Aku masih menatap fotomu saat kuliah dulu. Ada guratan lelah
dalam parasmu. Namun semua tak mengubah sedikitpun keluguan dalam tatapan
matamu. Masih ingatkah dirimu tentangku? Tentang pertemuan pertama kita di
Kampus Merah. Tentang aku yang tak pernah tega melepaskanmu sendiri. Apakah kau
tahu, aku selalu memperhatikanmu, mengawasi setiap langkahmu. Aku tak ingin
dirimu terluka. Karena mungkin aku telah jatuh hati kepadamu.
Bagaimana aku bisa ungkapkan rasa sayangku padamu. Sementara
kau terlalu sibuk dengan urusanmu. Kuliah serta m,encari nafkah untuk keluarga
sudah menjadi kewajibanmu. Lelah selalu tampak di parasmu, namun aku tahu kelak
kau akan bangga dengan perjuanganmu.
Undangan pernikahanmu, seperti halilintar di siang hari
bagiku. Maaf, aku belum bisa melamarmu. Aku belum bekerja mapan di perusahaan. Aku
masih menjadi pengangguran yang berusaha mencari pekerjaan disana sini. Tapi aku
janji, aku akan hadir dalam pernikahanmu. Aku ingin melihatmu tersenyum
bahagia, setelah sekian tahun menanti kehadiran jodohmu.
Aku tak terkejut saat kau ceritakan bagaimana kau bertemu
calon suamimu. Bau dua kali bertemu, lelaki itupun melamarmu. Aku turut bahagia
mendengarnya. Meski aku tahu, aku akan kehilanganmu. Janjiku takkan pernah
meninggalkanmu terluka. Meski aku tak bisa menjadi pendampingmu.
Di hari pernikahanmu, akupun datang. Melihatmu memakai
kebaya putih nan anggun, membuatku lupa
bahwa kau bukanlah calon istriku. Dirimu jauh terlihat cantik
dibandingkan saat kuliah dulu. Mungkin karena dirimu telah mapan, mempunyai
pekerjaan dan gaji yang tinggi. Namun di mataku, kau tetap tampak SEDERHANA dan
SEMPURNA. SEMPURNA, seandainya saja wanita di hadapanku itu adalah calon
istriku. Seandainya saja dirimulah tulang rusukku. Namun aku tak berani
berandai-andai lagi saat calon mempelai laki-laki datang. Itukah lelaki yang
beruntung mendapatkanmu. Itukah lelaki
yang kau pilih untuk mendampingi kehidupanmu. Semoga dirimu bahagia dengan
pernikahan ini.
Kini, kulihat foto putri kecilmu memenuhi wall facebook-mu. Sungguh anakmu begitu
cantik dan lucu. Sejenak aku kembali ke dua tahun lalu, saat pernikahanmu. Seandainya
saat itu akulah suamimu, maka putri kecil ini adalah anak kita. Ah, aku masih
sering memikirkanmu. Apakah dirimu bahagia? Apakah kehidupanmu jauh lebih
indah? Apakah dirimu masih mengingatku?
Apakah salah jika aku masih mencintaimu…
Aku telah lama..
Menjalani cinta..
Yang tak pasti..
Yang tak pasti..
Aku menyadari...
Pada akhirnya..
Ku kan terluka
Ku kan terluka..
Aku yang mencintaimu..
Walau ku tahu kau tak akan pernah..
Jadi milikku..
Aku yang berkorban demi cintaku padamu..
Kau bukan milikku..
Karena kau miliknya..
Ku tahu pasti suatu hari nanati kau akan tinggalakan aku..
Karena bagi mereka cinta kita salah..
Dan ku tak bisa memaksamu memilih aku..
Aku serahkan..
Cinta dan hidupku kepadamu..
Kepadamu...
Aku menyadari pada akhirnya..
Ku kan terluka..
Ku kan terluka...
Aku yang mencintaimu..
Walau ku tahu kau tak akan pernah..
Jadi milikku..
Aku yang berkorban demi cintaku padamu..