Selasa, 30 Desember 2014

Wanita Pujaan Suami



 

Akhirnya aku temukan juga wanita itu. Wanita yang pernah ada dalam kehidupan suamiku. Wanita yang pernah mengisi kehidupan suamiku.

Aku menatap foto profil facebook wanita itu di layar laptop milik suamiku. Parasnya yang terkesan sangat biasa. Kulitnya sawo matang tampak tidak selaras dengan jilbab putihnya. Disampingnya tampak seorang anak perempuan sekitar satu tahunan. Anak tersebut memiliki kulit putih bersih. Jika aku tidak melihat statusnya, mungkin aku mengira anak perempuan itu hanyalah keponakannya.

Arintya Wardhani married Althaf Ramadhan. Kutelusuri profil suami wanita itu. Seorang lelaki yang tampak biasa saja. Seorang lelaki yang sempat membuat iri suamiku.

“Arintya menikah lima bulan sebelum kita menikah” ucap suamiku memecahkan keheningan malam ini.
“Apa Mas masih menginginkannya?” tanyaku pelan, khawatir membangunkan putriku yang sedang lelap.
Mata suamiku menyorot tajam ke arahku. Seolah pedang yang langsung menancap ke hatiku.
“Apa Mas masih suka padanya? Apa istimewanya wanita itu?”
“Arintya adalah sainganku semasa SMA. Meskipun dia adik kelasku, tapi kami lulus SMA bersamaan”
“Maksudnya?”
“Dia ikut program akselerasi”
Satu poin lebih dariku, ternyata Arintya adalah siswi yang cerdas.
“Apa Mas belum bisa melupakannya?” suaraku terdengar semakin serak. Aku memendam jauh rasa iriku pada Arintya. Meskipun statusku sekarang adalah istri dari Pramudya Wibisono, namun tak pernah kusangka hati suamiku masih tertawan pada seorang wanita.
“Aku selalu berusaha…”
“Tapi?” aku menunggu kelanjutan jawaban suamiku.
“Ya, aku memang masih memikirkannya”
Deg, satu pukulan keras menghantam jantung hatiku.
“Tapi kan dia sudah bersuami” tegurku pelan.
“Ada yang ingin aku tunjukkan padamu” suamiku meraih laptopnya 

Suamiku menunjukkan sebuah tulisan di blog, arintyawardhani.blogspot.com. Judul tulisan itu adalah ‘Aku dan Mas Pramudya’. Kubaca perlahan tulisan itu. Cerita tentang pertemuan pertama antara suamiku dan wanita itu. Tampak jelas wanita itu menaruh hati pada suamiku sejak pertemuan pertama. Dan rasa suka itu dibawanya sampai masa kuliah. Lalu mereka bertemu kembali di Jakarta. Rasa suka itu berkembang menjadi harapan, harapan untuk bisa mendampingi hidup seorang Pramudya. Kemudian tanpa sebab Pramudya meninggalkan wanita itu dengan sejuta tanda tanya. Apakah yang menyebabkan Pramudya tiba-tiba saja pergi meninggalkan kehidupannya.

“Aku merasa minder saat dia sudah bisa membeli sebuah rumah di kawasan Tangerang” ucap suamiku. Rupanya aku kini baru tahu mengapa suamiku meninggalkan wanita itu.
“Arintya  terlalu hebat untukku” kata suamiku, sekali lagi menghujamku.
“Mengapa Mas baru cerita kepadaku?” tanyaku.
“Aku tak bisa lagi memendam rahasia ini. Aku masih ada rasa suka pada Arintya”

Aku baru tahu ternyata suamiku masih mencintainya. Dan saat membaca tulisan tadi akupun merasakan kekuatan cinta Arintya pada suamiku. Lalu apa yang harus kulakukan? Aku benar-benar terhempas dalam lamunanku sendiri.
“Aku tahu betapa sakitnya hatimu saat mendengar pengakuanku ini”
“Mas…aku benar-benar terkejut atas pengakuanmu. Aku juga terkejut membaca tulisan cinta Arintya padamu. Aku cemburu, Mas”
“Maafkan aku”
“Seharusnya aku tahu hal ini lebih awal”
Suamiku menatapku. Matanya tampak berkaca-kaca, “Maukah kau memaafkanku?”
Kupeluk erat suamiku, “Maukah Mas berjanji untuk tidak meninggalkanku?”
Tubuh tegap itu tampak begitu tenang dan hening. Kulepaskan pelukanku, “Mungkin aku memang tidak sehebat Arintya, tapi akulah ibu dari anakmu”
Suamiku masih tampak tenang.
“Lagipula Arintya juga sudah berkeluarga dan memiliki seorang anak”

Masih juga suamiku tidak bergeming. Kupeluk kembali tubuh tegap itu. Aku berharap malam panjang ini adalah mimpiku semata. Esok saat membuka mata aku akan menjumpai suamiku yang selalu kubanggakan. Suamiku yang memiliki sejuta cinta untukku. Hanya untukku.

Kamis, 11 Desember 2014

Aku Merindukan Negeri Itu




Aku merindukan negeri itu. Dimana segala cinta dan kasih meneduhkan jiwa. Dimana tak ada sorotan jahat serta hinaan. Aku sangat merindukan negeri itu. Dimana yang ada hanya airmata haru, bukan airmata kesedihan. Dimana senyum tersungging dari setiap jiwa yang hidup. Aku sangat merindukan negeri itu. Dimana kejahatan musna tak berbekas. Yang ada hanya kerukunan dan kebaikan.

Aku merindukan negeri itu. Dimana anak-anak kecil bermain di sungai yang jernih. Bukannya selalu bergantung pada kemajuan teknologi. Aku merindukan negeri itu. Dimana para guru iklas memberikan seluruh ilmunya kepada murid-muridnya. Dimana semua murid tunduk dan menghormati gurunya. Aku merindukan negeri itu dimana alam masih hijau, sungai yang biru, dan kekayaan alam yang masih tersimpan di bumi pertiwi.

Aku merindukan negeri itu. Negeri dimana hanya ada kedamaian. Negeri dimana setiap jiwa sadar bahwa segala yang mereka lakukan akan dipertanggungjawabkan suatu hari nanti. Negeri yang rakyatnya tidak takut berjihad demi agamanya.

Aku sangat merindukan negeri itu….

Tapi apalah negeriku saat ini. Tiap hari tetesan airmata sedih dan kecewa mengalir deras. Kejahatan dan keburukan ada dimana-mana. Agama hanya menjadi formalitas belaka. Negeri ini telah hancur akhlak dan moralnya. Negeri ini telah luluh oleh kejahatan insan didalamnya. Dimana keadilan, dimana keceriaan, dimana kedamaian, dimana segala cinta bermuara, dimana kenyamanan, dimana letaknya segala kasih?

Kerusakan alam negeriku, eksploitasi besar-besaran kekayaan alam. Semua hancur luluh dan kelak akan lebih terasa kehancurannya. Dimana hati tiap insan?

Sungguh aku sangat merindukan negeri indahku, bukan negeri yang seperti ini.

“Ya Rabb selamatkanlah kami, tuntunlah hati kami menuju jalan-Mu, mudahkanlah kami menuju rahmat dan ridho-Mu”

Selasa, 02 Desember 2014

Tentang Seorang Bernama Fahmi


April 2012

Fahmi : Assalamu’alaikum
Aku menatap chat dari kakak kelasku sewaktu SMA. Terasa aneh karena aku tak pernah berbicara dengannya. Setahuku dirinya termasuk lelaki yang pendiam. Entah mengapa tiba-tiba dia menyapaku di chat facebook.

Laras : Wa’alaikumsalam
Fahmi : Dek Laras masih ingat aku kan? Kita pernah sekelas sewaktu bimbel

Ya, aku memang sekelas dengannya saat bimbel persiapan SPMB. Hal ini dikarenakan aku masuk kelas akselerasi. Jadi dua tahun saja waktu untuk menempuh SMA.

Laras : Masih inget lah. Mas Fahmi apa kabar?
Fahmi : Alhamdulillah sehat. Sekarang Dek Laras tinggal di Tangerang?
Laras : Iya Mas. Mas Fahmi tinggal dimana?
Fahmi : Bandung
Laras : Oh…kerja dimana sekarang?
Fahmi : LEN

LEN, Lembaga Elektronika Nasional ? Bukankah itu adalah tempat kerja Agung sekarang? Ah, mereka memang soulmate, kuliah sama di jurusan Elektro, sekarang bekerja di tempat yang sama. Bagaimana kabar Agung sekarang? Sejak sepuluh bulan yang lalu aku lost contact dengannya. Hanya gara-gara seorang wanita di tempat kerjanya yang dulu. Agung dulunya bekerja di GMF, Garuda Maintenance Facilities. Namun sudah sepuluh bulan ini dia pindah kerja di LEN.

Mengingat Agung sama seperti membuka luka masalalu. Agung yang sempat mendekatiku, yang hampir setiap malam mengirimkan pesan singkat ke nomer HP-ku, lalu tiba-tiba saja dirinya menghilang. Entah mengapa aku merasa  temannya yang bernama Vika- lah yang membuat dirinya menjauh dariku. Sejak Vika mengomentari statusnya di facebook, aku merasa Agung melupakanku. Agung tak pernah lagi mengirim pesan singkat ataupun menelponku. Padahal dahulu tak ada satu haripun tanpa kabar dari Agung. Ingin sekali aku tanyakan tentang Agung pada Fahmi, namun entah mengapa kuurungkan niatku.

Fahmi : Klo Bandung sama Tangerang deket dong
Laras : Ya  lumayan sih klo pke jalur darat
Fahmi : Dek Laras, dari SMA aku suka mperhatikan Adek. Aku sayang sama Dek Laras, maukah dek Laras menikah denganku?

Jantungku berdegup kencang. Kali ini aku tak tahu harus menjawab apa. Tiba-tiba terbayang sosok Fahmi Arifin, lelaki berpostur tak terlalu tinggi dan berkulit sawo matang. Ya, memang dia sering duduk agak jauh dariku saat bimbel dulu. Tapi aku sama sekali tidak menyangka dia memperhatikanku karena dia sayang sama aku sejak SMA. Sejak SMA sampai sekarang, itu kan delapan tahun yang lalu. Tapi mengapa dia baru mengatakannya sekarang.

Laras : Maaf Mas, aku ndak bisa

Jujur, rasanya aku ingin tertawa. Beberapa bulan yang lalu aku sibuk mencari pendamping. Tapi seolah semua lelaki enggan padaku. Sampai akhirnya aku mengajukan proposal nikah ke murobbi ku. Namun proposal itu belum juga ada jawaban.

Dan beberapa hari ini sudah ada beberapa lelaki yang menawarkan untuk mengenalku lebih jauh. Mulai dari anak tetangga, sampai sepupu tetangga, lalu sekarang kakak kelasku. Dimana tak ada hujan ataupun angin tiba-tiba dirinya menawarkan sebuah pernikahan padaku. Orang yang tak pernah terlintas sebelumnya dalam benakku. Hari ini dia mengucapkan kata sayang yang telah dipendamnya selama delapan tahun.

Satu-satunya alasan mengapa aku menolak semuanya adalah AKU AKAN MENIKAH BULAN DEPAN. Karena percakapan singkat itu, aku jadi tidak berani untuk mengumumkan pernikahanku di facebook. Biarlah aku mengundang teman-teman SMA dan kuliahku via milis.

6 Juni 2012

Aku hampir tidak percaya apa yang aku baca. Status di facebook milik Fahmi Arifin. Dia telah menikah pada hari ini dengan seorang wanita bernama Ikma Nurlaili. Subhanallah, masya Allah. Lalu apa maksud perkataannya saat bulan April lalu? Dia menawarkan pernikahan kepadaku.

Allahu akbar, Alhamdulillah, aku tidak memilih jalan yang salah. Karena kini statusku sudah menjadi istri orang. Aku tak tahu apa jadinya jika aku menerima tawaran dari seorang bernama Fahmi. Aku tak tahu, apakah Fahmi melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat karena patah hati padaku? ataukah memang pernikahannya sudah direncanakan jauh-jauh hari? Ataukah dia hanyalah satu dari sekian rintanganku untuk menikah dengan suamiku sekarang? Aku benar-benar syok dan tak mampu berpikir.

April 2013

Aku melihat anak pertama Fahmi terpampang di profil picture facebook-nya. Banyak ucapan selamat dari teman-temannya bahwa Fahmi sekarang telah menjadi ayah dari bayi yang cantik. Akupun ikut member ucapan selamat padanya. Seolah-olah percakapan setahun lalu itu tak pernah ada, dia pun tak pernah lagi bertanya tentangku. Apakah dirinya benar-benar patah hati padaku? ataukah itu hanya keisengannya belaka? Wallahu’alam.

Semoga Fahmi bahagia dengan keluarga kecilnya, dan akupun juga bahagia dengan keluargaku. aku tersenyum seraya memegang perut buncit dimana telah tumbuh buah hati pernikahanku. insya Allah bulan depan anak pertamaku lahir. Barakallah.