Januari 2012
Apa yang harus aku lakukan? Sementara sang waktu terus
mengejar. Aku bukan lagi remaja belasan tahun yang asyik menikmati masa mudanya.
Usiaku kini hampir seperempat abad. Sungguh tidak bisa lagi dibilang muda.
Teman-teman sebayaku sudah menikah, ada yang sudah memiliki anak. At least
sudah punya gandengan alias pacar. Namun aku malah sendiri di sini.
Jika bicara soal cinta. Aku tidak pernah merasa benar-benar
mencintai. Sewaktu SMA aku pernah dekat dengan teman karibku, namun dia menikah
sebelum lulus kuliah. Aku sempat marah padanya namun akhir-akhir ini aku jadi
faham. Temanku itu masih juga belum dewasa, biaya kuliahnya dan biaya kuliah
istrinya menjadi tanggung jawab orangtuanya. Apalagi dia kuliah di jurusan
kedokteran yang biayanya seabreg. Bukankah aku terlalu mandiri untuk bisa
bersanding bersama dia.
Kini aku menjadi pegawai negeri yang memiliki gaji cukup.
Aku juga sudah memiliki rumah, walaupun masih kredit. Gajiku separuh lebih
digunakan untuk cicil rumah. Terkadang ada rasa iri dengan teman-teman satu
angkatan yang masih asyik menikmati gajinya tanpa potongan hutang. Sebagai
wanita mungkin aku terlihat begitu mandiri, begitu tangguh. Tak heran banyak
yang mundur untuk bersanding denganku.
Aku cukup cerdas, walaupun di perusahaan ini aku kurang
memanfaatkan kecerdasanku. Di perusahaan tempatku bekerja, siapa yang cerdas
dan terlalu jujur akan disingkirkan. Kali ini aku mesti berpura-pura tak peduli
dan tidak kritis akan apa yang terjadi. Aku hanya ingin ketenangan. Walaupun
begitu masih juga atasanku memberi suatu kepercayaan atas tugas yang aku emban.
Mungkin karena aku lulusan teknik mesin jadi aku selalu ada di tiap even. Di
perusahanku permasalahan yang paling banyak adalah bidang mesin, dibanding
bidang listrik dan instrument.
Kini aku sendiri. Sesuatu yang tidak aku sukai. Ini terlalu
sunyi. Aku merindukan kehangatan sebuah keluarga dengan anak-anak yang
sholeh-sholehah. Aku ingin sekali menikah. Menjadi seorang isteri yang berbakti
kepada suami. Merasakan hamil dan mengasuh putra-putriku dengan sebaik-baiknya.
Namun darimana kesempatan itu berasal? Bahkan tiap kali hatiku teriris melihat
kebahagiaan teman-temanku bersama suaminya. Siapakah lelaki tangguh yang
merelakan kehidupannya untuk bersamaku. Seseorang yang memiliki sifat asih
kepada semua orang. Seseorang yang cerdas dan menerapkan ilmu yang dia miliki.
Meskipun di dunia ini tak ada yang sempurna, tak ada salahnya meminta jodoh
yang terbaik dari-Nya.
Aku berasal dari keluarga yang khusyuk. Ibuku adalah orang
yang sangat sabar. Bagiku, dia seperti cahaya dalam kegelapan. Dia menerangkan
padaku dan membuatku percaya bahwa Tuhan itu dekat. Tuhan akan mengabulkan apa
permintaan kita, asalkan kita tunduk pada perintah-Nya. Dan jika Tuhan sengaja
tidak mengabulkan permohonan kita, ini berarti ada rencana Tuhan yang lebih
baik. Akal kita tak akan mampu menjangkaunya, namun suatu ketika kita akan
menemukan alasan mengapa Tuhan tidak mengabulkan doa kita.
Pernah mendengar teori sulaman? Jika kita melihat dari
bawah, tentunya hanya keruwetan benang yang terlihat. Namun jika kita lihat dari atas, akan didapati corak yang
indah. Itulah rahasia Tuhan. Di mana tidak dapat terlihat kasat mata oleh
makhluk-Nya. Segala sesuatu akan indah pada waktunya. Kita hanya perlu bersabar
dan sholat.
Dan minta
pertolonganlah pada Allah dengan sabar dan sholat. Sesungguhnya hal itu sulit
kecuali bagi orang-orang yang khusyuk (Al Baqarah : 45)
Beberapa bulan yang lalu aku membawa orangtuaku ke
Tangerang. Rumah yang aku beli di wilayah Tangerang, sementara tempatku bekerja
di Jakarta Utara. Cukup jauh, kurang lebih satu jam untuk kendaraan pribadi dan
satu setengah jam untuk kendaraan umum. Saat orang tuaku berada di Tangerang,
aku merasakan bahagia tak terkira. Aku bersyukur pada Tuhan yang telah memberi
kesempatan padaku untuk melihat senyuman mereka. Bagaimana mereka tidak
bahagia, aku belum genap dua tahun bekerja tapi sekarang sudah memiliki rumah.
Walaupun masih kredit tapi mereka sangat percaya aku mampu mengatur keuangan
untuk melunasi kreditku.
Setahun pertama aku bekerja, gajiku hanya 1,8 juta. Dan baru
6 bulan menikmati gaji pegawai, sekitar 5 juta. Eh bulan depannya sudah
dipotong cicilan kredit 2.7 juta. Menurut Ilmu ekonomi manajemen, komposisi
keuangan seperti itu tidaklah sehat. Kredit itu maksimal 1/3 gaji yang kita
terima. Sungguh benar-benar nekad. Padahal ide membeli rumah hanyalah karena
aku sakit hati dengan apa yang tengah terjadi di tempat kerjaku.
Saat itu ada lomba K3 yang diadakan oleh kantor pusat di
Surabaya, lomba ini diadakan bulan Maret. Beberapa bulan sebelumnya aku lah
kandidat lomba cerdas cermat. Kupikir, cukup asyik bisa pulang kampung selama 3
hari. Namun tanpa pemberitahuan, namaku dicoret. Alasannya karena aku sedang
menangani proyek. Padahal jadwal tanggal itu aku free. Sudah dua bulan, Januari
dan Februari aku tidak dikirim untuk menghadiri rapat di wilayah timur. Padahal
biasanya aku yang dikirim, benar-benar membuatku emosi. Itulah asal mengapa aku
membeli rumah. Kupikir, jika aku rindu kedua orangtuaku aku hanya tinggal
mengirim uang untuk transportasi mereka dan mereka bisa menginap agak lama di
rumahku. Sedangkan kalau menunggu aku pulang ke wilayah timur itu belum pasti,
apalagi hanya bisa beberapa hari saja.
Kini, masih terasa sunyi. Hampir saja aku berteriak untuk
memecah kesunyian ini. Namun aku hanya mampu merasakan tangisan hatiku. Entah
mengapa yang ada di benakku hanya sosok sepertinya. Kali ini aku benar-benar
butuh dirinya. Padahal sudah berapa kali aku meninggalkan kehidupannya. Dan
kini Tuhan memberi kesempatan kepada kami untuk berjumpa kembali. Aku
benar-benar sangat membutuhkannya. Namun aku tak bisa mengungkapkan semua ini.
Mungki hanya hati ini yang sangat merasa. Bahkan aku selalu berdoa pada
Tuhan untuk keselamatannya.
Bagiku, kehadirannya adalah hal yang luar biasa. Ketika
hatiku begitu lelah dengan berbagai masalah di kehidupan ini, dia datang.
Serasa membawa kado seuntai senyum, setiap pagi kurasakan harapan baru. Lalu,
apa yang mesti aku lakukan? Bahkan bicara dengan hatiku pun aku tak mampu. Aku
merindukan kehadirannya namun tak tahu bagaimana membuatnya hadir di depanku.
Namun kisah itu berakhir juga. Dia pergi meninggalkan
kehidupanku begitu saja. Masih terasa perih akan kenangan yang telah ada antara
kami. Sembilan bulan kucoba untuk menegarkan hatiku bersamanya. Namun dia
memilih yang lain, wanita yang telah membuat hatiku luluh lantak. Semua
harapanku menghilang. Semua impianku lenyap. Bagaimana aku mampu menghadapi ini
semua. Sungguh, sangat menyiksaku. Setiap kali aku memasuki rumah, setiap kali
aku melihat bayangannya di sana.
Ya Rabb, sungguh hamba tak sanggup menghadapi ini semua.
Hatiku ini terlalu rapuh untuk menghadapi goncangan seperti ini. Hatiku ini
terlalu lemah untuk bertahan. Sungguh, hanya Engkau yang mampu menghapus
kepedihan hati ini. Hanya Engkau yang mempu membuatku tersenyum menatap sang
fajar.
Kucoba kembali menata diriku. Hatiku masih merasakan sakit
itu. Diriku masih sering dihempaskan emosi. Terasa airmata ini tak berarti.
Diriku kembali di pusara kesunyian. Merasa terabaikan. Ya Rabb, bagaimana aku
bisa bertahan? Berikan petunjukMu. Sungguh aku lemah tanpaMu.
September 2012
Ini sudah memasuki bulan keempat pernikahanku. Padahal, tak
pernah sedikitpun aku menyangka bisa menikah di tahun 2012. Sungguh, rezeki dan
jodoh benar-benar di tangan Allah. Bersyukur karena Allah anugerahkan suami
yang sabar bagiku. Terlalu sering dia menenangkan hatiku. Semoga Allah selalu
melindunginya.
Kini, tak lagi aku menangis menantikan kehadiran lelaki
sempurna. Karena bagiku, suamiku adalah lelaki tangguh yang merelakan dirinya
untuk menikahiku. Suamiku adalah imam yang akan membawa kami menuju surga
Allah. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan berkahnya bagi kita semua.
Aamiin yaa Rabb…
Pagi ini kutatap sang fajar seraya tersenyum. Ya Allah,
terima kasih atas kebahagiaan yang telah Kau beri padaku.