Bayi itu masih berumur empat bulan. Ya, Hasya adalah anak
keduaku. Sementara kakaknya, Hasna telah berumur 3 tahun lebih satu bulan. Tanggal
4 Juli 2016 jam 05.45 WIB kami berangkat mudik menuju Solo dari Tangerang. Berharap
semoga tidak semacet hari-hari sebelumnya, pikirku. Hari raya insya Allah
tanggal 6 Juli 2016, tapi sore nanti akan dilaksanakan siding isbat secara
tertutup oleh pemerintah.
Melewati Jakarta dan Bekasi yang lancar sekali, sudah
mengundang decak kagum. Alhamdulillah jalanan di Jakarta sudah tak seramai
biasanya. melewati Cipali masih lancar. Ketika istirahat sekitar pukul 10.30
WIB, aku sebenarnya sudah lapar dan ingin makan bakso. Namun aku cancel, karena
suami menyuruh kami masuk mobil untuk melanjutkan perjalanan. Sampai akhirnya
kami menuju tol Pejagan.
Subhanallah, mobil-mobil banyak yang terparkir alias tidak
bisa jalan sama sekali. Sempat terbesit untuk putar balik di tol, toh tol
sebelah kosong melompong. Tapi, tidak ada putar balik di tol. Pejagan-Brexit,
tidak ada jalan keluar melainkan berdesak-desakan mobil. Mesin dimatikan, dihidupkan,
berjam-jam kami disana. Hingga adzan magrib macet pun masih sama. bahkan kami
hanya berjalan berapa km saja. Aku frustasi, bagaimana ini, sampai kapan warna
merah dalam google map ini akan
berganti hijau. Sementara warna merah itu panjang sekali.
Jam tangan suami sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB dan kami
masih berada di tol yang sama sejak jam 10.30 WIB tadi pagi. Masya Allah,
antara kesal dan capek sudah merambat di ubun-ubun. Kulihat kiri jalan sudah
banyak mobil terparkir yang kehabisan bensin atau kepanasan sehingga kap
mobilnya dibuka. Bahkan tak jarang beberapa orang terpaksa buang air kecil di
pinggiran jalan karena tidak ada tempat istirahat. Tadi sempat menemukan tempat
istirahat tapi sudah FULL.
Akhirnya, Allah menolong kami. Pada sekitar pukul 22.30 WIB
di depan ada himbauan yang Semarang kanan, yang jogja lurus. Suami nanya “Ke
kanankah kita?”. Aku jawab,”ya”. Itu keberuntungan yang pertama. Melewati jalan
kontra flow yang disambut hujan superderas, kami melihat mobil-mobil di sebelah
kiri kami masih berbaris rapi alias masih macet tidak bergerak sama sekali. Suamiku
menambah kecepatan mobil. Maklum, kakinya terlalu capek memainkan kopling, rem
dan gas yang sudah berjam-jam.
Akhirnya gardu brexit (Brebes Exit) pun terlihat. Walaupun kami
masih harus mengantri untuk membayar tol. Tunggu, jangan dibayangkan atriannya
sedikit. Antriannya sudah cukup panjang. Apalagi jalanan sempit menuju Brexit
yang hanya bisa dilewati dua mobil. Subhanallah, benar-benar harus sabar. Apalagi
kulihat tanda bensin sudah kedap kedip yang artinya butuh segera diisi. Aku bisa
bernapas lega ketika sudah mencapai luar gerbang tol, walaupun masih macet tapi
kemungkinan kami bisa makan dan menemukan toilet itu yang jadi prioritas.
Jalanan sempat lancar ketika polisi membuat kontra flow. Kami
pun sempat mampir ke warung jual pecel lele. Suami memesan ayam dan nasi 4
bungkus. Tunggu, jangan dipikir kami bisa makan dengan santai. Karena baru saja
suami pesan menu, polisi sudah menyuruh kami untuk melanjutkan perjalanan. Hal ini
dikarenakan system kontra flow yang tidak selamanya (alias terbatas waktu).
Aku bilang ke suami untuk menginap di hotel. Toh walaupun
anak-anakku tidak ada yang rewel tapi kasihan juga mereka. Kasihan orangtua
kami yang tidak dapat menyandarkan punggung. Kasihan suamiku yang tidak
berhenti menyetir mobil. Tapi dua hotel di Tegal telah kami lewati, aku
menangis terlebih karena capek.
Tibalah kami di suatu rumah yang berbau menyan dan nyamuknya
luar biasa. Disitu beberapa pemudik lain beristirahat, tiduran sambil memesan
secangkir teh atau kopi. Suamiku memesan tiga teh hangat sambil buka puasa. Itu
sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Aku dan anak-anakku sempat tidur
pulas. Suami juga. Orangtuaku bergantian menjaga kami. Tentu saja yang perlu
dijaga sebenarnya adalah balita kami.
Setelah menunaikan solat subuh, kami melanjutkan perjalanan
kembali. Kali ini kami berebut bensin bersama mobil-mobil lain yang juga
kedap-kedip lampu indikasi bensinnya. Penjaga parkir di SPBU itu bilang bahwa
bensin kosong, tapi karena kulihat baru saja ada mobil pertamina keluar maka
aku memaksa suamiku untuk ikut antri bensin. Jangan dibayangkan kami mengantri
dengan indah, karena mobil-mobil yang antri sudah berdempetan, maju kena mundur
kena. Subhanallah. Dan akhirnya setelah perjuangan antri selama satu jam kami
hanya mendapat jatah isi bensin 150 ribu rupiah. Sungguh tidak sebanding dengan
pengantrian yang panjang.
Dan setelah mengisi bensin itu dimulailah kami
bermacet-macet ria untuk sampai ke jembatan comal . baru sekitar jam 12.00 WIB
kami terbebas dari macet. Adzan isya berkumandang seiring kami yang memasuki
kawasan Surakarta. Kami berbuka puasa di jalan, menu nasi liwet. Sekitar pukul
21.00 WIB kami baru sampai rumah solo.
40 jam kami menempuh perjalanan dari Tangerang ke Solo. Alhamdulillah
anakku sehat dan tidak ada yang rewel. Kumandang takbir sudah terdengar sejak
selesai solat isya tadi.
Tanggal 6 Juli 2016 kami menunaikan solat idul fitri di jalan
utama dekat rumah. Usai solat, suami dan keluarga berkunjung ke makam ibunya
dan kakek neneknya. Selanjutnya adalah perjalanan menuju Boyolali, tempat
keluarga besar suami berkumpul.
Tanggal 7 Juli 2016, pagi hari suami mengajak ke pasar untuk
membeli kerupuk. Kerupuk yang menjadi kesukaan semua, namanya Karak. Setelah membeli
kerupuk suami mengajakku makan berdua di pinggir jalan, menunya nasi liwet. Melihat
pasangan lain yang makan berdua, jadi lupa bahwa aku menitipkan Hasya dan
Hasna. Kalau Hasna sih tidak ada masalah karena dia sudah bisa makan, kalau
Hasya masih bergantung padaku karena masih minum ASI.
Jam 15.00 WIB suami mengajakku untuk membeli oleh-oleh khas
Solo buat teman-temannya. Tak lupa dia mangajakku ke warung tahu kupat. Sebenarnya
tadi pagi aku sudah makan tahu kupat yang dibelikan oleh adik ipar. Tapi makan
berdua bersama suami inilah momen yang tak tergantikan. Aku memesan tahu kupat
dan beras kencur hangat.
Jam 20.00 WIB kami berangkat pulang menuju Tangerang. Khawatir
akan macet separah saat berangkat ke Solo, maka suami memutuskan untuk pulang
duluan sebelum arus balik berlangsung. Alhamdulillah tanggal 8 Juli 2016 pukul
11.30 WIB kami sudah sampai rumah. Itu juga sudah istirahat selama empat jam lebih
di rest area.
Itulah pengalaman mudik pertama Hasya. Dan pengalaman mudik
ketiga bagi aku, suami dan Hasna.
Teruntuk suamiku tercinta, bolehlah sekali-kali kita naik
pesawat atau kereta untuk mudik. Bukan dengan mobil….
Teruntuk Hasna dan Hasya, kalian memang hebat. Ketika Bunda
sakit karena kecapekan, kalian sehat-sehat saja.