Senin, 21 Februari 2011

Rapuh


Tak bisakah airmata ini berhenti. Aku takut jika tiap detik aku merasa berduka. Selama rasa sakit itu tetap ada. Benarkah aku terlalu tangguh untuk semua beban ini. Bukankah manusia juga ada batasnya. Aku berusaha untuk tersenyum dan bahagia namun selalu saja kembali dihempaskan. Apa aku benar-benar terlalu tangguh.


Aku hanya takut sendirian. Tapi mengapa ketakutan itu tidak berhenti. Aku takut aku terluka, namun tiap kali aku terluka. Aku sampai tidak berani bermimpi lagi. Aku tidak berani mendengar janji lagi. Aku tidak bisa percaya lagi. Aku takut aku akan kehilangan diriku. Aku takut semua ini akan membatu hingga tak ada perasaan lagi. Aku benar-benar takut. Tak bisakah aku tak merasakan semua ini. Aku takut.


Kali ini benar-benar telah habis energiku. Mesti bersabar sampai bagaimana lagi. Hatiku terluka akan apa yang terjadi. Sekalipun aku mencoba bertahan namun tentu saja masih terlihat kelemahanku. Tentu saja masih mengalir airmataku. Aku hanyalah seorang yang lemah, mengapa mesti dilukai terus menerus. Bukannya aku takut kematian namun aku takut hidupku penuh kematian. Hidup tanpa ada harapan dan impian, bisa kan disebut mati.


Lupakan sejenak yang ada di pikiran. Tuangkan dalam coretan hati yang tak terungkap. Atau teriakkan keras tanpa terdengar. Lupakan semua amarah tanpa melukai siapapun. Aku tak ingin melukai siapapun, aku tak ingin membuat siapapun berduka. Aku, tak mampu lagi kutulis apa yang ada di benakku. Tak mampu lagi mimpi itu hadir. Tak mampu lagi harapan ini bertumbuh. Sudah benar-benar matikah kehidupanku. Apakah ini yang disebut terjalnya kehidupan.


Tuhan, sebegitu rapuhnya aku ???

aku bahagia kau ada


Bertahun yang lalu kau menatapku sedu. Mungkinkah kau tak ingin aku meninggalkanmu. Tapi mengapa tak kau katakan. Aku mungkin akan tetap meninggalkanmu. Tapi hatiku masih selalu mengenangmu. Hadirmu dalam hidupku hanya sementara namun senyummu telah membiusku dalam kebisuan.

Entah mengapa hatiku merasa tenang. Sekalipun mungkin masih banyak jalan yang mesti kulalui. Aku bahagia saat menemukanmu. Selama ini aku mencarimu, selama ini aku menunggumu. Walaupun sebenarnya aku yang meninggalkanmu. Aku tak habis pikir kita bisa bertemu. Aku bahagia kau ada.

Andai mampu kulukiskan kebahagiaan ini. Bagaikan untaian benang emas yang terukir indah di kain warna merah. Sangat kentara. Senyum dan tawaku tak lagi merupakan kiasan. Aku selalu berdoa pada Tuhan, semoga aku tidak berduka atas apa yang terjadi. Meski engkau adalah masa laluku, aku tetap menghargai arti hadirmu di sini.

Kuberharap Tuhan menuliskan kisah indah antara kita. Entah mengapa hatiku sangat yakin atas kehadiranmu. Entah mengapa aku yakin engkau hadir untukku. Entah mengapa aku kian bahagia. Ingin sekali selalu menatapmu, lalu kita saling memandang tersipu malu. Aku tahu mungkin ini hanyalah mimpiku atas kehadiran cinta. Namun hatiku masih yakin akan dirimu.

Apakah aku terlalu berharap? Namun hatiku selalu meyakinkan kaulah yang sebenarnya mesti ada. Kaulah yang semestinya selalu ada. Kaulah yang saat ini ada. Kaulah yang saat ini kuharapkan selalu ada. Teringat bertahun lalu saat aku meninggalkanmu. Tahukah dirimu aku tak pernah bisa melupakanmu. Tahukah dirimu bahwa aku masih melihatmu sebelum akhirnya kutinggalkan kotaku.

Aku menghilang. Kau menghilang. Dan terlalu lama kita berpisah. Adakah tanya di hatimu tentang keberadaanku. Meski aku perlahan terlupa atas dirimu. Sampai akhirnya kita bertemu.

Aku hanya ingin katakan, “Aku bahagia kau ada”

Jumat, 04 Februari 2011

Sebuah Doa pada-Nya


Masih terbesit dalam ingatanku ketika rasa kecewa itu menyerangku. Entah apa yang aku inginkan saat ini. Meski ingin sekali kuhapus rasa sepi dalam hidupku. Atau menanti keajaiban dari Allah hingga aku mampu merasakan kebahagiaan.

Air wudhu ini masih melekat di kulitku namun aku merasakan kegundahan yang luar biasa. Pagi ini seperti biasa aku menunaikan solat dhuha. Karena perasaanku masih kacau maka kuulangi kembali berwudhu dan berulang membaca al fatihah dalam hati.

Apa yang kiranya akan terjadi. Sudah kupasrahkan semua jalan hidupku pada-Nya. Mungkin secara fisik kau akan melihatku sebagai sosok yang beruntung. Aku tampan, terlahir dari keluarga ekonomi dan sekarang kehidupanku sudah mapan. Aku telah tinggal di rumah sendiri, aku telah menjadi pegawai negeri. Apalagi yang kurang?

Namun hidup sudah ada yang mengatur, yaitu Allah SWT. Masih teringat saat-saat aku masih duduk di bangku sekolah dengan pacar yang sering berganti. Aku tajir dan tampan, tak ada seorang wanita pun yang menolak untuk jalan bersamaku.

Kini, aku bahkan tak mengerti apa yang terjadi dalam kehidupanku. Sempat terbesit rasa iri pada teman-teman yang sudah memiliki buah hati. Dan bidadari yang kuharapkan untuk mendampingiku belum juga datang. Berapa lama lagi aku menunggu?

“Abi…” kudengar suara sayup yang tak kutahu dari mana.
Seringkali kudengar suara sayup itu, namun belum pasti itu suara dari siapa.

Sudah beberapa hari ini aku merasakan keresahan. Padahal aku semakin tingkatkan amalanku, termasuk sholat tahajudku. Namun masih kurasakan keresahan dalam hatiku. Semakin aku tenggelam dalam solatku semakin aku merasakan keresahan tak terhenti. Apakah karena seorang bidadari yang selama ini kunantikan.


Teruntuk bidadariku….
Wahai cintaku,
Tetapkanlah Islam sebagai agamamu.
Tetapkanlah Allah sebagai Tuhanmu, dan tiada yg lain selain Dia.
Tetapkanlah Muhammad sebagai Nabi dan Rasulullah.
Tetapkanlah Al Qur`an sebagai kitab dan penuntunmu.

Wahai cahaya hatiku.
Ucap dua kalimah syahadat disetiap desah nafasmu.
Sembahyanglah lima waktu dalam hari harimu.
Berpuasalah sebulan dalam bulan Ramadhan.
Tunaikanlah haji ke Baitullah Rumah Allah jikalau kau mampu.
Tunaikanlah zakat selagi kau mampu.
Jangan lupakan Infaq Shadakah dan menyantuni mereka yg tidak mampu.

Wahai bidadariku
Beriman selalu hanya kepada ALLAH SWT
Berimanlah bahwa Allah telah menciptakan Malaikat-malaikat
Berimanlah bahwa Allah telah menciptakan Kitab-kitab Al Qur`an dan kitab kitab sebelumnya
Berimanlah kepada nabi dan Rasul rasul
Yakinlah dan Berimanlah akan adanya Hari Kiamat
Yakinlah dan Berimanlah kepada Qada dan Qadar

Wahai pesona jiwaku.
Hidupmu kelak akan lebih keras dan berat.
Lebih keras dan berat dari kehidupan kami orangtuamu.
Maka bekalkanlah dan perkuat keimanan dan ketaqwaan.
Agar kalian selamat sampai ditujuan hidupmu kelak.

Wahai penyempurna hidupku.
Ingatlah dan camkanlah beberapa hal
Bahwa yang singkat itu WAKTU,
Yang dekat itu MATI,
Yang besar itu NAFSU,
Yang berat itu AMANAH,
Yang sulit itu IKHLAS,
Yang mudah itu BERBUAT DOSA
Yang abadi itu AMAL KEBAJIKAN,
Yang akan di investigasi itu AMAL PERBUATAN,
Yang jauh itu MASA LALU.
Persiapkanlah dirimu untuk semua hal itu.

Wahai masa depanku.
hiduplah demi akhiratmu
karena itu yang akan abadi kekal selamanya
janganlah kalian hidup demi duniamu
karena itu hanya semu dan bakal termakan waktu

Wahai permataku,
Doa orangtuamu selalu menyertaimu.
Semoga Allah selalu membimbingmu.
Semoga Allah selalu meridhoimu.
Semoga Allah selalu mendampingimu.
Dalam setiap langkahmu, doamu dan dalam semua kehidupanmu.


Entah mengapa ada suatu rasa kesepian yang mendalam, sekalipun aku mecoba untuk terus tersenyum. Aku yakin suatu saat Allah akan mengamanatiku seseorang untuk kucintai dan mencintaiku. Seorang bidadari yang mendidik putra-putriku hingga nantinya menjadi pemimpin yang menjunjung tinggi agama islam. Aku yakin Allah takkan lupa akan janji-Nya, watthayyibatu litthayyiban walkhabitsu lilkhabitsin.

Ya Rabb, jagalah bidadariku dari segala zina dan fitnah. Sungguh aku tak ingin dirinya terluka.
Ya Rabb, jagalah hatiku untuk selalu mencintai-Mu, aku takut diriku kembali pada sifatku yang dulu.
Ya Rabb, ridhoilah langkahku dan langkah bidadariku agar kami bias bertemu dan menjalin ikatan cinta suci karena-Mu.
Ya Rabb, kabulkanlah doaku….Amin


Kulihat di luar kantor tampak hujan gerimis. Gerimis seperti perasaan hatiku. Namun harus kutegarkan diriku. Semua ini pasti akan indah pada waktunya. Allah tentunya telah menyiapkan bidadariku. Sosok indah yang akan membantuku dalam mendakwahkan islam secara kafaah. Sosok yang selalu ada ketika aku berduka dan ketika aku bahagia. Insya Allah.

“Angga…. Ada pesan buat kamu…” ucap Haryo, teman satu ruangan denganku.
“Dari?”
“Gedung sebelah… kayaknya mau ada rapat”
“ Masya Allah aku lupa”
Haryo menatapku tenang, “ Makanya buruan cari istri, biar kalau bangun pagi nggak kesiangan dan nggak sering melamun kayak gini”
Aku meringis.

Ya Rabb, illahi syafarat yadayya fatrubhuma.

Jakarta, 3 Februari 2011

Kamis, 03 Februari 2011

Run Honey…Run….


Segera aku sign out dari yahoo messenger sementara pikiranku terus berputar. Bagaimana masalah ini bisa kelar sebagian besar tak peduli dengan kewajibannya.
“Rama monitor” suara di HT-ku.
“Masuk-masuk” ucapku.
“Segera ke lokal. Starting GT bakal dimulai”
“Oke…makasih Yan”
“Sip-sip, ditunggu…”
Kuambil safety helmet-ku dan segera berlalu dari ruanganku.
Ryan menyambut kedatanganku dengan setumpuk kertas.
“Lembar performa test. Ini Quality planning buatan orang UHar”
“Nambahi kerjaan saja”
“Ye….kan mau supaya heat rate turun. Jadi kan declare EAF tinggi”
“Ribet urusannya kalau dah berhubungan dengan Equivalent Availibility Factor. Belum lagi kalau dihubungkan dengan pendapatan pada komponen A dan komponen B”
“Ah itu mah tugasmu sebagai rendal. Menghitung-hitung semu”
Aku tersenyum kecut menanggapi komentar sahabatku, Ryan. Menurutku Ryan tipe orang pekerja keras. Tapi kalau sudah sampai rumah, totally tidak ada yang namanya pekerjaan kantor. Ah senangnya ada yang menunggu di rumah. Aku pernah sekali berkunjung ke rumahnya, dua malaikat kecilnya segera menyambutku. Aira dan Arya, kedua anak kembar wanita dan laki-laki yang masih berusia 2 tahun.

Kudengar suara wanita di tengah hiruk pikuk para kaum Adam. Suaranya nyaris hilang tertelan suara gas turbin yang sedang start.
“Dek Rani” panggilku pada wanita yang memakai wearpack biru muda. Wanita itu tersenyum seraya berjalan ke arahku.
“Tumben di sini? Nggak ke Bekasi hari ini?” tanyaku.
“Lagi kosong di sana, lagipula rendal mekanik Muara Karang lagi ada di Bali” jawabnya.
“Liburankah di Bali?”
“Tes NDT di sana, ikut Mitsubishi”
“Wah asyik ya…sambil jalan-jalan”
“Kemaren Rani baru dari Cirata”
“Rapat Alokasi Energi?”
“Yup”
“Asyik tuh….”
“Mas, udah lama di lokal? Kok Rani baru lihat?”
“Baru aja seh, tadi dipanggil ma Ryan”
“Mas Ryan? Oh pantes Rani baru lihat”
“Hehe….”
Kutatap wajah semangat dari Rani. Status wanita ini masih siswa magang, tapi rupanya telah banyak kesibukan. Ada hal yang aku suka darinya, she is simple. Tentu saja dia bukan wanita yang memperhatikan penampilan. Dia lebih suka memakai safety shoes daripada sepatu hak tinggi. Dia suka memakai wearpack dibandingkan kemeja. Dia lebih suka di tempat panas dan berdebu dibandingkan di ruangan ber-AC. Wanita yang aneh menurutku. Tapi dia menarik, buktinya dia bias dengan nyaman bergabung dengan kaum Adam mengikuti start up unit.
“Temanmu mana Dek?”
“Maksud Mas, Amelia?”
“Yup”
“Dia lupa gak pakai safety shoes”
“Oh….kirain dah benar-benar jadi pekerja kantoran”
“Wah kalau yang namanya cewek teknik Mas, kerjanya paruhan. Ya di lapangan ya di kantor. Namanya administrative teknik.”
“Bisa aja”
“Sudah mulai ambil data performa test tuh Mas”
“Oke, aku gabung sama teman-temanku dulu ya….”
“Yuppy….”
Aku masih tak mengerti akan maksud kehadiran para wanita teknik di perusahaan tempatku bekerja. Tapi rupanya dengan mudah mereka bisa menyesuaikan diri. Justru malah mereka cepat sekali pindah posisi. Untuk jadi rendal operasi saja, aku harus jadi operator selama tiga tahun. Nah anak yang kemarin hari jadi teknisi sekarang sudah berstatus rendal mekanik.
=============

Aisha masih menatapku seraya terdiam. Ini bukan pertama kalinya aku lari dari kenyataan. Entah mengapa hatiku belum bisa menerima apa yang terjadi. Harusnya aku sudah melupakan pengalaman burukku dengan mantan pacarku tapi aku malah terhanyut dalam kenangan. Dan kini seorang Aisha, gadis cantik dari Sukorejo.
“Belum bisa Bu” ucapku pada wanita yang telah melahirkanku.
“Aisha kurang apa toh Le?” Tanya ibu Aisha.
“Hati Rama masih belum bisa” jawabku.
“Aisha baik loh Le” bujuk ibuku.
“Bu, Rama pamit dulu ya….mau ketemuan sama teman-teman kuliah” ucapku beranjak pergi namun langkahku terhenti ketika suara seorang wanita memanggilku.
“Rama, bisa bicara sebentar” kata Aisha.
Kuurungkan niatku untuk meninggalkan forum perjodohan itu. Aisha wanita yang berusia 26 tahun itu tampak bersikap dewasa menanggapi sikapku yang kekanakan. Parasnya ayu dan dia wanita yang cukup cerdas. Lulusan Manajemen UI dengan IPK cumlaude. Sekarang wanita ini bekerja di perusahaan migas yang cukup ternama. Harusnya aku bersyukur keluargaku sangat peduli akan kondisiku saat ini, mereka berusaha mengirimkan bidadari untuk mendampingiku.
“Mas Rama sudah punya calon isteri?” Tanya Aisha.
“Belum” jawabku enggan, “tapi hatiku masih belum bisa nerima Sha, maaf ya…”
“Gak apa-apa Mas, mungkin Mas Rama butuh waktu buat berpikir. Kehadiran Aisha terlalu cepat ya…”
“Mungkin, maafin aku ya Sha”
“Isha maafin. Tapi Mas Rama harus janji untuk bisa melupakan mantannya Mas”
“Insya Allah”
“Satu lagi Mas, coba deh buat istikharah. Gak ada salahnya buat mencari jawaban dari Allah, jalan mana yang harus Mas Rama tempuh”
Aku mengangguk pelan. Selama ini memang aku rajin mendua bersama Sang Penciptaku dalam hening malam, tapi hanya sekedar tahajud dan witir. Sungguh masih belum terpikir olehku untuk mencari pendamping hidupku.
“Isha pamit dulu ya Mas” ucap wanita cantik mengejutkanku. Bagaimana bisa hatiku tidak terhanyut dalam kecantikannya. Bagaimana bisa hatiku tak bisa menerima kehadiran Aisha dalam kehidupanku.
“Iya Sha”
Aisha tersenyum menatapku.
=========

Bowo menghampiriku. Tapi kali ini matanya menatapku bersahabat, berbeda dengan beberapa hari yang aku lalui bersamanya selama ini. Bowo adalah seniorku saat kuliah dulu.
“Assalamualaikum” ucap Bowo seraya menyalamiku.
“Waalaikumsalam” sahutku seraya menyambut tangannya.
“Sudah terima sms dariku, Ram?”
“Sms yang mana?”
“Itu tentang calon pendamping hidupmu”
“Memangnya kenapa? Kok tiba-tiba nanya?”
“Cuma nanya aja sih Ram, boleh kan?”
“Belum ada pandangan”
“Oh, kriterianya terlalu sempurna sih”
Aku tersenyum menatapnya, “Mungkin”
“Memangnya pingin punya isteri yang seperti apa?”
“Minimal berjilbab”
“Ya zaman sekarang jilbab kan jadi trend, belum tentu wanita berjilbab itu baik”
Kudengarkan dengan seksama apa yang dikatakan Bowo. Benar juga apa yang ia katakan. Zaman sekarang jilbab memang jadi trend. Terkadang malah buat jadi penutup kedok kejahatan. Tapi bagaimana bisa orang biasa sepertiku menilai hati. Bukankah hanya Allah yang mengetahui apa yang ada di hati hamba-Nya.
“Terus?”
Bowo mengangkat bahu, “Tanya sama hatimu, aku rasa ada kok wanita berjilbab yang hatinya berhijab”
“Apa ada rekomendasi buat aku?”
“Sekedar saran saja sih, lihat lingkungan di sekitarmu. Mungkin saja kamu menemukan apa yang kamu cari selama ini”
“Wah….sepertinya ada yang dirahasiakan nih”
“Nggak ada rahasia kok”
Kulihat ada senyum tak biasa yang terkembang dari bibir Bowo yang segera beranjak meninggalkanku. Terik matahari makin kentara, namun tak bisa mengusik pikiranku. Masih aku terhenyak akan sikap Bowo yang tak biasa. Seringkali aku merasakan damai, namun aku tak mengerti apa sebabnya. Ketika aku menatap sang mentari yang baru mulai muncul, aku merasakan bahagia. Ketika aku menatap matahari tenggelam aku merasakan kesunyian tak berhingga. Sungguh aku tidak bisa mengerti perasaan yang seringkali berkecamuk dalam pikiranku.
“Ram…” tegur Pujo melihatku termenung sendiri.
“Ya?” sahutku.
“Tadi di kantor ada yang nyariin kamu”
“Siapa Jo?”
“Kalau nggak salah namanya Rani, dia mau minta hasil performa test Gas Turbine unit 1.1”
“Masya Allah aku lupa sudah janjian sama dia”
“Kenapa gak kirim via email saja?”
“Iya…ya kenapa gak kepikiran buat kirim via email”
“Wah parah kamu Ram”
“Hehe…”
“Atau jangan-jangan kamu sengaja supaya ketemu sama Rani?”
“Kok kamu bisa berpikir seperti itu Jo?”
“Karena kamu single”
“Sok tahu kamu”
“Ye…siapa tahu kalau ternyata Rani memang jodohmu”
“Enggak mungkin lah Jo….aku ma dia beda usianya banyak”
“Nah kalau aku jadi kamu, usia tuh gak masalah yang penting dewasa. Percuma saja usia banyak tapi kekanak-kanakan seperti mantanmu dulu”
“Sudahlah Jo…”
“Loh, aku tuh pingin kamu membuka hatimu. Tak ada seseorang yang sempurna di dunia ini.”
“Insya Allah bakal membuka hati, tapi enggak sekarang”
“Nunggu kapan? Apalagi aku dengar Rani dah lulus ujian kepegawaian.”
“Kok Rani terus?”
“Ya…aku merasa kalian cocok saja”
“Cocok darimana?”
“Dari sini”
Kulihat Pujo menunjuk dadanya. Itu berarti dia melihat kecocokanku dengan Rani dengan hati. Kuhubungi ponsel Rani namun tak ada sambungan.
========

Aku berjalan setengah berlari menaiki tangga kantornya, akan menuju ruanganku untuk mencari data performa test GT 1.1 yang disimpan di desktop komputer. Bapak Arman menghampiriku.
“Assalamu’alaikum Rama” sapa lelaki berpeci hitam.
“Wa’alaikumsalam Bapak Arman, bagaimana kabarnya?”
“Alhamdulillah baik. Bagaimana kabar isteri? Kelihatannya kamu tambah makmur saja”
“Ah Bapak ini niatnya nyindir atau gimana, kan saya belum menikah. Hehe”
“Masya Allah mana mungkin saya lupa, Ram. Aku ada tawaran, mau?”
“Ah Bapak, tidak usah repot-repot”
“Insya Allah wanita ini baik. Hanya saja dia wanita karir sepertinya”
“Saya kan ingin wanita yang mau sebagai ibu rumah tangga”
“Tapi saya yakin wanita ini penurut kok. Jadi kalau suami ingin dia berhenti bekerja insya Allah nurut”
“Kok Bapak bisa seyakin itu?”
“Sebab wanita ini pernah berbincang dengannya”
“Apa saya kenal wanita itu, Pak?”
“Mungkin”
“Siapa Pak?”
“Kamu nanti siang ada acara-kah? Ikut kajian, dia pasti datang”
“Wanita itu sering ikut kajian? Berarti orang kantor dong Pak?”
“Ikut saja dulu, nanti saya kenalkan”
“Tapi Pak saya sangat anti dengan teman sekantor. Tidak enak kesannya”
“Berarti ini ucapan penolakan?”
Aku menatap lelaki yang sering mengurusi pengajian di kantorku. Parasnya tampak serius.
“Maafkan saya ya Pak”
“Iya…mungkin saja belum jodoh buatmu. Tapi saya sayangkan jika kamu menolak. Aku tahu persis kondisi wanita ini. Aku tahu persis kisah hidupnya. Aku tahu persis karakternya.”
“Sekali lagi maafkan saya ya Pak”
“Ya…ya…. Pernikahan itu harus tanpa paksaan.”
“Boleh tahu siapa Pak?”
“Rani Ariestya”
“Wah kalau itu saya tahu Pak”
“Kalian sudah saling kenal?”
“Alhamdulillah sudah, bahkan saya menganggap dia sebagai adik”
=========

Ryan menatapku memasuki ruangan kerjaku.
“Tumben lesu Ram?”
“Tadi habis ketemu Pak Arman”
“Terus?”
“Dia nyuruh buat segera cari jodoh”
“Haha…pengumuman-pengumuman siapa yang mau bantu tolong aku, carikanlah aku kekasih hatiku suapa yang mau…” sindir Ryan sambil menyanyikan lagu ‘Cari jodoh’ Wali.
“Gile lu”
“Ram, Ram…kamu tuh kebangetan memang. Apa yang kamu cari itu terlalu sempurna. Bidadari surga saja enggak sesempurna wanita yang ada dalam bayanganmu. Atau jangan-jangan kamu memang nggak mau nikah ya….???”
“Nikah kan sunah Rosul”
“Tuh bener, tapi kok kamu malah mempersusah”
“Siapa yang mempersusah?”
“Kamu”
“Kok kamu jadi ikutan seperti Pak Haji Arman”
“Renungkanlah Ram, usiamu itu dah pantas buat punya anak”
“Aku hanya berusaha mencarikan ibu yang terbaik untuk anak-anakku”
“Ibu yang SEMPURNA”
==========

Kupandangi sekeliling ruangan. Tampak Lukfi tersenyum padaku.
“Lukfi?” sapaku
“Subhanallah….apa kabar Ram?”
“Alhamdulillah baik”
“Tambah subur saja tuh. Isterinya pasti hobi masak”
“Hehe…aku belum menikah”
“Waduh jangan ngikuti jejakku”
“Hehe…belum ada yang pas saja kok. Kamu?”
“Insya Allah tahun depan nikah”
“Masih ada yang mau sama kamu, Fi?”
“Alhamdulillah, dia wanita yang baik Ram…insya Allah sholehah”
“Siapa? Wanita dari Nganjuk juga?”
“Bukan. Namanya Rani…dia kenal kamu kok Ram”
“Rani Ariestya?”
“Iya”
Aku terbangun dari tidurku, ternyata pembicaraanku dan Lukfi hanyalah mimpi.
Mengapa aku jadi kepikiran Rani???
“Astagfirullahal adziiiim”

Jakarta, Agustus 2010
Oleh : Eka S

Karena Hati Bicara


Langit masih menyimpan banyak rahasia. Seperti hati ini yang belum termiliki. Entah kapan akan menemukan titik bahagia. Mengakhiri kesendirian dan hidup penuh cinta. Mungkin hanya ada dalam dongeng saja. Ketika sang putri bertemu dengan pangeran berkuda putih. Dan cerita yang selalu kuhayalkan. Namun kini cerita itu hanyalah tumpukan harapan yang berserakan dalam hidupku. Kini langit malam yang menyisihkan sepiku. Tanpa bisa menghapus airmataku.

Aku bukanlah bunga terindah di taman kehidupan. Aku bukanlah bunga yang selalu dipuja dan dihinggapi para kumbang. Aku hanyalah bunga putih nan sendiri. Aku hanyalah bunga yang tumbuh di tebing. Embun pagi selalu menemaniku dan menjadi saksi kesendirianku selama ini. Aku hanya berharap kesucian kasihku tak ternoda hal yang semu.

Aku ingin berteriak. Namun suaraku kian tercekat. Aku ingin bicara. Namun bibirku terus terdiam. Aku ingin berlari dan berlari tanpa peduli peluhku. Aku terus berlalu dan berlalu tanpa ada yang menatapku. Aku terus menghilang di balik setiap episode kehidupan. Tapi itu hanyalah khayalku. Bahkan aku masih tetap berdiri dan terdiam.

Seandainya saja ada cinta untukku. Cintanya yang mencintai-Mu. Aku sungguh merindukannya, untuk menghapus kepedihan hatiku. Aku sungguh merindukannya untuk menghentikan airmataku. Aku sungguh merindukannya.

“Tiiinnn” suara klakson mobil membuyarkan lamunanku. Sejenak bibirku tersenyum menatap sosok yang ada di balik kemudi. Terasa begitu lama waktu berlalu. Aku merasakan tiap detik yang begitu berat. Waktu seraya berhenti berdetak. Ada tangis dalam hatiku yang tak bisa dilukiskan di mataku. Seraya diriku terhempas tak menentu. Padahal ini hanyalah satu perdetik dari waktu yang kumiliki. Namun begitu terasa beratnya.

Hatiku mencoba untuk bicara, meski telingaku tak mampu mendengar. Begitu sunyi dan senyap. Apakah aku masih mampu bertahan sekalipun aku merasakan jiwaku tak lagi berhinggap. Semua telah pergi. Aku tak tahu mesti berbuat apa. Bahkan diamku hanya menambah luka. Bibirku berusaha beristighfar, menyebut Dia dalam cinta tersuciku.

Entah mengapa hatiku kian merapuh. Aku sungguh ingin menegarkan diriku dengan cinta-Nya. Aku yakin akan janji-Nya. Mengapa airmata ini kerap temani malamku. Mengapa kepedihan ini tak beranjak dari hidupku. Bukankah Dia, Allah yang Maha Memberi. Dan hanya pada-Nya segala permohonan. Dia yang berhak memberi rezeki pada tiap-tiap makhluk-Nya. Bahkan seekor semut pun tak luput dari perhatian-Nya.

Katakanlah, “ Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang berkuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” maka mereka akan menjawab’ “Allah”. Maka katakanlah, “Mengapa kamu tidak bertaqwa kepada-Nya?” (QS Yunus: 31)

Tidak ada sesuatupun yang diciptakan dengan sia-sia di dunia ini. Hanya pada-Nya segala ini dikembalikan. Apapun yang ada di langit dan di bumi serta yang ada diantara keduanya takkan pernah luput dari sentuhan-Nya. Sungguh begitu besar cinta yang Allah berikan. Lalu mengapa hatiku masih menangis akan hal yang semu.

Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam dalam Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakanlah pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk pada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam. (QS Al A’raf: 54)

Dalam hening malam. Hanya berteman dengan langit hitam. Kerinduanku memuncak. Masih diriku bersujud, berharap keajaiban akan datang pada kehidupanku. Sekalipun lelah hariku menantikan. Allah tahu apa yang ada di hati tiap hamba-Nya. Allah tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya.manusia hanya bisa ikhtiar dan berdoa. Biar Allah yang menentukan hasilnya. Semestinya hati ini bertawakal pada-Nya.

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi ini setelah Allah memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS Al A’raf:55-56)

Ya Rabb, ampunilah segala hati yang bicara ini. hati yang terluka ini. Hati yang merasakan pedih ini. segala fatamorgana telah membutakan hatiku, menulikan pendengaran jiwaku. Tak sepantasnya hati ini menangis karena dunia yang fana.

Ya Rabb, demikian rapuhnya diriku. Tak ingin terluka dan berduka. Berikan petunjuk-Mu agar aku mampu meraih cinta-Mu. Bukankah segala hal telah Engkau tuliskan dalam Lauhul Mahfudz. Tak sepantasnya hati ini memberontak. Jangan biarkan hatiku ini menjauh dari kasih-Mu. Aku sungguh ingin mencintai-Mu.

Ya Rabb, berkahilah tiap langkah kakiku. Hanya pada-Mu segala harapan ini bertumpu. Ya Rabb, genggam aku dalam cinta-Mu. Kirimkan imam yang juga mencintai-Mu dalam kehidupanku agar tidak kurasakan sepi yang kian mendalam. Hanya pada-Mu kupasrahkan diri.

Ya Rabb, illahi syafarat yadayya fatrubhuma….
Di tanganku tengah hampa maka pertemukanlah jodohku.

Jakarta, 29 januari 2011

Doa untuk Abi dan Putraku


Kulihat putraku, Ibrahim tengah menghafalkan surat An-Naba’. Hatiku merasa begitu tenang ketika melihatnya. Sementara putri kecilku, Almira Az Zahra tengah tertidur pulas setelah kubacakan surat Ar Rahman. Surat Ar Rahman adalah surat favorit putri kecilku yang belum genap enam bulan. Ketika mulai rewel, kubacakan surat itu untuknya dan dia tak lagi rewel.

Sementara itu Muhammad Ibrahim kini tengah berusia tiga tahun. Hobinya adalah belajar bahasa arab. Walaupun dia cukup bisa berbahasa inggris dan bahasa Jawa. Walaupun dia hidup di Jakarta, tapi tak pernah sedetikpun dia memakai kata ‘loe gue’.

“Umi…” Ibrahim menoleh ke arahku yang tengah menatapnya.
“Ya sayang” sahutku
“Umi minta periksa hafalan An-Naba’ “
“Iya…Umi dengarkan hafalan dari mujahid kecilku”
Ibrahim tersenyum ramah padaku. Seandainya seluruh bintang bersinar di malam ini, tiada yang bisa menandingi indahnya tatapan mata mujahid kecilku ini.
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan (Al Kahfi : 46)

“Umi, mengapa menangis? Ibrahim buat Umi sedih ya?” Tanya mujahid kecilku.
“Tidak sayang, Ibrahim justru membuat Umi bangga” jawabku. Sungguh harta dan anak-anak hanyalah perhiasan dunia yang kelak dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT.
“Umi, apakah Allah sayang pada semua makhluk-Nya?”
“Kenapa Ibrahim bertanya seperti itu? Allah selalu sayang pada makhluk-Nya”
“Kalau Allah sayang pada semuanya, mengapa teman Ibrahim masih memeluk agama hindu dan memuja patung-patung yang diam tak bergerak?”
“Teman Ibrahim?”
“Iya Umi. Namanya Ida Bagus Yudhisthira. Ibrahim pernah tanya mengapa dia menyembah patung”
“Ibrahim tanya seperti itu?”
“Iya…. Maafkan Ibrahim ya Umi. Afwan kabir….”
“Allah mungkin belum memberikan hidayah pada teman Ibrahim. Kita doakan saja ya sayang”
“Mi, sebenarnya Yudhis juga pingin memeluk islam. Karena di kastanya untuk prosesi kematian saja pakai dibakar. Bayangkan betapa sakitnya Mi.”
“Umi mengerti sayang, Ibrahim sebelum tidur nanti berdoa untuk Yudhis supaya Allah memberikan rahmat dan hidayah di hatinya sehingga bisa menjadi sosok yang iman islam”
“Insya Allah Mi”
Kutatap hangat mata yang selalu membuatku bahagia. Mata dari mujahid kecilku yang cerdas.

Langit dan bumi itu dulu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapalah mereka tiada juga beriman? (Al Anbiya : 30)

Kini kedua mujahid kecilku telah tertidur. Lelahku selama sehari tak sebanding dengan apa yang telah mereka berikan dalam kehidupanku. Maha Suci Allah yang tidak mengingkari janji-Nya. Sebelum Muhammad Ibrahim dan Almira Az-Zahra hadir dalam kehidupanku bahkan sebelum bertemu suamiku tak berhenti aku berdoa pada-Nya. Aku berdoa untuk calon suamiku agar terhindar dari segala macam zina dan fitnah.

Masih kuingat amarah rekan kerjaku ketika mendengar doaku. Entah mengapa dia tiba-tiba marah. Mungkin karena hidupku yang terlalu datar, bahkan untuk jalan berdua dengan cowok pun aku tak pernah. Bagaimana aku bisa mendoakan calon suamiku yang bertemu saja belum. Tapi aku benar-benar berdoa untuk calon suamiku dan anak-anakku jauh sebelum mereka hadir dalam kehidupanku. Keyakinanku akan janji Allah kini terbukti sudah.
Allah sekali-kali tidak menyalahi janji-Nya (Al Hajj : 47)

Abiku, suamiku tercinta… bukanlah seorang ikhwan yang terkenal alimnya. Namun sama sepertiku, dia tak pernah memiliki kekasih. Dia ingin istrinya adalah cinta pertama dan terakhir dalam hidupnya.


Masih teringat saat pertama kali aku berjumpa dengannya. Entah darimana asalnya hati ini mantap memilihnya untuk menjadi imamku.Sebenarnya saat itu aku benar-benar tak tahu kadar iman dan taqwa di hatinya, namun seolah merupakan pertanda hatiku sangat mantap untuk mendampinginya. Selama ini aku sangat mengidamkan lelaki sholeh yang selalu mencintai-Nya. Dan akupun berdoa pada Allah agar calon suamiku dijauhkan dari segala zina dan fitnah.

Jodoh tetaplah menjadi hak mutlak bagi Allah. Dengan mudahnya hal yang selama ini kami impikan tercapai, yaitu menikah tanpa melalui proses pacaran sebelum nikah. Kedua pihak keluarga kami pun merestui tanpa ada halangan tertentu.
Apabila Allah telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata padanya “jadilah” maka jadialah ia (Maryam : 36)

“Assalamualaikum Umi” sapa suamiku yang baru pulang kerja seraya melepas sepatu kerjanya.
“Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh” sahutku menhampirinya. Kucium tangannya.
“Bagaimana kabar mujahidku, apakah hari ini mereka rewel?” tanya suamiku seraya duduk di depan meja makan.
“Alhamdulillah mereka baik Bi…. Tidak ada yang rewel”
“Ini untuk Ibrahim” suamiku mengeluarkan sebuah kado
“Ibrahim tidak ulangtahun hari ini Bi, kok tiba-tiba diberi hadiah?”
“Umi lupa kalau setelah mujahid kecilku menghafalkan surat An-Naba’ berarti dia telah hafal juz tiga puluh. Subhanallah…. Mujahid kecilku itu”
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan (Al Hajj : 78)
“Kado ini berisi apa Bi?”
“Buku Ensiklopedia tentang alam raya dan segala penciptaan-Nya. Gambar-gambar di dalamnya sangat komunikatif. Lagipula Ibrahim masih belum Abi bolehin buat main internet. Jadi Abi belikan koleksi Ensiklopedia penciptaan Allah. Termasuk keajaiban penciptaan manusia”
“Jazakumullahi khairan katsiro”
“Mi, perlu disadari bahwa Ibrahim dan Almira adalah titipan Allah. Jadi mesti kita jaga dengan penuh amanah”
Kutatap paras suamiku yang lelah bekerja. Ada satu kesejukan di hatiku.
“Ana uhibbuka fillah” kataku seraya mencium pipinya.
Suamiku tersenyum manis dengan pipi yang kemerahan.
Kepunyaan Allahlah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita dan apa-apa yang berada diantara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa (Maryam : 64)

Jakarta, 30 Januari 2011
Oleh : Eka S