Jumat, 29 Mei 2015

Rindu Panggilan “Sayangku”


Kenangan tiga tahun yang lalu. Saat pertama mendapat gelar sebagai seorang istri. Dirimu selalu memanggilku dengan panggilan “Sayangku”. Lalu datang seraya memelukku.

Saat naik ke boncengan, dirimu selalu merapatkan tanganku ke pinggangmu. Seolah tak ingin diriku terjatuh. Benar-benar merindukan saat-saat itu.

Saat pulang dari sholat Jumat dirimu langsung menghampiriku seraya berkata, “Aku tak tahu kenapa saat solat tadi yang terbayang adalah paras sayangku”

Dimana panggilan itu sekarang. Aku tak lagi mendengarnya. Terkadang via WA atau sms dirimu memanggilku “yang” tapi bukan “sayangku”. Ah aku benar-benar merindukannya.

Aku merindukan semua keromantisan saat awal pernikahan kita. Aku merindukannya. Waktu memang berlalu begitu cepat. Hingga akhirnya di depan anak kita harus bersikap lebih dewasa. Sementara dirimu semakin sibuk dengan pekerjaan. Aku pun tak jarang memarahimu karena sembarangan dalam mengeluarkan uang yang tak berguna. Atau memarahimu karena lemburan dan piket yang tidak kau tulis sehingga tidak ada uang premi.

Aku benar-benar iri melihat beberapa temanku yang baru saja melangsungkan pernikahan. Jalan-jalan berdua, kata-kata romantic. Ah indahnya, ternyata aku benar-benar merindukannya.

Suamiku, imamku, semoga Allah selalu merahmatimu dan merahmati keluarga kecil kita. Aamiin.

Kamis, 28 Mei 2015

MY JOB AND MY FAMILY


Aku cinta pekerjaanku. Memang aku tidak memangku jabatan apapun dalam perusahaan itu. Bukan seorang supervisor dan bukan pula seorang manajer. Aku hanya seorang staf biasa. Namun aku selalu yakin bekerja adalah ibadah. Jadi sudah selayaknya aku tidak menghitung banyaknya waktu yang aku habiskan untuk perusahaanku. Apalagi perusahaan penerangan ini adalah milik Negara. Bisa dipastikan segala keringatku ini akhirnya kembali pada kemakmuran rakyat. Aku sungguh-sungguh mencintai pekerjaanku.

Di perusahaan, aku bekerja sebagai teknisi yang selalu berurusan dengan alat-alat operasi. Hampir tiap hari aku pulang terlambat. Aku tak bisa pulang “on time” seperti layaknya pekerja kantoran. Bahkan hari sabtu dan minggu sering  sibuk di kantor untuk memperbaiki peralatan yang rusak.

Istriku selalu saja marah ketika aku lupa menulis lemburku, ketika aku lupa mengisi daftar hadir piket. Memang secara materi itu harganya jutaan, tapi aku ingin sekali menekankan pada istriku bahwa bekerja adalah ibadah. Tidak semua hal bisa diukur dengan uang.

Istriku sering mengingatkan akan kesehatanku. Bagaimana tidak, pulang tengah malam pergi pagi hari itu cukup menguras energi. Apalagi aku bekerja dengan mesin-mesin itu. Tak boleh sedikitpun lengah, jika tidak ingin membahayakan diri.

“Mas, aku ga enak badan” ucap istriku.
Memang tadi pagi tubuhnya demam, tapi kurasa karena musim pancaroba sehingga dia sakit.
“Iya, bentar ya, masih ada kerjaan”
“Mau pulang jam berapa?”
“Ya kalau sudah selesai”
“Ya sudah entar kalau mau pulang kabari ya. Badanku gak enak banget”
“Oke” aku pun mengakhiri panggilan telepon istriku.
Satu jam kemudian dia menelpon lagi, kujawab hal yang sama.
Dua jam kemudian dia masih menelpon lagi, kujawab hal yang sama. Sebersit rasa jengkel di hatiku, kalau telpon terus bagaimana pekerjaanku bisa selesai.

Pukul tiga dini hari aku baru pulang. Kulihat istriku terlelap dalam tidurnya. Tidak ada bekas makan malam, berarti seperti biasa dia malas makan. Kucoba membangunkannya.
“Subhanallah, badannya panas sekali” gumamku seraya melakukan kompres di atas kepalanya, “Dek, bangun…”
Namun hingga adzan subuh istriku tidak bangun. Terpaksa aku menggendongnya ke mobil dan membawanya ke rumah sakit. Meski aku sangat mengantuk dan capek tapi aku harus membawanya berobat. Semoga belum terlambat, pikirku.
===
“Istri Anda koma Pak. Saya pikir panasnya sudah agak lama, tapi kenapa baru dibawa sekarang Pak” kata sang dokter. Aku terhenyak mendengar ucapannya, toh selama ini istriku tidak pernah mengeluh sakit apapun padaku,“Saya menduga istri Anda memiliki riwayat sakit kepala yang cukup parah. Apalagi kondisinya yang lemah dengan lambung kosong. Ini bisa memacu tingkat keparahan penyakitnya.”
“Tapi masih bias sembuh kan Dok. Istri saya tidak kenapa-kenapa kan Dok?” tanyaku resah. Rasa kantuk sudah hilang dari dalam tubuhku. Kudengar suaraku bergetar dan kekhawatiranku memuncak.
“Berdoa saja Pak. Lagipula saya lihat Anda begitu lelah. Istirahat saja, insya Allah saya berusaha semaksimal mungkin”
===
“Sayang sebenarnya bekerja buat siapa?” aku masih bisa mengingat jelas pada rengekan istriku dua hari yang lalu.
“Buat keluarga kita, buat anak-anak kita” jawabku.
“Tapi sayang selalu berada di kantor walaupun hari libur dan sering pulang terlalu malam.”
“Ya, namanya juga bekerja. Bekerja itu harus ikhlas”
“Tapi tidak harus mengorbankan diri dan keluarga. Toh pekerjaan yang tidak selesai hari ini bisa dilanjutkan esok hari. Ya kan?”
Aku terdiam. Percuma berdebat dengan istriku. Toh tetap saja dia tidak mau kalah.
“Ambil cuti aja sayang gak mau. Kapan ada waktu bersenang-senang dengan keluarga?”
Aku terdiam.
===
Aku masih memangdangi bendera kuning yang terpasang di depan rumah. Seminggu lamanya istriku dalam keadaan koma di rumah sakit. Setiap hari aku menungguinya. Bahkan aku mengajukan cuti besar untuk melihatnya tersenyum kembali. Namun rupanya Allah menghendaki yang lain. Akhirnya istriku tenang menghadap-Nya tanpa memberi kesempatan padaku untuk melihatnya tersenyum. Bahkan untuk mendengar omelannya sekalipun.

Kini tak ada lagi yang menungguku pulang ke rumah. Aku bisa sebebas-bebasnya bekerja di kantor. Namun aku harus menebus cukup banyak untuk pekerjaanku yang kucintai. Aku kehilangan istriku dan kehilangan cahaya dalam rumahku.

Aku teringat dengan satu pertanyaan darinya.
“Sayang sebenarnya bekerja buat siapa?”

Selasa, 19 Mei 2015

Terima Kasih Cinta


Setiap kali amarah membelengguku, kucoba kembali mengingat kenangan indah bersamanya. Kenangan saat pertama bertemu dengannya. Memang selama ini aku banyak melakukan kesalahan. Aku selalu marah ketika dirinya melakukan kesalahan sekecil apapun. Apalagi terkait masalah uang. Kami memang hidup berkecukupan, tapi suamiku orangnya terlalu menyepelekan masalah uang.

Pernah dia lembur setiap hari masuk kerja di liburan lebaran, pergi pagi pulang malam. Namun ternyata dia tidak menulis absen serta tanda tangan. Akibatnya uang yang diterima hanya satu juta rupiah. Padahal jika dilihat dari jam kerjanya harusnya dia mendapat uang dua juta rupiah.

Pernah juga kami melunasi KPR rumahnya dan dirinya membiarkan uang sejumlah dua juta lebih di rekeningnya. Awalnya kupikir pihak asuransi tidak lagi menarik dana dari rekening tersebut. Namun ternyata malah perbulan ditarik sebesar 187 ribu. Ketika uang di rekening tersebut sudah habis, barulah dirinya cerita ke aku bahwa mendapat telepon dari pihak asuransi karena uang di rekening sudah tidak cukup untuk tarikan bulanan. Masya Allah, jadi selama ini dirinya membiarkan uang dua juta lebih buat ditarik asuransi yang tidak jelas. Tentu saja ini membuatku marah besar.

Pernah juga temannya yang di Solo pinjam uang sebesar dua juta rupiah. Aku ingat sekali dulu pinjamnya sekitar bulan April 2013. Tapi hingga kini, Mei 2015 temannya itu tidak member kabar apakah sanggup atau tidak sanggup membayar hutang. Dan dirinya pun tidak berani menagih hutang ke temannya. Bagiku, tak masalah membantu oranglain, tapi orang yang dibantu juga harus jujur, ketika tidak sanggup membayar maka segera mengatakan pada kami. Dan insya Allah kami akan mengikhlaskan. Kami tidak ingin kelak hutang itu memberatkannya di akhirat nanti.

Dan kemarin, dia membayar tiket pesawat buat temannya. Masalahnya, dia membayar tanpa persetujuan temannya. Akibatnya tiket balik ke Jakarta harus direfund. Bayangkan, dia membayar 580 ribu dan hanya dapat refund 270 ribu. Sungguh benar-benar keterlaluan. Seharusnya dia tanya dulu ke temannya apakah mau ikut pulang balik ke Jakarta. Toh kenyataannya temannya mampir dulu ke Solo. Aku marah seraya mengatakan tidak semua orang sama ketika pergi buru-buru ingin balik bekerja. Toh kalaupun SPD dapat tambahan satu hari untuk libur.

Suamiku tidak mau ambil libur atau cuti. Bahkan banyak urusan kami yang belum selesai. Diantaranya surat rumah masih ada nama BNI, padahal sudah lunas, harusnya sudah diurus hak Roya nya. Tunggakan PBB dari tahun 2010, bahkan nomer pelanggan PBB pun kami belum tahu, memberikan berkas Haji ke Depag, itupun kalau aku tidak menangis buat pengurusan haji mungkin dirinya masih asyik bekerja tanpa memikirkan untuk daftar haji. Entahlah aku makin tidak mengerti tentang jalan pikirannya.

Hal-hal kecil lainnya yang membuatku marah biasanya terkait hari libur yang masih bekerja sampai malam, terlambat jemput aku, membatasiku untuk tidak ikut organisasi apapun di kantor, memaksaku untuk masuk kerja walaupun aku sudah mendapat surat cuti, dirinya tidak mau pulang ontime padahal ada saat-saat dimana aku ingin kami sekeluarga berkumpul sebelum anakku Hasna mengantuk.

Tentu saja sebenarnya dibalik kesalahan-kesalahan kecil tersebut sebenarnya suamiku adalah lelaki yang luar biasa. Ketika dia mau menerima keluargaku dengan tangan terbuka, padahal kami hanya keluarga yang jauh di bawah kondisi keluarganya. Ketika dia memutuskan untuk menikahiku tanpa pacaran terlebih dahulu. Dirinya bukan laki-laki perokok walaupun temannya 80 % merokok. Dirinya seorang yang selalu menjaga pandangan dan lisannya. Tak pernah sedikitpun aku mendengar dirinya berteriak marah ataupun berkata kasar. Dirinya rutin sholat berjamaan di masjid.

Yaa Rabb, sesungguhnya nikmat inilah yang sering aku lupakan. Aku malah sering meninggikan suraku di hadapannya, aku sering marah padanya, aku sering mencubitnya, aku sering berkata kasar padanya, aku sering memakinya. Yaa Rabb, sebegitu rendahnya akhlakku. Dan sebegitu indahnya dirinya.

Yaa Rabb, aku tahu setan akan sering membisikkan kepada suami dan istri untuk melecut pertengkaran-pertengkaran. Tapi malah aku yang sering menuruti keinginan setan, astagfirullahal adziim. Ampunilah kesalahanku ya Allah dan lindungilah aku dari godaan setan yang terkutuk. Indahkanlah akhlakku, jadikanlah aku satu-satunya wanita yang sholihah untuk suamiku di dunia dan di akhirat nanti.

Yaa Rabb, kabulkanlah doaku. Jagalah suamiku dari segala bahaya. Jagalah dirinya dari segala zina dan fitnah. Lindungilah dirinya dengan cinta dan kasih-Mu, berkahilah usianya, jadikanlah dirinya imam terbaik bagiku untuk menuju surga-Mu. Aamiin yaa Rabb.

Saat ini suamiku sedang berada di Surabaya untuk menjalani tes wawancara tekait kompetensi Boiler. Semoga dimudahkan Allah segala urusannya, aamiin.

Suamiku maafkan aku yang selalu marah dan terlalu cerewet. Maafkan aku yang selalu berkata kasar dan memakimu. Semoga rumah tangga kita selalu dalam sakinah mawadah warahmah, aamiin.

Salam sayang dan cinta dari istrimu. Terimakasih cinta….

Tersadar didalam sepiku
Setelah jauh melangkah
Cahaya kasihmu menuntunku
Kembali dalam dekap tanganmu
Terima kasih cinta untuk segalanya
Kau berikan lagi kesempatan itu
Tak akan terulang lagi
Semuaaa kesalahanku yang pernah menyakitimu
Tanpamu tiada berarti
Tak mampu lagi berdiri
Cahaya kasihmu menuntunku
Kembali dalam dekapan tanganmu
Terima kasih cinta untuk segalanya
Kau berikan lagi kesempatan itu
Tak akan terulang lagi
Semuaaa kesalahanku yang pernah menyakitimu

(“Terima Kasih Cinta, by Afgan) 

Senin, 18 Mei 2015

Selamat Ulang Tahun yang ke-2


Ya Tuhan kami, Anugerahkanlah kami istri dan keturunan kami yang menyenangkan hati, dan jadikan kami imam bagi orang yang bertakwa” (al- furqan : 74)
Rabbi habli minas shalihin, rabbi habli minas shalihin, rabbi habli minas shalihin, aamiin ya Rabb.

 Bismillahirrahmanirrahiim…
Ya Allah terima kasih atas rezeki yang Engkau berikan pada keluarga kecil kami
Terima kasih atas anugerah seorang anak shalihah
Hasna Arifah Shafana
Jadikanlah Hasna anak shalihah, taat pada Allah dan Rasul
Anak yang berbakti kepada kedua orangtua
Shidiq amanah fathonah
Sehat jasmani rohaninya
Ya Allah lindungilah Hasna dari segala mara bahaya
Limpahkanlah rahmat dan berkah-Mu kepadanya
Jauhkanlah dirinya dari segala zina dan fitnah
Ya Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Kabulkanlah doa hamba ini.
Aamiin yaa Rabbal Alaamiin

17 Mei 2015, Selamat ulangtahun yang ke-2 anakku Hasna Arifah Shafana, Barokallah. 



Setia Hingga ke Surga Allah


dakwatuna.com – Hal yang tak dapat dipisahkan dari pernikahan adalah kesetiaan. Ini menjadi harga mati untuk melanggengkan keharmonisan negara cinta yang dibangun bersama. Terkadang banyak orang tidak bijak menyikapi deraan ujian dalam berumah tangga.  Bukan hidup namanya kalau tak pernah diuji dengan beraneka ragam cobaan. Termasuk juga ujian dalam  pernikahan. Berbilang tahun mendapati pasangan hidup tak sesuai harapan terkadang menimbulkan irisan luka menganga yang tak mampu ditahan. Betapa banyak terjadi perceraian karena prahara rumah tangga yang tak tertahankan lagi.

Kesetiaanlah yang membuat masalah kehidupan sepelik apapun menjadi indah. Cobaan menjadi bumbu-numbu yang meningkatkan rasa cinta. Ujian menjadi tantangan. Dan problem-problem yang dinikmati bersama akan berbuah manis dengan limpahan pahala tiada berkesudahan. Kesetiaanlah yang membuat keutuhan rumah tangga yang telah terbangun bertahan lama. Walau manusiawi kita  menggerutu atau protes dengan kondisi rumah tangga yang tak sesuai dengan apa yang ada di bayangan. Ketahuilah hidup tak selamanya sesuai dengan apa yang didambakan. Namun takdir hidup selalu menyediakan apa yang sebenarnya kita butuhkan.

Setia adalah perajut benang-benang perbedaan. Kesetiaan adalah cahaya yang menerangi gulitanya masalah kehidupan. Setia membuat pernikahan menjadi langgeng nan abadi. Jika tak ada setia maka takkan ada pernikahan yang bertahan lama. Setia menuntut adanya pengorbanan harta, biaya, waktu bahkan perasaan. Ibnu Jauzi menceritakan dalam bukunya shaed Al Khatir,” Abu Ustman  Al-Naisaburi ditanya,” Amal apakah yang pernah anda lakukan dan paling anda harapkan pahalanya? Beliau menjawab,” Sejak usia muda keluargaku selalu berusaha mengawinkanku, tapi aku menolak. Lalu suatu ketika datanglah seorang wanita padaku dan berkata, “ Wahai Abu Ustman sungguh aku mencintaimu. Aku memohon atas nama Allah agar sudilah kiranya engkau mengawiniku. Akupun menemui orang tuanya yang ternyata miskin dan melamarnya. Betapa gembiranya ia ketika aku mengawini putrinya. Tapi ketika wanita itu datang menemuiku setelah akad barulah aku tahu kalau ternyata matanya juling, wajahnya sangat jelek dan buruk. Tapi ketulusan cintanya kepadaku telah mencegahku keluar dari kamar. Akupun terus duduk dan menyambutnya tanpa sedikitpun mengekspresikan rasa benci dan marah. Semua demi menjaga perasaannya. Walaupun aku bagai berada di atas panggang api kemarahan dan kebencian. Begitulah kulalui 15 tahun  dari hidupku bersamanya, hingga akhirnya ia wafat. Tiada amal yang paling kuharapkan di akhirat , selain dari masa-masa 15 tahun dari kesabaran dan kesetiaanku menjaga perasaannya dan ketulusan cintanya.

Setia bagaikan menyelam di dasar lautan terdalam untuk mendapatkan mutiara indah berkilauan. Selalu ada perjuangan. Selalu ada pengorbanan yang terkadang menghabiskan waktu bertahun-tahun lamanya. Bahkan terkadang kita harus memberikan apapun yang kita punya dengan konsekuensi nyawa sebagai taruhannya.

Kisah berikut menyadarkan kita dalam islam selalu ada kisah inspirasi yang mungkin belum terselami mutiara inspirasinya.

Pernikahan itu telah berjalan empat (4) tahun, namun pasangan suami istri itu belum dikaruniai seorang anak. Dan mulailah kanan kiri berbisik-bisik: “kok belum punya anak juga ya, masalahnya di siapa ya? Suaminya atau istrinya ya?”. Dari berbisik-bisik, akhirnya menjadi berisik.

Tanpa sepengetahuan siapa pun, suami istri itu pergi ke salah seorang dokter untuk konsultasi, dan melakukan pemeriksaan. Hasil lab mengatakan bahwa sang istri adalah seorang wanita yang mandul, sementara sang suami tidak ada masalah apa pun dan tidak ada harapan bagi sang istri untuk sembuh dalam arti tidak ada peluang baginya untuk hamil dan mempunyai anak.

Melihat hasil seperti itu, sang suami mengucapkan: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, lalu menyambungnya dengan ucapan: Alhamdulillah.

Sang suami seorang diri memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab dan sama sekali tidak memberitahu istrinya dan membiarkan sang istri menunggu di ruang tunggu perempuan yang terpisah dari kaum laki-laki.

Sang suami berkata kepada sang dokter: “Saya akan panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi, tolong, nanti anda jelaskan kepada istri saya bahwa masalahnya ada di saya, sementara dia tidak ada masalah apa-apa.
Kontan saja sang dokter menolak dan terheran-heran. Akan tetapi sang suami terus memaksa sang dokter, akhirnya sang dokter setuju untuk mengatakan kepada sang istri bahwa masalah tidak datangnya keturunan ada pada sang suami dan bukan ada pada sang istri.

Sang suami memanggil sang istri yang telah lama menunggunya, dan tampak pada wajahnya kesedihan dan kemuraman. Lalu bersama sang istri ia memasuki ruang dokter. Maka sang dokter membuka amplop hasil lab, lalu membaca dan mentelaahnya, dan kemudian ia berkata: “… Oooh, kamu –wahai fulan- yang mandul, sementara istrimu tidak ada masalah, dan tidak ada harapan bagimu untuk sembuh.
Mendengar pengumuman sang dokter, sang suami berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, dan terlihat pada raut wajahnya wajah seseorang yang menyerah kepada qadha dan qadar Allah SWT.

Lalu pasangan suami istri itu pulang ke rumahnya, dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita tentang rahasia tersebut ke para tetangga, kerabat dan sanak saudara.

Lima (5) tahun berlalu dari peristiwa tersebut dan sepasang suami istri bersabar, sampai akhirnya datanglah detik-detik yang sangat menegangkan, di mana sang istri berkata kepada suaminya: “Wahai suamiku, saya telah bersabar selama Sembilan (9) tahun, saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan selama ini semua orang berkata:” betapa baik dan shalihah-nya sang istri itu yang terus setia mendampingi suaminya selama Sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari suaminya, ia tidak akan memperoleh keturunan”. Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak bisa bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya, agar saya bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya, sehingga saya bisa melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya.

Mendengar emosi sang istri yang memuncak, sang suami berkata: “istriku, ini cobaan dari Allah SWT, kita mesti bersabar, kita mesti …, mesti … dan mesti …”. Singkatnya, bagi sang istri, suaminya malah berceramah di hadapannya.

Akhirnya sang istri berkata: “OK, saya akan tahan kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya satu tahun, tidak lebih”.

Sang suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga Allah SWT memberi jalan keluar yang terbaik bagi keduanya.

Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang istri jatuh sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa sang istri mengalami gagal ginjal.

Mendengar keterangan tersebut, jatuhlah psikologis sang istri, dan mulailah memuncak emosinya. Ia berkata kepada suaminya: “Semua ini gara-gara kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang aku seperti ini, kenapa selama ini kamu tidak segera menceraikan saya, saya kan ingin punya anak, saya ingin memomong dan menimang bayi, saya kan … saya kan …”.

Sang istri pun bad rest di rumah sakit.
Di saat yang genting itu, tiba-tiba suaminya berkata: “Maaf, saya ada tugas keluar negeri, dan saya berharap semoga engkau baik-baik saja”.
“Haah, pergi?”. Kata sang istri.
“Ya, saya akan pergi karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat”. Kata sang suami.
Sehari sebelum operasi, datanglah sang donatur ke tempat pembaringan sang istri. Maka disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan ginjal dari sang donatur.

Saat itu sang istri teringat suaminya yang pergi, ia berkata dalam dirinya: “Suami macam apa dia itu, istrinya operasi, eh dia malah pergi meninggalkan diriku terkapar dalam ruang bedah operasi”.
Operasi berhasil dengan sangat baik. Setelah satu pekan, suaminya datang, dan tampaklah pada wajahnya tanda-tanda orang yang kelelahan.

Ketahuilah bahwa sang donatur itu tiada lain adalah sang suami itu sendiri. Ya, suaminya telah menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan sang istri, tetangga dan siapa pun selain dokter yang dipesannya agar menutup rapat rahasia tersebut.

Dan subhanallah …
Setelah Sembilan (9) bulan dari operasi itu, sang istri melahirkan anak. Maka bergembiralah suami istri tersebut, keluarga besar dan para tetangga.
Suasana rumah tangga kembali normal, dan sang suami telah menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di sebuah fakultas syariah dan telah bekerja sebagai seorang panitera di sebuah pengadilan di Jeddah. Ia pun telah menyelesaikan hafalan Al-Quran dan mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari ‘Ashim.
Pada suatu hari, sang suami ada tugas dinas jauh, dan ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas meja, buku harian yang selama ini ia sembunyikan. Dan tanpa sengaja, sang istri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya dan membacanya.

Hampir saja ia terjatuh pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis meraung-raung. Setelah agak reda, ia menelepon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya. Sang suami hanya dapat membalas suara telepon istrinya dengan menangis pula.

Dan setelah peristiwa tersebut, selama tiga bulanan, sang istri tidak berani menatap wajah suaminya. Jika ada keperluan, ia berbicara dengan menundukkan mukanya, tidak ada kekuatan untuk memandangnya sama sekali.

Setia tidak akan dinikmati hasilnya oleh mereka yang main-main dalam membangun negara cintanya. Ketika telah memutuskan untuk menikah berarti juga harus tahu setia merupakan rukun yang tak bisa dihilangkan. Ketahuilah pernikahan adalah seni mengelola kesetiaan dalam menerima pasangan apa-adanya bukan karena ada apanya. Yakinlah pasangan hidup yang Allah berikan adalah anugerah terbaikNya yang akan membawa kepada kehidupan surga sebelum surga sebenarnya. Selalu setialah agar kau temukan kebahagiaan dalam perjalanannya.


Semoga Allah selalu menjaga keluarga kita dalam rahmat-Nya. Menjadikan keluarga kita sakinah mawadah warahmah, menghadirkan kasih dan setia dalam hati kita berdua. Allah loves us... Aamiin ya Rabb

                                                                    18 Mei 2015
                                                Happy 3rd Wedding Anniversary 
                                                                      Eka-Arif
                                                            

Rabu, 13 Mei 2015

Sepanjang Hidupku Bersamamu


Dengan dirimu kini ku bahagia
Tak henti kau berbagi canda tawa
Hilangkan gairah lelah hatiku
Hadirmu mengubah arti hidupku
Jadilah aku tawanan cintamu
Kuserahkan seluruhnya untukmu
Kupenuhi semua yang kau inginkan
Tiada yang penting selain dirimu..

Sepanjang hidupku hanya ingin bersamamu
Di setiap waktu, di setiap waktu
Sepanjang hidupku tak kurelakan dirimu
Tuk tinggalkan aku, tuk tinggalkan aku
Sejuk kasihmu sampai ke tulangku
Hingga detak jantungku kan berhenti
Senyum manismu sinari hatiku
Tulus setia cintaku hanya untukmu

Lagu “Sepanjang Hidupku” yang dinyayikan oleh Pilot Band mengalum dari Laptopku.

Cinta, seperti  itulah yang aku rasakan saat bersamamu.
Aku sungguh lupa cara untuk menangis.
Yang ada hanyalah bahagia.

Sayang, seperti itulah yang aku rasakan saat bersamamu.
Mengarungi kehidupan dengan naungan cinta Allah.
Dirimulah, cinta pertama dan terakhirku.

Kasih, hanya padamu kusandarkan hatiku.
Untuk selalu kau jaga jiwa dan ragaku.
Untuk selalu kau cintai apa adanya.

Demi Allah yang telah menyatukan kita dalam ikatan suci pernikahan.
Semoga Allah senantiasa menjadikan kita sakinah mawadah warahmah.
Dan menganugerahi putra putri yang soleh solehah
Menjadikanku bidadari dunia dan akhirat bagimu

I do love you, my husband …

I really miss you …

Tetaplah Di Hatiku


Kekasihku sayangku kuinginkau tahu
Hati ini kan selalu menantikan cintamu
Kaulah yang pertama yang memberi arti cinta
'tuk selamanya tetap di hatiku
Ingin memelukmu
Mendekap hangat cintamu
'tuk selamanya tetaplah di hatiku


Kuberi semua untukmu
Tak akan ku berbagi meskipun engkau jauh
Ku kan s'lalu merindukanmu
Ku kan tetap selalu menjagamu
Jangan ada kata berpisah


Pegang erat janjiku yakinkan di hatimu
Tak akan ku berpaling
Hanya kau satu di hatiku
Ku akan selalu disampingmu
Tak ku biarkan kau jauh
'tuk selamanya ku tetap di hatimu


Kaulah yang pertama yang memberi arti cinta
'tuk selamanya tetap di hatiku
Ingin memelukmu
Mendekap hangat cintamu
'tuk selamanya tetaplah di hatiku

Lagu “Tetaplah di hatiku” yang dibawakan Chistian Bautista dan Bunga Citra Lestari terdengar syahdu dari Laptopku. Lagu yang sangat romantic, seromantis cintaku dan cintamu.

Rasanya baru kemarin aku berjumpa denganmu, namun tak terasa sudah hampir tiga tahun aku mendampingimu. Bahkan putri kecil kita juga hampir dua tahun. Putri kecil kita yang cantik akan berulang tahun tanggal 17 Mei, sedangkan tanggal 18 Mei adalah hari ulang tahun pernikahan kita. Sungguh luar biasa hidup bersama lelaki sholeh sepertimu. Damai hati dan jiwa selalu dalam naungan cinta Allah SWT.

Beberapa minggu lalu aku mengalami keguguran anak kedua kita. Janinnya tidak berkembang dan berdenyut saat usia kandungan enam minggu. Akhirnya aku menjalani kuret setelah pendarahan selama tiga hari belum juga berhenti. Semoga Allah menggantinya dengan anak yang lebih sholeh. Aamiin ya Rabb.

Jalan yang kita tempuh adalah jalan yang Allah ridhoi. Ibaratnya pernikahan kita adalah mengarungi samudera yang luas. Dirimu adalah nakhoda yang menggunakan kompas iman dan islam dalam mengarungi samudera. Tentu badai dan ombak takkan bisa memisahkan kita karena hati kita tetap berpegang teguh di jalan Allah. Semoga rahmat Allah selalu bersamamu. Semoga berkah Allah selalu bersama keluarga kecil kita.

Suamiku, izinkan aku menjadi bidadari dunia dan akhiratmu. Tuntunlah aku agar bisa mendampingimu hingga ke surga Allah.

Suamiku, dengan segenap cinta aku akan selalu mendampingimu dalam duka maupun dalam suka. Semoga Allah selalu mengikat kuat hati kita berdua. Aamiin ya Rabb. 

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS Ar Ruum : 21)

Arjunaku Arjunanya



Akhirnya lelaki itu menemukan pelabuhan hatinya. Lelaki yang pernah kukagumi. Lelaki yang memiliki selera humor yang tinggi. Lelaki tampan sekaligus cerdas. ARJUNAKU.


Kini lelaki itu telah bahagia bersama bidadari pilihannya. Sempat kutatap foto pernikahannya, wanita cantik itu kini telah memiliki arjunaku. Bukan hanya tubuh atletisnya, tapi juga telah meraih hati arjunaku.


Kali ini aku melepaskan arjunaku. Membiarkannya menjadi arjunanya. Semoga mereka berbahagia, menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah.


Doaku untuknya
"Barakallahu lakaawa baraka Wa jamaa baina kuma fii khair

 “Semoga Allah memberkahimu dan memberkahi atasmu serta mengumpulkan kamu berdua dalam kebaikan”