Dalam kehidupan terkadang kita dihadapkan dengan memilih
suatu keputusan. Keputusan keputusan kecil mulai kita buat semenjak kita
membuka mata di pagi hari. Contoh mudahnya adalah apakah aku akan bangus
sebelum subuh dan mandi sebelum subuh. Ataukan aku akan bangun setelah
terdengar adzan subuh dan mandi lalu bergegas sholat. Ataukah aku akan bangun
sebelum adzan subuh, wudhu lalu sholat, mandinya nanti saja kalau malasnya
sudah hilang.
Keputusan-keputusan kecil lainnya adalah apakah aku akan
sarapan sebelum berangkat ke kantor ataukah nanti saja sarapannya setelah
sampai di kantor.
Lalu seperti apa keputusan besar itu?
Lima tahun yang lalu, aku bertemu dengan seorang lelaki. Entah
mengapa sejak pertemuan pertama aku
sudah yakin bahwa dia adalah jodohku. Seminggu setelah pertemuan pertamaku
dengannya, keluarganya datang untuk melamarku. Keputusan yang aku ambil adalah
menerima lamaran dari lelaki itu. Hal itu masih cukup mudah bagiku. Namun hari-hari
menjelang pernikahan kami itulah yang menurutku sangat berat. Hati sering
bertanya, apakah keputusanku sudah benar, apakah dia lelaki yang baik, apakah
dia benar-benar jodohku, apakah aku bisa menyesuaikan diri dengan kehidupannya.
Berbagai pemikiran yang membuat otakku cepat lelah. Padahal intinya hanya satu,
yaitu AKU MULAI RAGU DENGAN KEPUTUSANKU. SEBUAH KEPUTUSAN BESAR yaitu akan
menikah dengan lelaki yang baru sekali aku bertemu dengannya.
Sampai akhirnya dua bulan setelah acara lamaran, tibalah
pada hari dimana aku akan menikah dengannya. Rasa ragu, was-was, rasa yakin,
rasa bahagia, rasa takut semua menyatu di dalam otakku. Aku tak mungkin
membtalkan pernikahan ini hanya karena rasa yang berkecamuk dalam otakku. Rasa yang
menurutku tak bisa aku kendalikan kecuali dengan berulang kali mengucap
istighfar dan berpasrah pada Allah. Jika ini memang jalan terbaik dari Allah
maka segala urusan akan dimudahkan oleh-Nya. Namun jika ini bukan jalan yang
diridhoi oleh Allah maka segala sesuatunya akan dipersulit oleh-Nya. Akad nikah
dan resepsi nikah tanpa ada suatu kendala apapun. Rasa cemasku hilang. Semoga ini
adalah jalan yang Allah ridhoi.
Saat akan mengundang teman-teman sekolahku atau teman-teman
kuliahku pada acara resepsi pernikahan. Banyak yang gembira, tapi ada juga yang
mencibir. BAGAIMANA MUNGKIN KAMU AKAN MENIKAH DENGAN ORANG YANG BARU KAU KENAL.
MEMANGNYA DIA LAKI-LAKI YANG BAIK?
Itulah salahsatu keputusan terbesar yang pernah kubuat.
Hari ini 22 Agustus 2017. Aku mendengar seorang teman kerja
berpindah agama memeluk agama islam. Hatiku berdetak tak karuan. Entah kenapa
aku membayangkan bagaiman perasaannya saat dia islam, sementara ibu ayah dan
kakaknya masih beragama selain islam. Aku membayangkan bagaimana caranya dia
bisa setegar itu menghadapi kemelut perasaannya.
Yang aku tahu, wanita ini sangat taat beragama, tak pernah
jauh dari rumah ibadatnya, namun tiba-tiba memilih islam, ADALAH SUATU
KEPUTUSAN YANG BESAR. Alhamdulillah Allah telah memberinya karunia sebesar itu
padanya, tapi sekali lagi, bagaiman persaaan orangtuanya. Kecewakah, sedihkah,
atau sudah mengikhlaskan anaknya untuk
memilih jalan kehidupannya sendiri. Wallahu a’lam bis shawab. Semoga Allah
senantiasa memberikan hidayah padanya dan pada keluarganya, aamiin.
Hari ini juga aku mendengar kabar ustadz kondang yang
ternyata diam-diam poligami sehingga istri pertamanya mengajukan gugatan cerai.
Padahal yang selama ini aku tahu ustadz ini baik dan santun. Dan yang namanya
ustadz tidak perlu diragukan ilmu agamanya. Mungkin saat akan melangsungkan
pernikahan dengan istri keduanya dia sudah berkali-kali berpikir sampai
akhirnya membuat KEPUTUSAN BESAR untuk menjalani kehidupan barunya dengan konsekuensi
dia bisa kehilangan istri pertama sekaligus anak-anaknya.
Memang poligami adalah hal yang dibolehkan dalam islam. Bahkan
Nabi Muhammad pun memiliki banyak istri. Sungguh semua itu diperbolehkan asal
bisa bersikap adil. Wallahu a’lam bis
shawab. Dari sekian banyak ustadz yang
sering tampil di media televisi ternyata memilih untuk poligami secara
diam-diam. Sungguh keputusan yang besar, karena banyak dari mereka yang kemudian
bercerai dengan istri pertamanya. Jika kita
akan berbuat kebaikan, alangkah baiknya jika kita melukai yang lain. Kebaikan untuk
semua, rahmatan lil alamiin.
Hari ini aku juga mendengar kabar seorang artist yang sudah
insyaf kemudian tergiur kembali masuk ke dunia entertainment. Bahkan demi dunia
entertainment ini, dia kemudian berpisah dengan sang istri dan anaknya.. Wallahu
a’lam bis shawab.
Hari ini juga aku mendengar berita tentang penipuan kasus
umroh oleh dua orang islam. Banyak yang bilang mereka menjual agama demi
kehidupan mewah yang dijalaninya saat ini. Bisnis yang dibangunnya
bertahun-tahun lenyap sudah oleh gemerlap dunia. Bahkan sekarang harus
meninggalkan bayinya yang berusia tiga bulan untuk mendekap di penjara. Masya Allah.
Tapi bagiku semua itu adalah suatu pelajaran berharga,
janganlah kita menyia-nyiakan amanah yang Allah titipkan di pundak kita. Iman,
islam, istri, anak dan amanah-amanah yang lain hendaklah kita jaga. Janganlah sampai
gemerlap dunia membuat kita lupa. Dunia itu jika dikejar tidak akan ada
habisnya. Semakin kita mengejar semakin menariklah tipuan dunia. Dan sesungguhnya
di sisi Allah lah tempat kembali yang terbaik. Wallahu a’lam bis shawab
Keterangan : penulis juga merupakan pembelajar agama islam. Mohon
maaf jika ada kekurangan dalam penyampaian. Apa yang ditulis oleh penulis
semata-mata hanyalah pengingat bagi si penulis itu sendiri. Semoga Allah
senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya, aamiin