Jumat, 24 Maret 2017

Tentang Rizki




Aku tak tahu apa yang tengah terjadi dalam otakku, seraya menyeretku dalam kenangan lima tahun lalu. Lelaki itu berdiri di hadapanku. Memandangku dengan tatapan mata yang penuh kasih sayang.

Lima tahun yang lalu.
Apa yang membuatmu berada di sini Rizki?  tanyaku dalam hati. Tentu saja aku tak sanggup bicara padanya. Aku tahu  hatinya terluka oleh apa yang tengah terjadi.
“Kamu cantik” ucap Rizki tanpa menghiraukan tatapan permintaan maafku. Maaf karena aku tak pernah bisa memilihnya sebagai pendamping hidupku. Meski aku tahu dari awal perjumpaan kami, dirinya selalu memperhatikanku, menyayangiku, memanjakanku, dan selalu ada untukku.
“Lelaki itu beruntung bisa mendampingimu” ucap Rizki. Hatiku serasa tercabik-cabik memikirkan betapa banyak pengorbanan dirinya untukku. Kenangan saat kuliah bersamanya. Dirinya, bagiku adalah malaikat penolong. Yang selalu menghapus airmataku saat aku bersedih. yang selalu disampingku saat aku membutuhkan seseorang untuk kuajak bicara.
Aku mengangguk pelan, entah mengiyakan kata-katanya. Atau hanya sekedar menghilangkan kekakuan sikapku. Aku tak tahu harus menangis atau tersenyum kepadanya. Aku tak bisa meminta maaf padanya. Tapi aku yakin dia kesini karena dia telah memaafkanku.
Ah, Rizki….kamu benar-benar tidak berubah. Tiga tahun aku merantau pergi jauh darimu dan sikapmu padaku belum juga berubah. Juga tatapan itu, tatapan yang selalu menenangkanku.
“Tidak usah khawatir, semua akan baik-baik saja” ucap  Rizki tersenyum padaku.
Ya, harusnya akan baik-baik saja. Jika saja dirimu tak dating disini, Rizki. Dari banyak teman yang tergabung dalam milist angkatan mengapa hanya dirimu yang dating dalam acara pernikahanku, bahkan di saat yang paling mendebarkan, saat akan melakukan akad nikah. Ah, Rizki.

Saat ini
Profil facebookmu menampilkan gambar anak pertamamu, seorang bayi laki-laki yang lucu dan menggemaskan. Hatiku terasa teriris melihatnya. Padahal harusnya aku bahagia, sama sepertimu yang bahagia atas kelahiran buah hatimu. Sungguh, aku ingin ikhlas mengucapkan selamat kepadamu. Namun aku hanya menulis dalam kolom komentar ‘Selamat ya Rizki…’
Ah, bayi laki-laki itu….seandainya saja aku dulu memilih Rizki sebagai pendampingku. Akankah bayi laki-laki itulah yang ada dalam gendonganku saat ini. Ah Rizki…rupanya aku belum bisa melupakanmu. Mungkin dirimu telah mengikhlaskanku lima tahun lalu, tapi aku belum mengikhlaskanmu meskipun dirimu telah menikah dan memiliki seorang bayi laki-laki yang lucu.
Ah Rizki Ahmad Hanif…aku benar-benar belum bisa melupakanmu ….