Aku sengaja datang agak pagi ke kampus. Hari ini akan ada pameran
di jurusanku, Jurusan Teknik Mesin ITS. Sebenarnya jurusan ini tak perlu
dipromosikan, karena peminatnya pasti berjubel. Secara, katanya alumni jurusan
ini paling cepat dapat pekerjaan.
Lelaki itu tiba-tiba saja ada disampingku, bertanya ini itu
di stand metalurgi. Ini adalah spesialisasi yang aku pilih, bidang Metalurgi. Lelaki
itu tidak begitu tinggi, juga tidak begitu rendah. Tubuhnya tidak gemuk,
gerakannya lincah. Dibanding alumni-alumni yang lain, alumni yang satu ini
tampak begitu mencolok. Dengan celananya yang hanya dibawah lutut, lalu
rambutnya yang dicat pirang tak tersisir rapi. Tentu semua itu menarik perhatian
bagi orang yang melihatnya. Tapi secara pribadi, aku tidak suka lelaki yang
tidak rapi.
“Apa syarat terjadinya api” tanyanya pada salahsatu temanku
yang sedang sibuk menjelaskan tentang pengelasan. Temanku yang ditanya malah
terdiam. Entah karena kaget tiba-tiba ada yang bertanya, atau kaget melihat
penampilan alumninya yang hanya pakai kaos
berkerah. Memang sih berkerah, tapi tetap saja KAOS, tidak rapi
menurutku.
“Ada panas, bahan bakar dan oksigen” jawabku sekenanya, tanpa
melihat kearah lelaki itu.
Mungkin dirinya tersenyum atas jawabanku. Aku tak tahu,
lebih tepatnya tak mau tahu.
“Itu prinsip dasar Le…(kepanjangan dari Tole)sebelum kamu
ngomong panjang lebar tentang pengelasan. Kalau ingin sukses kita harus
mempelajari filosopi” tuturnya seraya menatap keras temanku yang sedang
presentasi tadi.
Tapi rupanya beliau tidak hanya bertanya sekali itu. Ia pun bertanya tentang
berbagai hal yang membuat temanku tadi membeku. Akupun menjawab semua
pertanyaannya dengan santai. Tapi hatiku benar-benar jengkel dibuatnya. Sebenarnya
siapa sih alumni ini. Dia datang apa
hanya untuk mengolok olok ilmu yang ada di otak kami. Ah sudahlah….
“Kamu pintar juga, nama kamu siapa?” tanyanya renyah ke arahku.
Aku yang tidak pernah bermanis-manis dalam menghadapi
makhluk berjenis kelamin laki-laki itu hanya menatapnya kaku. Sementara tangan
lelaki itu sudah terjulur ke arahku.
Aku katupkan kedua tanganku, “namaku Eka”
“Oooo….kamu mau nggak kerja di Petronas. Kalau mau kamu
kirim CV aja nanti aku bantu” katanya masih dengan wajah ramah dan suara yang
renyah. Rupanya dia tidak terganggu dengan sikapku yang dingin. Punya nyali
juga lelaki ini. Biasanya kalau aku lagi bersikap dingin, teman-temanku yang
laki-laki sudah malas bicara sama aku. Lebih tepatnya, takut aku marahin.
“Kalau kerja di Petronas harus pakai bahasa inggris ya?”
tanyaku polos.
“Iya. Tapi nggak usah khawatir. Kalau kamu belum lancar bahasa
inggris, kamu akan disekolahkan lagi ke London, kayak aku” katanya.
Wah, London…keren banget kan kalau bisa sekolah di sana. Membayangkan
akan ke benua Eropa saja aku tidak pernah.
“Oh ya, kamu harus sering-sering baca text book biar wawasan
kamu bertambah” sarannya.
“Tapi aku nggak suka baca textbook, susah dimengerti”
kilahku.
“Ya, aku tahu. Tapi pengetahuan dasarmu bagus loh, rugi
kalau tidak dilanjutkan”
“Hmm, tapi aku ngga mau kerja di luar negeri ah…” kataku
tiba-tiba memutuskan, entah karena ingat bapak ibu dan adikku yang ada di
Indonesia.
“Bayarannya besar loh…” bujuknya.
“Aku ingin jadi dosen” jawabku sekenanya.
“Oooo…bagus itu. Ya sudah teruskan cita-citamu”
Jujur, aku sangat risih ada lelaki yang berani
menginterogasiku seperti itu. Biasanya laki-laki cenderung tidak mau berdebat
denganku. Apalagi dengan raut mukaku yang dingin. Lalu, siapakah sebenarnya
lelaki ini???
“Sal” Pak Santo, karyawan di jurusanku memanggil laki-laki
yang kini ada di sebelahku, “Kapan kamu datang ke Indonesia?”
“Tadi malam Pak” jawab sosok yang dipanggil Sal itu.
Lalu mereka bersalaman. Tampak begitu akrab. Tak lama
kemudian karyawan yang lain pun menghampiri.
Seorang temanku menghampiriku, “Ka, kamu tahu tadi kamu
ngobrol sama siapa?”
Aku mengangkat bahu, yang berarti aku tidak tahu.
“Coba kamu lihat daftar tamu” kulihat nada dingin bicara temanku.
Aku mencari nama yang mengandung unsur “SAL” dan aku menemukan di daftar nomer satu.
FAISAL REZA. Aku melongo….
Ternyata orang yang selama ini aku kagumi di milis Mesin ITS
itu adalah lelaki yang acak-acakan tadi. Nada bicaranya yang tidak formal,
rambut dicat pirang, celana pendek.
=====
Itu kejadian hampir sepuluh tahun yang lalu. Hal berikutnya
yang terjadi setelah aku lulus kuliah adalah aku ditolak untuk menjadi dosen. Karena
pendidikanku hanya sebatas S1. Semua dosen menyarankan agar aku mengambil
kuliah S2 di luar negeri.
Cita-cita jadi dosen pun pupus. Sekarang aku berada di satu
sudut di kawasan Jakarta Utara. Di belakan kantorku ada asap yang mengebul dari
cerobong. Ya, dibelakang kantorku adalah pabrik setrum. Aku menjadi pegawai
BUMN yang menangani listrik Negara, khususnya ibukota Jakarta. Tapi apapun pekerjaanku saat ini,
aku bersyukur bisa membalas budi negara yang telah menyekolahkanku dari SD hingga strata 1.
Hehe…seandainya aku jadi pegawai petronas, sudah sekaya
apakah diriku. Sudahkah aku keliling dunia. Atau malah punya tittle dari
Universitas di luar negeri. Ah…keren kali ya. # sambil ngucek-ucek mata, sudah
selesai baca novel Dilan 2, lalu nulis di
blog sambil nunggu jam pulang kerja tiba.
Hidup itu indah loh kalau kita punya mimpi. Apa mimpimu?