Rabu, 04 September 2013

Seberkas Kenangan





Membaca kembali “Surat untuk Mas Agung” tertanggal 7 September 2011, aku merasa kembali ke masa dua tahun yang lalu. dimana segala emosi tmpah ruah dalam sebuah cerita. Aku tak ingin mengingatnya,namun cerita itu masih menjadi satu bagian dalam kehidupanku. Cerita dimana cinta belum menemukan tempatnya di sisiku. Cerita dimana menguras airmata dan ketangguhanku. Cerita yang meluluhlantakkan hatiku. Cerita tentang seorang yang bernama Agung.

Seandainya saja saat itu dia memilihku, apa aku akan merasa bahagia seperti saat ini? Satu pertanyaan besar yang berkecamuk dalam pikiranku. Tak bisa kuelakkan, setiap wanita ingin dimanja dan disayangi. Namun apakah cintanya mampu membuatku merasakan menjadi isteri paling beruntung di dunia ini? Sungguh, Allah memberikan seorang yang jauh lebih baik untuk menggantikannya yang saat itu dekat denganku. Kepergian yang  terasa tiba-tiba, cintanya yang berganti dengan tiba-tiba pula.

Sekarang dia berbahagia dengan bidadarinya dan putri kecilnya. Aku disini pun merasa bahagia dengan keluarga kecilku. Sambutan hangat dari suamiku terasa jauh lebih indah. Seorang lelaki yang tak pernah menjalin cinta dengan wanita manapun. Dan aku bersyukur bisa mendampingi suamiku. 

Aku tak akan membandingkan dia dengan suamiku, karena bagiku dia hanya seberkas kenangan yang seharusnya telah aku lupakan. Dia hanyalah masalalu yang sempat menghampiriku, menawarkan kebahagiaan semu, lalu berakhir dengan duka.
“Surat untuk Mas Agung” hanyalah sebuah cerita masalalu. Yang menjadi satu sebab ketangguhanku. Selamat tinggal masalaluku. Aku akan kembali menyusuri kehidupanku bersama suami tercinta dan putri kecil kami yang cantik.