Selasa, 14 Juli 2015

Cinta Lama Bersemi Kembali

Lama sudah aku tidak berjumpa dengannya. Wanita yang tiga belas tahun lalu sempat mendiami relung hatiku. Menciptakan berbagai kisah indah dalam kehidupanku yang datar. Aku ragu apakah perjumpaan kali ini bisa sehangat pertemananku belasan tahun lalu. Aku ragu apakah aku mampu menyembunyikan rasa bersalahku padanya. Karena sesungguhnya aku yang telah meninggalkannya. Aku tak tahu seberapa besar rasa kecewanya saat itu. Yang aku tahu dimana hari pernikahanku wanita itu datang dan member ucapan selamat padaku. Entah mengapa justru malah hatiku yang terluka. Mungkinkah sebenarnya wanita itu juga mencintaiku sama seperti aku mencintainya.


“Assalamualaikum….” Sapa renyahnya. Entah mengapa suara itu amat dekat denganku. Suara yang aku rindukan saat ini.
“Waalaikumus salam warahmatullah” jawabku.
Sejenak mata kami bertatapan. Ada rasa enggan dan rindu bergelut dalam pikiranku. Tapi aku rasa semua itu sudah terlambat. Wanita itu telah memiliki kehidupannya, akupun begitu. Aku memiliki dua orang anak, putri dan putra. Wanita itupun sudah berkeluarga. Lalu mengapa aku masih belum bias mengendalikan detak jantungku yang semakin tak menentu.
“Hai teman-teman. Maaf menunggu lama. Ini pertama kalinya aku lebaran di Surabaya. Sebelumnya aku selalu lebaran di Semarang, tempat kelahiran suami”
Aku tahu di sini tidak hanya kami berdua, namun ada empat lagi teman sekelas ketika SMA dulu. Tapi entah mengapa hatiku malah hanya memikirkan kami berdua.
“Hai Pram? Bagaimana kabar istri dan anak-anakmu?” tanyanya memacah keheningan hatiku.
“Alhamdulillah sehat, kabar Riri sendiri?” tanyaku. Aneh juga menyebut nama kesukaanya. Sebenarnya namanya Rista, tapi aku lebih suka memanggilnya Riri.
“Alhamdulillah sehat. Pram ga berubah ya, awet muda” pujinya.
Rista memang selalu ceplas-ceplos bicaranya. Tapi itulah yang dulu membuatku jatuh hati kepadanya. Kepolosannya dan kejujurannya itu tidak ada yang menandingi.
“Kamu juga tambah cantik” balasku.
“Wah kalau aku sudah chubby sekarang, maklum sudah jadi mak-mak dengan dua orang anak” akunya.
Aku tersenyum mendengar celotehnya. Rista memang tidak berubah. Hanya dengan mendengar suaranya aku sudah merasa nyaman.


“Ehem…” Yanti membuyarkan tatapan kami.
“Eh maaf, aku terpesona lagi nih sama Pram” jawab Rista asal tapi malah melambungkan perasaanku. Memang bahaya jika reuni tanpa menyertakan keluarga. Aku jadi tidak mampu menahan pandangan dan juga perasaan.
“Eeeaaa…kupikir kalian dulu itu pasangan paling serasi loh. Dimana ada Rista disitu ada Pramana. Sifat kalian saling melengkapi. Rista yang cerewet dengan Pramana yang kalem. Rista yang punya semangat tinggi sementara Pramana yang bersifat let it flow. Tapi ternyata….Pramana nikah duluan”


Aku tersenyum kecut. Seandainya saja mereka tahu kondisiku saat itu. Aku terjebak dalam satu kisah yang tidak mengenakkan. Terlalu banyak fitnah tentangku. Seandainya saja aku menuruti kata-kata Rista, mungkin semua tidak separah itu. Aku difitnah telah melakukan zina dengan wanita yang kemudian menjadi istriku. Memang lambat laun aku mulai mencintai wanita itu, apalagi telah lahir dari rahimnya dua anak darah dagingku sendiri. Tapi jika mengingat lagi peristiwa yang menyakitkan itu, aku malah terkenang akan rasa cintaku pada Rista. Cinta pertama yang aku rasakan semasa sekolah. Dengan kepolosan yang kami miliki, kami saling melindungi meskipun tanpa ikatan pacaran. Dimana ada aku, disitu ada Rista. Serasa dunia milik kami berdua. Aku sangat menikmati waktu ketika bersamanya. Aku merasakan kenyamanan saat berbicara dengannya.

Sebenarnya ada yang ingin sekali aku tanyakan pada Rista. Pertanyaan yang dari dulu kusimpan dalam hatiku. Apakah Rista pernah mencintaiku. 

Mungkin sudah sangat terlambat menanyakan perihal tersebut. Istilahnya basi, karena kini kami telah memiliki kehidupan rumah tangga masing-masing. Namun sejak menatap senyumnya kali ini, keinginan untuk  menanyakan hal itu meluap-luap dalam hatiku.

“Jodoh itu hak mutlaknya Allah, Yanti. Kita mungkin pernah mencintai orang lain, tapi toh Allah akhirnya mempertemukan kita dengan orang yang tepat. Bisa jadi orang yang tepat bukanlah orang yang kita cintai saat itu, bahkan bisa juga bukan orang pilihan kita. Tapi yang pasti jodoh itu adalah pilihan Allah buat kita” kata Rista menanggapi perkataan Yanti.
“Setuju” sahut Khairul, yang dari tadi sibuk menghabiskan es buahnya.
“Idem” sahut Indira dan Alam.

“ Kalau seandainya sudah menikah tapi masih mengagumi orang lain gimana ya Ri?” tanyaku.
Rista menatapku tajam, “Cinta yang seperti itu adalah cinta yang salah. Cinta yang sudah tidak pada tempatnya. Seolah-olah kita telah kufur terhadap nikmat yang Allah berikan yaitu pasangan hidup kita. Orang yang bersedia mengikatkan diri dalam ikatan pernikahan dengan kita, itulah orang yang sewajarnya menerima rasa kasih kita. Bisa jadi apa yang kita lihat diluar lebih indah. Tapi apa yang menurut kita baik, belum tentu baik menurut Allah” jawabnya.
“Tapi kita tidak bisa melupakan orang itu karena pernikahan yang dijalani hanyalah sandiwara” kilahku.
“Pernikahan adalah mitsaqon ghalidhah, yaitu perjanjian besar di hadapan Allah. Hal itu bukanlah suatu permainan. Memang ada beberapa orang yang menikah karena ingin mendapat harta warisan. Hal itu membuat ikatan pernikahan ternoda oleh niat yang tidak baik. Otomatis sakinah yang diharapkan tidak juga muncul” jawabnya.
“Kalau kamu, apakah kamu mencintai suamimu?” tanyaku agak lancang, tapi aku benar-benar ingin tahu apakah Rista telah melupakan semua kisah indah yang klami rangkai belasan tahun lalu.
“Ya…lelaki sejati itu langsung melamarku, tanpa menawarkan pacaran. Tentu saja aku menyukai orang yang mencintai karena Allah” jawabnya.
“Kamu wanita yang hebat Riri, bisa jadi lelaki itu segera melamarmu karena tidak ingin meninggalkan sesuatu yang menarik menurutnya”
“Cinta itu tumbuh seiring pernikahan kami. Karena sebenarnya ketika kami menetapkan tanggal pernikahan kami, kami sama sekali belum mengenal satu sama lain. Hanya saja aku merasa nyaman di dekatnya, dan mungkin diapun merasakan seperti itu”
“Ri, boleh aku tanya. Kamu pernah ngga suka sama aku?” tanyaku.
Hening

===
Aku tahu ini salah. Sama seperti apa yang dikatakan Rista. Cinta kepada orang lain tanpa suatu ikatan pernikahan adalah cinta yang salah. Namun hanya satu hal yang ingin kukatakan dengan jujur bahwa aku masih mengagumi Rista, menyayangi Rista hingga detik ini. Hingga belasan tahun telah berlalu

Jumat, 03 Juli 2015

Subhanallah atas rezeki yang Allah berikan



27 Juni 2015, Periksa kandungan pertama kali ke dr Syarifah (RS Hermina Daan Mogot). Alhamdulillah, usia kandungan telah memasuki tujuh minggu. Dan Alhamdulillah calon anak kami dalam kondisi sehat.

Rabbi habli minas shalihin
Rabbi habli minas shalihin
Rabbi habli minas shalihin

Saat dilakukan pengambilan sampel darah, aku sempat hampir pingsan, mungkin karena kondisiku yang sedang berpuasa. Sampai pengambilan sampel darah dilakukan dua kali, di tangan kanan dan tangan kiri.

Ya Allah, lindungilah bayi yang ada di kandungan hamba ini
Berikanlah kesehatan dan keselamatan baginya.
Jadikanlah dia anak yang sholeh, sidiq, amanah dan fatonah.

Ya Allah, rahmatillah anak hamba ini.
Berikanlah cahaya islam dan iman di dalam hatinya.
Jadikanlah dia orang yang bertaqwa.

Ya Allah, mudahkanlah proses kehamilan hamba.
Dan mudahkanlah proses kelahirannya nanti.
Berkahilah hamba dan bayi yang hamba kandung ini.

Ya Allah, kabulkanlah doa hamba.
Aamiin yaa Rabb….