Pandangan itu masih sama, saat pertama bertemu denganmu. Tatapan
meneduhkan yang mampu meluluhkan egoku. Bagaimana ada seorang lelaki yang
memberanikan diri untuk bersanding denganku. Bukannya aku menyombongkan diri. Tapi
jalan kehidupanku yang begitu terjal. Seolah setiap tetesan airmata selalu
mengiringi perjalanku. Dan peluh atas kerja kerasku untuk mempertahankan
kehidupanku dan keluargaku.
Dirimu, lelaki pertama yang menyisipkan cerita dalam
kehidupanku yang datar. Aku memang pernah mengagumi beberapa lelaki, namun
hanya kekaguman yang biasa. Aku telah berjanji akan mencintai seorang lelaki
yang juga mencintaiku, suamiku.
Pandangan itu masih sama, saat pertama bertemu denganmu. Tatapan
meneduhkan yang mampu membuatku menerima lamaran dari keluargamu. Bagaimana aku
tak bahagia, sebentar lagi aku akan menikah. Meskipun aku baru dua bulan
bertemu denganmu. Dan jujur, cinta itu belum tumbuh di hatiku.
Dirimu, lelaki yang tak pernah memiliki kekasih sebelumnya. Dirimu,
yang terlalu polos menjalani kehidupan
ini.
Pandangan itu masih sama, saat pertama bertemu denganmu. Tatapan
meneduhkan yang membuatku yakin bahwa engkaulah imamku di dunia, hingga di
akhirat nanti. Suaramu lantang ketika mengucap akad nikah denganku. Mulai detik
itu, aku adalah tanggung jawabmu. Dan hidupku sepenuhnya untuk mendampingimu.
Dirimu, selalu aku berdoa untukmu. Semoga Allah melindungimu
dari segala zina dan fitnah. Semoga Allah memberkahi ikatan suci pernikahan
kita.
Pandangan itu masih sama, saat pertama bertemu denganmu. Tatapan
meneduhkan yang mampu menenangkanku sebelum aku menjalani cesar kelahiran anak
pertamaku. Tentu saja aku ingin melahirkan
secara normal, bukan dengan cesar. Namun rupanya panggul sempit ini tak bisa
membuat bayi mungilku terlahir secara normal. Kau mengecup dahiku saat aku akan
memasuki kamar operasi. Rasa cintaku padamu bersemi di dalam hati.
Dirimu, lelaki yang takjub melihat buah hati kita. Begitu cantik
dan menangis begitu keras. Tangis bayi kita berhenti saat kau mulai
mengumandangkan adzan di telinganya.
Pandangan itu masih sama, saat pertama bertemu denganmu. Tatapan
meneduhkan yang membuat kami bersyukur memiliki keluarga yang bahagia. Sosok ayah
dan suami yang penyabar. Sungguh, nikmat Allah yang manakah yang mampu di
dustakan?
Dirimu, lelaki yang selalu menggenggam tanganku. Lelaki yang
menyayangiku dan putri kecilku. Bagiku, kau adalah anugerah terindah di
duniaku.
Jakarta, 18 Juni 2014