku.
“Lelaki itu beruntung bisa mendampingimu” ucap Rizki. Hatiku
serasa tercabik-cabik memikirkan betapa banyak pengorbanan dirinya untukku. Kenangan
saat kuliah bersamanya. Dirinya, bagiku adalah malaikat penolong. Yang selalu
menghapus airmataku saat aku bersedih. yang selalu disampingku saat aku
membutuhkan seseorang untuk kuajak bicara.
Aku mengangguk pelan, entah mengiyakan kata-katanya. Atau hanya
sekedar menghilangkan kekakuan sikapku. Aku tak tahu harus menangis atau
tersenyum kepadanya. Aku tak bisa meminta maaf padanya. Tapi aku yakin dia
kesini karena dia telah memaafkanku.
Ah, Rizki….kamu benar-benar tidak berubah. Tiga tahun aku
merantau pergi jauh darimu dan sikapmu padaku belum juga berubah. Juga tatapan
itu, tatapan yang selalu menenangkanku.
“Tidak usah khawatir, semua akan baik-baik saja” ucap Rizki tersenyum padaku.
Ya, harusnya akan baik-baik saja. Jika saja dirimu tak dating
disini, Rizki. Dari banyak teman yang tergabung dalam milist angkatan mengapa
hanya dirimu yang dating dalam acara pernikahanku, bahkan di saat yang paling
mendebarkan, saat akan melakukan akad nikah. Ah, Rizki.
Saat ini
Profil facebookmu menampilkan gambar anak pertamamu, seorang
bayi laki-laki yang lucu dan menggemaskan. Hatiku terasa teriris melihatnya. Padahal
harusnya aku bahagia, sama sepertimu yang bahagia atas kelahiran buah hatimu. Sungguh,
aku ingin ikhlas mengucapkan selamat kepadamu. Namun aku hanya menulis dalam
kolom komentar ‘Selamat ya Rizki…’
Ah, bayi laki-laki itu….seandainya saja aku dulu memilih
Rizki sebagai pendampingku. Akankah bayi laki-laki itulah yang ada dalam
gendonganku saat ini. Ah Rizki…rupanya aku belum bisa melupakanmu. Mungkin dirimu
telah mengikhlaskanku lima tahun lalu, tapi aku belum mengikhlaskanmu meskipun
dirimu telah menikah dan memiliki seorang bayi laki-laki yang lucu.
Ah Rizki Ahmad Hanif…aku benar-benar belum bisa melupakanmu ….