Selasa, 22 November 2016

Aih, Ada Lelaki di Masalalu



Kali ini aku berjumpa lagi dengannya. Ditempat yang sama, namun di acara yang berbeda. Ada segurat rasa bahagia saat bertemu dengannya lagi. Ya, siapa lagi jika bukan lelaki yang selalu membuat detak jantungku berdegup kencang. Lelaki dengan senyum manisnya yang mengembang. Seakan semua membeku dalam ingatanku. Aku tahu ini salah, tapi siapa yang bisa mengubah perasaan semacam ini?


Aku berjalan di belakangnya. Ya, aku suka sekali melihat punggungnya. Dirinya memakai jaket yang dulu jadi kebanggaan kami. Jaket yang tujuh tahun lalu setia menemaniku dan menemaninya.
“Kok jaket ini masih ada?” tanyaku seraya memegang jaet warna birunya.
“Iya, masih. Tapi sekarang sudah tidak bisa dikancingkan” jawabnya.
“Kegendutan sih” tegurku.
Dan lelaki itu tersenyum dengan caranya yang khas. Senyum yang selalu membuatku mengingat masa-masa itu. Masa dimana kami memasak bersama. Aku menggoreng temped an dirinya membuat sambal bawang. Aih, sepertinya baru kemarin saja.


Aku menyukainya. Sangat menyukainya. Dan aku pernah mengatakan hal itu pada beberapa orang. Mungkin dirinya juga tahu hal itu aih, masalalu …


Dikeluarkannya rokok elektrik dari sakunya. Serta merta dia merokok, tanpa menghiraukanku. Meskipun aku tidak suka lelaki yang merokok. Entah mengapa aku tak bisa benci padanya. Yang ada hanya, aku benar-benar c**** padanya. Ah…masalalu.


Lelaki masalalu yang masih selalu menggoda hatiku. Aih….

Kamis, 03 November 2016

Andai dirimu tahu, sang Pangeran



Andai saja dirimu tahu betapa sangat sangat bahagianya saat aku berada di sampingmu. Hal yang tidak berubah dari puluhan tahun yang lalu. Menyebalkan, tapi itulah yang aku rasakan. Bertemu dengan lelaki yang ganteng, pintar dan lucu. Hanya satu kutemukan, itulah yang ada di dirimu. Walau hanya sejenak pertemuan kita, namun aku tak bisa menggambarkan bunga-bunga yang ada di hatiku.

Dulu, saat dirimu menjemputku untuk pergi. Tidakkah kau lihat parasku yang sangat ceria. Ya, aku memang suka sekali pada dirimu. Mengagumi dan menyukaimu. Atau saat kita jalan berdua saja. Ah, berasa dunia ini cuma ada kita berdua. Atau saat dirimu melepaskan helm dari kepalaku. Aih, romantic sekali.

Aku tidak peduli meskipun dirimu selalu memanggilku “Ndul…” (kepanjangan dari gundul). Pernah aku bertanya mengapa dirimu memanggilku gundul. Katamu “bagaimana aku tahu kamu gundul atau tidak, toh kamu ga pernah lepas jilbab”. Mungkin kalau lelaki lain, aku sudah jutek setengah mati dibilang gundul. Tapi nyatanya aku malah memberikan senyum terindahku untukmu. Ya, hanya untukmu.

Andai saja dirimu tahu. Apapun yang kamu lakukan itu menurutku lucu. Dan aku tak bisa berhenti tertawa jika ada dirimu. Tentu saja dirimu bukan pelawak, namun entahlah, semua yang ada di dirimu terasa begitu sempurna. Saat kamu menceritakan bahwa celana wearpackmu robek, padahal kamu tidak membawa baju ganti selain celana wearpack itu. Aih, menurutku kamu lugu sekali, berani menceritakan hal yang memalukan seperti itu. Dan itu sangat lucu bagiku.

Aku harus menyebutmu seperti apa Pangeran nan Tampan. Pesonamu itu senantiasa membiusku. Semua orang menyebutmu playboy, dan tak jarang aku selalu cemburu jika ada wanita yang dekat denganmu. Tapi, semua itu tak pernah melunturkan rasa sukaku padamu.

Hai pangeran tampan. Aku cukup bahagia saat dalam mimpi kau menyebutku sebagai calon istrimu.  Walaupun kenyataannya aku bukan calon istrimu, calon saja bukan apalagi istri yang sesungguhnya. Tapi cukup melihatmu saja aku sudah bahagia. Saat kau mau menyapaku aku juga sangat bahagia. Saat ku menatapku jantungku berdebar tak menentu. Sungguh, semuanya di luar logika.

Meskipun jalan yang kita tempuh kini telah berbeda. Semoga dirimu tetap selalu bahagia. Dan akupun juga bahagia.

Kamis, 08 September 2016

Menjadi Ibu Dua Anak



Aku baru tahu bahwa menjadi seorang ibu adalah soal tukar menukar. Kadang memang terlihat tidak adil. Tapi sesungguhnya itulah karunia terindah yang Allah berikan kepada seorang wanita, yaitu menjadi ibu.

Sebagai seorang ibu, aku menukar tidur pulas  tanpa terganggu dengan berkali-kali terbangun di tengah malam untuk menyusui bayiku yang baru lahir. Sewaktu anak pertamaku aku tinggal kerja dan hanya minum ASIP saat pagi sampai sore. Akhirnya dia  tidak mau minum langsung dari payudara. Dia hanya mau minum ASIP tak perduli aku ada atau tidak ada di rumah. Alhasil walaupun malam tiba dan aku berada di dekatnya, aku harus memerah ASIP untuknya. Ini adalah perjuangan seorang ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anaknya. Alhamdulillah, anak kedua masih mau nenen walaupun sudah aku tinggal bekerja pada pagi hari sampai sore.

Aku juga menukar perut rataku dengan gelambir tambahan dan penuh guratan bekas melar karena hamil. Sambil melihat deretan bajuku saat sebelum menikah. Rasanya semuanya sudah tidak ada  yang muat. Berat badanku juga belum turun-turun sejak melahirkan anak kedua. Terkadang timbul rasa iri pada teman-temanku yang masih langsing karena belum pernah hamil dan melahirkan. Lalu, kutepis jauh-jauh rasa iri tersebut. Karena sesungguhnya mereka belum merasakan bahagia saat merasakan tendangan si kecil ketika masih berada di tubuh kita. Dan mereka juga belum pernah mendengar tawa tulus dari seorang bayi mungil darah daging kita sendiri.

Aku menukar makan malam romantic dengan makan di tempat ramai tanpa menikmati saat makan karena anak-anakku ribet sendiri. Apalagi jika rumah makan itu memiliki tempat bermain. Jadinya malah mengawasi anak pertama yang asyik berlari-larian dengan teman-temannya.

Aku menukar tas kecilku dengan tas baby yang isinya popok , tisu basah, botol, minyak telon, minyak kayu putih, minyak tawon, salep, baju ganti dan lain-lainnya. Wah rasanya seksi sekali pergi kemana-mana menggunakan tas bayi yang lengkap dengan segala kebutuhannya. Kalaupun aku taruh uang jutaan juga tidak ada yang melirik tas yang penuh sesak itu.

Aku menukar waktuku dengan menghibur anak-anakku, membuat mereka sedekat mungkin denganku. Walaupun aku masih berstatus sebagai ibu bekerja, tapi aku berusaha semaksimal mungkin ada untuk anak-anakku.

Aku menukar rumah yang bersih dan rapi dengan dinding yang penuh coretan, mainan yang tersebar dimana-mana, ceceran makanan dan minuman.

Tapi dari semua penukaran itu, penukaran yang sebenarnya adalah “menukar hidupku yang terfokus pada diri sendiri dengan hidup yang penuh dengan pengorbanan tulus. Aku sedang mengabdikan hidupku untuk memperhatikan dan merawat manusia lain yang akan berlanjut setelah aku tiada”. Itulah pertukaran yang amat layak dilakukan.

Rabu, 13 Juli 2016

Pengalaman Mudik Pertama Hasya


Bayi itu masih berumur empat bulan. Ya, Hasya adalah anak keduaku. Sementara kakaknya, Hasna telah berumur 3 tahun lebih satu bulan. Tanggal 4 Juli 2016 jam 05.45 WIB kami berangkat mudik menuju Solo dari Tangerang. Berharap semoga tidak semacet hari-hari sebelumnya, pikirku. Hari raya insya Allah tanggal 6 Juli 2016, tapi sore nanti akan dilaksanakan siding isbat secara tertutup oleh pemerintah.

Melewati Jakarta dan Bekasi yang lancar sekali, sudah mengundang decak kagum. Alhamdulillah jalanan di Jakarta sudah tak seramai biasanya. melewati Cipali masih lancar. Ketika istirahat sekitar pukul 10.30 WIB, aku sebenarnya sudah lapar dan ingin makan bakso. Namun aku cancel, karena suami menyuruh kami masuk mobil untuk melanjutkan perjalanan. Sampai akhirnya kami menuju tol Pejagan.

Subhanallah, mobil-mobil banyak yang terparkir alias tidak bisa jalan sama sekali. Sempat terbesit untuk putar balik di tol, toh tol sebelah kosong melompong. Tapi, tidak ada putar balik di tol. Pejagan-Brexit, tidak ada jalan keluar melainkan berdesak-desakan mobil. Mesin dimatikan, dihidupkan, berjam-jam kami disana. Hingga adzan magrib macet pun masih sama. bahkan kami hanya berjalan berapa km saja. Aku frustasi, bagaimana ini, sampai kapan warna merah dalam google map ini akan berganti hijau. Sementara warna merah itu panjang sekali.

Jam tangan suami sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB dan kami masih berada di tol yang sama sejak jam 10.30 WIB tadi pagi. Masya Allah, antara kesal dan capek sudah merambat di ubun-ubun. Kulihat kiri jalan sudah banyak mobil terparkir yang kehabisan bensin atau kepanasan sehingga kap mobilnya dibuka. Bahkan tak jarang beberapa orang terpaksa buang air kecil di pinggiran jalan karena tidak ada tempat istirahat. Tadi sempat menemukan tempat istirahat tapi sudah FULL.

Akhirnya, Allah menolong kami. Pada sekitar pukul 22.30 WIB di depan ada himbauan yang Semarang kanan, yang jogja lurus. Suami nanya “Ke kanankah kita?”. Aku jawab,”ya”. Itu keberuntungan yang pertama. Melewati jalan kontra flow yang disambut hujan superderas, kami melihat mobil-mobil di sebelah kiri kami masih berbaris rapi alias masih macet tidak bergerak sama sekali. Suamiku menambah kecepatan mobil. Maklum, kakinya terlalu capek memainkan kopling, rem dan gas yang sudah berjam-jam.

Akhirnya gardu brexit (Brebes Exit) pun terlihat. Walaupun kami masih harus mengantri untuk membayar tol. Tunggu, jangan dibayangkan atriannya sedikit. Antriannya sudah cukup panjang. Apalagi jalanan sempit menuju Brexit yang hanya bisa dilewati dua mobil. Subhanallah, benar-benar harus sabar. Apalagi kulihat tanda bensin sudah kedap kedip yang artinya butuh segera diisi. Aku bisa bernapas lega ketika sudah mencapai luar gerbang tol, walaupun masih macet tapi kemungkinan kami bisa makan dan menemukan toilet itu yang jadi prioritas.

Jalanan sempat lancar ketika polisi membuat kontra flow. Kami pun sempat mampir ke warung jual pecel lele. Suami memesan ayam dan nasi 4 bungkus. Tunggu, jangan dipikir kami bisa makan dengan santai. Karena baru saja suami pesan menu, polisi sudah menyuruh kami untuk melanjutkan perjalanan. Hal ini dikarenakan system kontra flow yang tidak selamanya (alias terbatas waktu).

Aku bilang ke suami untuk menginap di hotel. Toh walaupun anak-anakku tidak ada yang rewel tapi kasihan juga mereka. Kasihan orangtua kami yang tidak dapat menyandarkan punggung. Kasihan suamiku yang tidak berhenti menyetir mobil. Tapi dua hotel di Tegal telah kami lewati, aku menangis terlebih karena capek.

Tibalah kami di suatu rumah yang berbau menyan dan nyamuknya luar biasa. Disitu beberapa pemudik lain beristirahat, tiduran sambil memesan secangkir teh atau kopi. Suamiku memesan tiga teh hangat sambil buka puasa. Itu sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Aku dan anak-anakku sempat tidur pulas. Suami juga. Orangtuaku bergantian menjaga kami. Tentu saja yang perlu dijaga sebenarnya adalah balita kami.

Setelah menunaikan solat subuh, kami melanjutkan perjalanan kembali. Kali ini kami berebut bensin bersama mobil-mobil lain yang juga kedap-kedip lampu indikasi bensinnya. Penjaga parkir di SPBU itu bilang bahwa bensin kosong, tapi karena kulihat baru saja ada mobil pertamina keluar maka aku memaksa suamiku untuk ikut antri bensin. Jangan dibayangkan kami mengantri dengan indah, karena mobil-mobil yang antri sudah berdempetan, maju kena mundur kena. Subhanallah. Dan akhirnya setelah perjuangan antri selama satu jam kami hanya mendapat jatah isi bensin 150 ribu rupiah. Sungguh tidak sebanding dengan pengantrian yang panjang.


Dan setelah mengisi bensin itu dimulailah kami bermacet-macet ria untuk sampai ke jembatan comal . baru sekitar jam 12.00 WIB kami terbebas dari macet. Adzan isya berkumandang seiring kami yang memasuki kawasan Surakarta. Kami berbuka puasa di jalan, menu nasi liwet. Sekitar pukul 21.00 WIB kami baru sampai rumah solo.

40 jam kami menempuh perjalanan dari Tangerang ke Solo. Alhamdulillah anakku sehat dan tidak ada yang rewel. Kumandang takbir sudah terdengar sejak selesai solat isya tadi.

Tanggal 6 Juli 2016 kami menunaikan solat idul fitri di jalan utama dekat rumah. Usai solat, suami dan keluarga berkunjung ke makam ibunya dan kakek neneknya. Selanjutnya adalah perjalanan menuju Boyolali, tempat keluarga besar suami berkumpul.

Tanggal 7 Juli 2016, pagi hari suami mengajak ke pasar untuk membeli kerupuk. Kerupuk yang menjadi kesukaan semua, namanya Karak. Setelah membeli kerupuk suami mengajakku makan berdua di pinggir jalan, menunya nasi liwet. Melihat pasangan lain yang makan berdua, jadi lupa bahwa aku menitipkan Hasya dan Hasna. Kalau Hasna sih tidak ada masalah karena dia sudah bisa makan, kalau Hasya masih bergantung padaku karena masih minum ASI.

Jam 15.00 WIB suami mengajakku untuk membeli oleh-oleh khas Solo buat teman-temannya. Tak lupa dia mangajakku ke warung tahu kupat. Sebenarnya tadi pagi aku sudah makan tahu kupat yang dibelikan oleh adik ipar. Tapi makan berdua bersama suami inilah momen yang tak tergantikan. Aku memesan tahu kupat dan beras kencur hangat.

Jam 20.00 WIB kami berangkat pulang menuju Tangerang. Khawatir akan macet separah saat berangkat ke Solo, maka suami memutuskan untuk pulang duluan sebelum arus balik berlangsung. Alhamdulillah tanggal 8 Juli 2016 pukul 11.30 WIB kami sudah sampai rumah. Itu juga sudah istirahat selama empat jam lebih di rest area.

Itulah pengalaman mudik pertama Hasya. Dan pengalaman mudik ketiga bagi aku, suami dan Hasna.

Teruntuk suamiku tercinta, bolehlah sekali-kali kita naik pesawat atau kereta untuk mudik. Bukan dengan mobil….
Teruntuk Hasna dan Hasya, kalian memang hebat. Ketika Bunda sakit karena kecapekan, kalian sehat-sehat saja.

Kamis, 30 Juni 2016

Suatu Hari saat Kuliah dulu



Aku sengaja datang agak pagi ke kampus. Hari ini akan ada pameran di jurusanku, Jurusan Teknik Mesin ITS. Sebenarnya jurusan ini tak perlu dipromosikan, karena peminatnya pasti berjubel. Secara, katanya alumni jurusan ini paling cepat dapat pekerjaan.

Lelaki itu tiba-tiba saja ada disampingku, bertanya ini itu di stand metalurgi. Ini adalah spesialisasi yang aku pilih, bidang Metalurgi. Lelaki itu tidak begitu tinggi, juga tidak begitu rendah. Tubuhnya tidak gemuk, gerakannya lincah. Dibanding alumni-alumni yang lain, alumni yang satu ini tampak begitu mencolok. Dengan celananya yang hanya dibawah lutut, lalu rambutnya yang dicat pirang tak tersisir rapi. Tentu semua itu menarik perhatian bagi orang yang melihatnya. Tapi secara pribadi, aku tidak suka lelaki yang tidak rapi.

“Apa syarat terjadinya api” tanyanya pada salahsatu temanku yang sedang sibuk menjelaskan tentang pengelasan. Temanku yang ditanya malah terdiam. Entah karena kaget tiba-tiba ada yang bertanya, atau kaget melihat penampilan alumninya yang hanya pakai kaos  berkerah. Memang sih berkerah, tapi tetap saja KAOS, tidak rapi menurutku.

“Ada panas, bahan bakar dan oksigen” jawabku sekenanya, tanpa melihat kearah lelaki itu.
Mungkin dirinya tersenyum atas jawabanku. Aku tak tahu, lebih tepatnya tak mau tahu.
“Itu  prinsip dasar Le…(kepanjangan dari Tole)sebelum kamu ngomong panjang lebar tentang pengelasan. Kalau ingin sukses kita harus mempelajari filosopi” tuturnya seraya menatap keras temanku yang sedang presentasi tadi.

Tapi rupanya beliau tidak hanya  bertanya sekali itu. Ia pun bertanya tentang berbagai hal yang membuat temanku tadi membeku. Akupun menjawab semua pertanyaannya dengan santai. Tapi hatiku benar-benar jengkel dibuatnya. Sebenarnya siapa sih alumni ini. Dia datang  apa hanya untuk mengolok olok ilmu yang ada di otak kami. Ah sudahlah….

“Kamu pintar juga, nama kamu siapa?” tanyanya renyah  ke arahku.
Aku yang tidak pernah bermanis-manis dalam menghadapi makhluk berjenis kelamin laki-laki itu hanya menatapnya kaku. Sementara tangan lelaki itu sudah terjulur ke arahku.
Aku katupkan kedua tanganku, “namaku Eka”
“Oooo….kamu mau nggak kerja di Petronas. Kalau mau kamu kirim CV aja nanti aku bantu” katanya masih dengan wajah ramah dan suara yang renyah. Rupanya dia tidak terganggu dengan sikapku yang dingin. Punya nyali juga lelaki ini. Biasanya kalau aku lagi bersikap dingin, teman-temanku yang laki-laki sudah malas bicara sama aku. Lebih tepatnya, takut aku marahin.
“Kalau kerja di Petronas harus pakai bahasa inggris ya?” tanyaku polos.
“Iya. Tapi nggak usah khawatir. Kalau kamu belum lancar bahasa inggris, kamu akan disekolahkan lagi ke London, kayak aku” katanya.
Wah, London…keren banget kan kalau bisa sekolah di sana. Membayangkan akan ke benua Eropa saja aku tidak pernah.
“Oh ya, kamu harus sering-sering baca text book biar wawasan kamu bertambah” sarannya.
“Tapi aku nggak suka baca textbook, susah dimengerti” kilahku.
“Ya, aku tahu. Tapi pengetahuan dasarmu bagus loh, rugi kalau tidak dilanjutkan”
“Hmm, tapi aku ngga mau kerja di luar negeri ah…” kataku tiba-tiba memutuskan, entah karena ingat bapak ibu dan adikku yang ada di Indonesia.
“Bayarannya besar loh…” bujuknya.
“Aku ingin jadi dosen” jawabku sekenanya.
“Oooo…bagus itu. Ya sudah teruskan cita-citamu”
Jujur, aku sangat risih ada lelaki yang berani menginterogasiku seperti itu. Biasanya laki-laki cenderung tidak mau berdebat denganku. Apalagi dengan raut mukaku yang dingin. Lalu, siapakah sebenarnya lelaki ini???

“Sal” Pak Santo, karyawan di jurusanku memanggil laki-laki yang kini ada di sebelahku, “Kapan kamu datang ke Indonesia?”
“Tadi malam Pak” jawab sosok yang dipanggil Sal itu.
Lalu mereka bersalaman. Tampak begitu akrab. Tak lama kemudian karyawan yang lain pun menghampiri.

Seorang temanku menghampiriku, “Ka, kamu tahu tadi kamu ngobrol sama siapa?”
Aku mengangkat bahu, yang berarti aku tidak tahu.
“Coba kamu lihat daftar tamu”  kulihat nada dingin bicara temanku.
Aku mencari nama yang mengandung unsur  “SAL” dan aku menemukan di daftar nomer satu. FAISAL REZA. Aku melongo….
Ternyata orang yang selama ini aku kagumi di milis Mesin ITS itu adalah lelaki yang acak-acakan tadi. Nada bicaranya yang tidak formal, rambut dicat pirang, celana pendek.

=====
Itu kejadian hampir sepuluh tahun yang lalu. Hal berikutnya yang terjadi setelah aku lulus kuliah adalah aku ditolak untuk menjadi dosen. Karena pendidikanku hanya sebatas S1. Semua dosen menyarankan agar aku mengambil kuliah S2 di luar negeri.

Cita-cita jadi dosen pun pupus. Sekarang aku berada di satu sudut di kawasan Jakarta Utara. Di belakan kantorku ada asap yang mengebul dari cerobong. Ya, dibelakang kantorku adalah pabrik setrum. Aku menjadi pegawai BUMN yang menangani listrik Negara, khususnya ibukota Jakarta. Tapi apapun pekerjaanku saat ini, aku bersyukur bisa membalas budi negara yang telah menyekolahkanku dari SD hingga strata 1.

Hehe…seandainya aku jadi pegawai petronas, sudah sekaya apakah diriku. Sudahkah aku keliling dunia. Atau malah punya tittle dari Universitas di luar negeri. Ah…keren kali ya. # sambil ngucek-ucek mata, sudah selesai baca novel  Dilan 2, lalu nulis di blog sambil nunggu jam pulang kerja tiba.

Hidup itu indah loh kalau kita punya mimpi. Apa mimpimu?

Rabu, 29 Juni 2016

ILUSI GEMERLAP DUNIA



Dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Tempat untuk bermegah, berbangga diantara kamu. Semula akan tampak indah seperti tanaman yang tersapu hujan, tapi kemudian mengering hingga kuning kerontang. Dan semua hanyalah kesenangan yang menipu. (QS Al Hadid: 20)

Dunia. Ilusi. Delusi. Hingga halusinasi.
Manusia mengatakan makanan paling enak adalah escargot. Sejatinya, ia hanyalah keong yang menjijikkan. Minuman termahal mungkin adalah wine. Mereka lupa minuman warna merah marun atau putih itu hanyalah anggur yang membusuk.
Manusia mengatakan tidak ada yang mengalahkan manisnya madu. Meski mereka tahu madu terlahir dari air liur lebah. Kain termahal adalah sutra. Dan mereka membohongi diri sendiri bahwa sutra adalah kulit ulat yang mengelupas.

Ada yang membeli parfum dengan harga mahal untuk wangi musk, dan sang penjual tidak memberi tahu bahwa sejatinya biang wangi adalah sampah yang keluar dari usus rusa. Begitu juga dengan kopi luwak, kopi yang enak itu merupakan biji-biji kopi hasil digesti kotoran binatang hewan luwak.

(kutipan dari novel faith and the city oleh Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra)

Begitu banyak hal didunia ini yang menipu. Masya Allah. Semoga saya pribadi dan kita semua sadar bahwa apa yang kini ada pada kita, apa yang saat ini kita nikmati adalah titipan semata. Harta, jabatan, istri, anak dan semuanya itu hanyalah amanah yang dititipkan Allah pada kita. Allah ingin kita menjaga amanah itu, tapi ada yang lebih penting yaitu tugas kita untuk beribadah kepada-Nya. Untuk meraih akhirat yang sempurna.

Dan kejarlah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan (melenakan) bahagianmu dari (kenikmatan) dunia. (QS Al Qashas : 77).

Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa prioritas utama kita adalah negeri akhirat. Dengan perantara rezeki dunia, insya Allah jika diniatkan ibadah akan menghasilkan keindahan akhirat. Menilik novel faith and the city mengajarkan kita bahwa kita harus gigih memperjuangkan mimpi-mimpi kita namun kita tak boleh terlena oleh perolehan kita di dunia. Ingatlah Allah, Dia-lah penentu rezeki kita. Ingatlah Allah, niscaya kita tidak akan lupa pada amanah kita, anak-anak kita, istri atau suami kita, orangtua kita dan saudara kita yang seiman.

Semoga Allah senantiasa melindungi langkah kita. Aamiin.