Selasa, 29 November 2011

Seuntai Maaf Dariku


Mas, kali ini aku menatapmu dengan senyum terindahku. Terasa bahagia melingkupi seluruh hatiku. Namun masih juga kau tak merasakannya. Hampir enam bulan sejak peristiwa tak terduga itu terjadi, aku masih menanti sebuah keajaiban. Hingga tangis tak pernah terlepas dari hari-hari yang kulalui. Aku terluka, aku sedih, aku kecewa.


Mas, aku tahu ini berat bagiku. Namun aku tak mampu lagi bertahan dengan apa yang tengah menimpaku. Aku harus berlari, aku harus pergi. Sungguh, aku masih menantikan keajaiban itu. Aku masih menanti hatimu untuk memilihku. Aku masih berharap menjadi bagian dari cerita indahmu.


Tangisku tiada mereda. Hatiku kian teriris perih. Aku tak mampu mengendalikan diriku, makin jauh terjatuh. Segala harapan terasa musnah. Aku benar-benar merasakan kepedihan yang mendalam. Segalanya semakin menjauhiku, mengabaikanku, dan tak pernah peduli lagi. Aku merasa telah hilang.


Tak mengerti mengapa hati ini meragu. Namun aku merasa tak ada jalan lain, aku harus pergi. Maafkan aku ….

Senin, 14 November 2011

ABI, YANG KURINDU


Abi, seandainya saja hatiku tangguh
Abi, seandainya saja diriku tegar
Abi, seandainya saja kumampu bertahan

Kenyataanya…
Aku kerap merindukanmu
Menantimu dengan linangan airmata
Menunggumu detik demi detik

Abi, di mana dirimu kini
Hatiku sakit dan kian merapuh
Entah berapa lama lagi kumampu bertahan
Aku terlampau lemah

Datanglah, Abi …
Genggam tanganku dan yakinkan semua baik-baik saja
Bisikkan padaku bahwa Allah selalu menyayangi hamba-Nya
Izinkanku bersandar di bahumu saat hatiku terluka

Abi, I really need you
Where are you???


===

Setyo Adi Nugroho masih khusyu’ dalam doanya. Sementara aku menatap lelaki itu penuh tanda tanya. Apakah karena dia segala cerita cintaku yang selama ini kuharapkan berakhir? Selama ini memang aku mengagumi dirinya. Kecerdasan yang dia miliki membuatku benar-benar tergila-gila pada lelaki yang merupakan anak tunggal ini. Namun lelaki ini tak pernah bisa bersikap dewasa. Dan menurutku, dia terlalu sempurna untuk bisa mencintaiku. Apakah hatinya mampu mencintai wanita lemah sepertiku?


“Dia masih sering shaum senin kamis” kata Ariza mengejutkanku. Rupanya wanita manis yang berada di sebelahku ini melihatku yang tengah menatap Setyo.
“Maksud Mbak Riza, Mas Setyo?” tanyaku
“Iya…padahal dia juga sering ke lokal, mengecek kondisi unit PLTU yang masih commisioning”
“Dari awal aku kenal dia memang tidak pernah meninggalkan shaum itu”
“Subhanallah ya…”


Aku masih menatap lelaki yang kini khusyu berdoa seusai sholat Ashar jama’ah. Apakah Allah benar-benar memberikan lelaki sempurna itu untuk mendapingi kehidupanku yang terjal ini? Ataukah itu hanya mimpiku semata. Sungguh, aku tak lagi bisa berharap lebih. Aku takut akan terluka seperti yang aku alami saat ini.


“Kamu cocok loh sama Setyo, sama-sama pinternya” kata Ariza
“Mbak Riza bisa saja” kilahku


Aku tersenyum menatap wanita ini. Andai saja aku bisa ceritakan betapa hatiku berbunga-bunga jika lelaki itu ada di sisiku. Satu setengah tahun lalu aku masih sering bersamanya, memasak bersama di kontrakan kami. Dia lelaki yang pandai memasak dan sangat humoris. Rasanya semua kesedihan akan menguap jika bersamanya. Dulu, aku seringkali mendengar bacaan Al Qur’an setiap usai sholat Magrib. Saat itu dia masih berstatus tunangan dengan wanita teman sekampusnya.


Apakah ini jalan Allah yang mesti aku tempuh. Kisah cintaku yang hampir tujuh bulan ternyata mesti kandas begitu saja. Rasa kecewa yang kurasakan masih belum terhapus dari pikiranku. Aku tak ingin menaruh dendam, namun mungkin aku terlalu menyayangi lelaki yang merupakan teman SMA-ku itu. Aku yang belum bisa merelakan dia bersama dengan wanita lain.


Namun, aku mesti harus tetap bertahan dan berjalan. Aku tak boleh terlalu lama terjatuh. Walaupun aku masih tidak berani untuk bermimpi. Terasa kerapuhan ini makin menyiksa tubuhku yang rentan. Tiap kali tangisku menyesakkan. Meski aku lebih memilih untuk terdiam, tak berarti hatiku telah damai. Terasa pening menggangguku, aku tak mampu lagi berpikir. Mungkin mereka melihat ketangguhanku, seandainya saja aku mampu jujur atas kerapuhan yang kualami.


Ini terlalu sepi. Semua kian menjauh dan berlari tanpa pedulikanku. Sementara aku masih sendiri. Seringkali berteman dengan airmata. Tiap hari semakin bertambah besar luka di hatiku. Hanya pada Allah aku akan berlindung dan meminta pertolongan.


Setyo melangkahkan kaki ke luar dari musholla. Sejenak lelaki itu menoleh ke arahku. Parasnya yang tampan dan sikap anggunnya membuatku tak bisa menghalangi bibirku tersenyum padanya. Apakah sebenarnya secara tak sadar kekagumanku padanya terlalu berlebihan? Apakah hatiku telah memilihnya secara tak sadar pula?


Astaudi’ukallahalladzi laa tadhii’u wada’iuhu. Kutitipkan dirimu kepada Allah yang tidak pernah menyia-nyiakan segala titipan (HR Ahmad)


Tangerang, 13 November 2011