dakwatuna.com – Hal yang tak dapat
dipisahkan dari pernikahan adalah kesetiaan. Ini menjadi harga mati untuk
melanggengkan keharmonisan negara cinta yang dibangun bersama. Terkadang banyak
orang tidak bijak menyikapi deraan ujian dalam berumah tangga. Bukan
hidup namanya kalau tak pernah diuji dengan beraneka ragam cobaan. Termasuk
juga ujian dalam pernikahan. Berbilang tahun mendapati pasangan hidup tak
sesuai harapan terkadang menimbulkan irisan luka menganga yang tak mampu
ditahan. Betapa banyak terjadi perceraian karena prahara rumah tangga yang tak
tertahankan lagi.
Kesetiaanlah yang membuat
masalah kehidupan sepelik apapun menjadi indah. Cobaan menjadi bumbu-numbu yang
meningkatkan rasa cinta. Ujian menjadi tantangan. Dan problem-problem yang
dinikmati bersama akan berbuah manis dengan limpahan pahala tiada berkesudahan.
Kesetiaanlah yang membuat keutuhan rumah tangga yang telah terbangun bertahan
lama. Walau manusiawi kita menggerutu atau protes dengan kondisi rumah
tangga yang tak sesuai dengan apa yang ada di bayangan. Ketahuilah hidup tak
selamanya sesuai dengan apa yang didambakan. Namun takdir hidup selalu
menyediakan apa yang sebenarnya kita butuhkan.
Setia adalah perajut
benang-benang perbedaan. Kesetiaan adalah cahaya yang menerangi gulitanya
masalah kehidupan. Setia membuat pernikahan menjadi langgeng nan abadi. Jika
tak ada setia maka takkan ada pernikahan yang bertahan lama. Setia menuntut
adanya pengorbanan harta, biaya, waktu bahkan perasaan. Ibnu Jauzi menceritakan
dalam bukunya shaed Al Khatir,” Abu Ustman Al-Naisaburi ditanya,” Amal
apakah yang pernah anda lakukan dan paling anda harapkan pahalanya? Beliau
menjawab,” Sejak usia muda keluargaku selalu berusaha mengawinkanku, tapi aku
menolak. Lalu suatu ketika datanglah seorang wanita padaku dan berkata, “ Wahai
Abu Ustman sungguh aku mencintaimu. Aku memohon atas nama Allah agar sudilah
kiranya engkau mengawiniku. Akupun menemui orang tuanya yang ternyata miskin
dan melamarnya. Betapa gembiranya ia ketika aku mengawini putrinya. Tapi ketika
wanita itu datang menemuiku setelah akad barulah aku tahu kalau ternyata
matanya juling, wajahnya sangat jelek dan buruk. Tapi ketulusan cintanya
kepadaku telah mencegahku keluar dari kamar. Akupun terus duduk dan
menyambutnya tanpa sedikitpun mengekspresikan rasa benci dan marah. Semua demi
menjaga perasaannya. Walaupun aku bagai berada di atas panggang api kemarahan
dan kebencian. Begitulah kulalui 15 tahun dari hidupku bersamanya, hingga
akhirnya ia wafat. Tiada amal yang paling kuharapkan di akhirat , selain dari
masa-masa 15 tahun dari kesabaran dan kesetiaanku menjaga perasaannya dan
ketulusan cintanya.
Setia bagaikan menyelam di
dasar lautan terdalam untuk mendapatkan mutiara indah berkilauan. Selalu ada
perjuangan. Selalu ada pengorbanan yang terkadang menghabiskan waktu
bertahun-tahun lamanya. Bahkan terkadang kita harus memberikan apapun yang kita
punya dengan konsekuensi nyawa sebagai taruhannya.
Kisah berikut menyadarkan
kita dalam islam selalu ada kisah inspirasi yang mungkin belum terselami
mutiara inspirasinya.
Pernikahan itu telah
berjalan empat (4) tahun, namun pasangan suami istri itu belum dikaruniai
seorang anak. Dan mulailah kanan kiri berbisik-bisik: “kok belum punya anak
juga ya, masalahnya di siapa ya? Suaminya atau istrinya ya?”. Dari berbisik-bisik,
akhirnya menjadi berisik.
Tanpa sepengetahuan siapa
pun, suami istri itu pergi ke salah seorang dokter untuk konsultasi, dan
melakukan pemeriksaan. Hasil lab mengatakan bahwa sang istri adalah seorang
wanita yang mandul, sementara sang suami tidak ada masalah apa pun dan tidak
ada harapan bagi sang istri untuk sembuh dalam arti tidak ada peluang baginya
untuk hamil dan mempunyai anak.
Melihat hasil seperti itu,
sang suami mengucapkan: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, lalu menyambungnya
dengan ucapan: Alhamdulillah.
Sang suami seorang diri
memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab dan sama sekali tidak
memberitahu istrinya dan membiarkan sang istri menunggu di ruang tunggu
perempuan yang terpisah dari kaum laki-laki.
Sang suami berkata kepada
sang dokter: “Saya akan panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi,
tolong, nanti anda jelaskan kepada istri saya bahwa masalahnya ada di saya,
sementara dia tidak ada masalah apa-apa.
Kontan saja sang dokter
menolak dan terheran-heran. Akan tetapi sang suami terus memaksa sang dokter,
akhirnya sang dokter setuju untuk mengatakan kepada sang istri bahwa masalah
tidak datangnya keturunan ada pada sang suami dan bukan ada pada sang istri.
Sang suami memanggil sang
istri yang telah lama menunggunya, dan tampak pada wajahnya kesedihan dan
kemuraman. Lalu bersama sang istri ia memasuki ruang dokter. Maka sang dokter
membuka amplop hasil lab, lalu membaca dan mentelaahnya, dan kemudian ia
berkata: “… Oooh, kamu –wahai fulan- yang mandul, sementara istrimu tidak ada
masalah, dan tidak ada harapan bagimu untuk sembuh.
Mendengar pengumuman sang
dokter, sang suami berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, dan terlihat
pada raut wajahnya wajah seseorang yang menyerah kepada qadha dan qadar Allah
SWT.
Lalu pasangan suami istri
itu pulang ke rumahnya, dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita
tentang rahasia tersebut ke para tetangga, kerabat dan sanak saudara.
Lima (5) tahun berlalu
dari peristiwa tersebut dan sepasang suami istri bersabar, sampai akhirnya
datanglah detik-detik yang sangat menegangkan, di mana sang istri berkata
kepada suaminya: “Wahai suamiku, saya telah bersabar selama Sembilan (9) tahun,
saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan selama ini
semua orang berkata:” betapa baik dan shalihah-nya sang istri itu yang terus
setia mendampingi suaminya selama Sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari
suaminya, ia tidak akan memperoleh keturunan”. Namun, sekarang rasanya saya
sudah tidak bisa bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya,
agar saya bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya,
sehingga saya bisa melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya.
Mendengar emosi sang istri
yang memuncak, sang suami berkata: “istriku, ini cobaan dari Allah SWT, kita
mesti bersabar, kita mesti …, mesti … dan mesti …”. Singkatnya, bagi sang
istri, suaminya malah berceramah di hadapannya.
Akhirnya sang istri
berkata: “OK, saya akan tahan kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya satu
tahun, tidak lebih”.
Sang suami setuju, dan
dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga Allah SWT memberi jalan keluar
yang terbaik bagi keduanya.
Beberapa hari kemudian,
tiba-tiba sang istri jatuh sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa sang istri
mengalami gagal ginjal.
Mendengar keterangan
tersebut, jatuhlah psikologis sang istri, dan mulailah memuncak emosinya. Ia
berkata kepada suaminya: “Semua ini gara-gara kamu, selama ini aku menahan
kesabaranku, dan jadilah sekarang aku seperti ini, kenapa selama ini kamu tidak
segera menceraikan saya, saya kan ingin punya anak, saya ingin memomong dan
menimang bayi, saya kan … saya kan …”.
Sang istri pun bad rest di
rumah sakit.
Di saat yang genting itu,
tiba-tiba suaminya berkata: “Maaf, saya ada tugas keluar negeri, dan saya
berharap semoga engkau baik-baik saja”.
“Haah, pergi?”. Kata sang
istri.
“Ya, saya akan pergi
karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat”. Kata sang
suami.
Sehari sebelum operasi,
datanglah sang donatur ke tempat pembaringan sang istri. Maka disepakatilah
bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan ginjal dari sang donatur.
Saat itu sang istri
teringat suaminya yang pergi, ia berkata dalam dirinya: “Suami macam apa dia
itu, istrinya operasi, eh dia malah pergi meninggalkan diriku terkapar dalam
ruang bedah operasi”.
Operasi berhasil dengan
sangat baik. Setelah satu pekan, suaminya datang, dan tampaklah pada wajahnya
tanda-tanda orang yang kelelahan.
Ketahuilah bahwa sang
donatur itu tiada lain adalah sang suami itu sendiri. Ya, suaminya telah
menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan sang istri,
tetangga dan siapa pun selain dokter yang dipesannya agar menutup rapat rahasia
tersebut.
Dan subhanallah …
Setelah Sembilan (9) bulan
dari operasi itu, sang istri melahirkan anak. Maka bergembiralah suami istri
tersebut, keluarga besar dan para tetangga.
Suasana rumah tangga
kembali normal, dan sang suami telah menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di
sebuah fakultas syariah dan telah bekerja sebagai seorang panitera di sebuah
pengadilan di Jeddah. Ia pun telah menyelesaikan hafalan Al-Quran dan
mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari ‘Ashim.
Pada suatu hari, sang
suami ada tugas dinas jauh, dan ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas
meja, buku harian yang selama ini ia sembunyikan. Dan tanpa sengaja, sang istri
mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya dan membacanya.
Hampir saja ia terjatuh
pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis
meraung-raung. Setelah agak reda, ia menelepon suaminya, dan menangis
sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya. Sang
suami hanya dapat membalas suara telepon istrinya dengan menangis pula.
Dan setelah peristiwa
tersebut, selama tiga bulanan, sang istri tidak berani menatap wajah suaminya.
Jika ada keperluan, ia berbicara dengan menundukkan mukanya, tidak ada kekuatan
untuk memandangnya sama sekali.
Setia tidak akan dinikmati
hasilnya oleh mereka yang main-main dalam membangun negara cintanya. Ketika
telah memutuskan untuk menikah berarti juga harus tahu setia merupakan rukun
yang tak bisa dihilangkan. Ketahuilah pernikahan adalah seni mengelola
kesetiaan dalam menerima pasangan apa-adanya bukan karena ada apanya. Yakinlah
pasangan hidup yang Allah berikan adalah anugerah terbaikNya yang akan membawa
kepada kehidupan surga sebelum surga sebenarnya. Selalu setialah agar kau
temukan kebahagiaan dalam perjalanannya.
Semoga Allah selalu menjaga keluarga kita dalam rahmat-Nya. Menjadikan keluarga kita sakinah mawadah warahmah, menghadirkan kasih dan setia dalam hati kita berdua. Allah loves us... Aamiin ya Rabb
18 Mei 2015
Happy 3rd Wedding Anniversary
Eka-Arif