30 Oktober 2011
Aldi Wira Adhitama
Wanita itulah semangatku. Wanita itulah denyut nadiku.
Wanita itulah detak jantungku. Namun wanita itu pula yang membuatku terjatuh.
Wanita itu pula yang hampir membuatku kehilangan semua impianku.
Hasna, kecantikan hatimu telah meluluhkan hatiku. Membuat
bibirku kelu saat ada di dekatmu. Bagaimana ada seorang lelaki yang membencimu.
Ketulusan hatimu selalu terpancar dalam raut wajahmu. Santun bicaramu membuat
setiap orang akan berdecak kagum melihatmu.
Anggun parasmu, santun sapamu, indah suaramu. Aku
benar-benar telah jatuh hati kepadamu. Namun kali ini aku tak sanggup berkata
apa-apa. Saat engkau ada dihadapanku.
“Maaf Mas, aku tak bisa” katamu.
“Kita bisa saling bertemu” kilahku, “Dan aku akan setia di
sana”
“Tapi Bontang itu jauh Mas”
“Sekarang kan ada pesawat. Jika rindu tinggal kesana naik
pesawat terbang”
Dirimu menggeleng pelan, “Semoga Mas Aldi mendapatkan wanita
yang terbaik”
“Lalu Hasna?”
“Aku juga akan terus berdoa semoga Allah memberikan yang
terbaik untukku”
====
30 Oktober 2011
Hasna Syarifah
Jantungku berdegup kencang. Aku ingin semua ini segera
berakhir. Penantian cintaku atas seorang yang mampu dan mau untuk tempatku
berlabuh. Kali ini aku akan menemui teman lamaku. Seorang yang sejak pertama
kali bertemu telah jatuh hati kepadaku. Sosok sederhana yang mungkin lelaki
yang terbaik untuk kehidupanku. Jujur, aku pasrahkan semua ini kepada Allah.
Tentunya Allah jauh lebih mengerti siapa yang terbaik untuk mendampingi hidupku.
Terminal Kalideres ini cukup ramai di hari minggu. Terburu
aku meninggalkan acara Jalan Sehat di daerah Blok M Jakarta, aku akan menemui
lelaki itu. Tampak lelaki itu asyik menghisap rokok di tangannya. Lelaki itu
kemudian melihatku lalu melambaikan tangan.
Aku menghampirinya.
“Mau minum?” tawarnya
“Boleh” jawabku
Lelaki itupun kemudian masuk sebuah toko, lalu keluar
membawa dua botol minuman isotonic. Aku heran mengapa dia tidak menawari aku
dulu mau minum apa. Aku paling tidak suka dengan minuman isotonic merk apapun.
Jika saja aku boleh memilih, aku mau minum susu atau es krim.
“Jadi bagaimana jawaban atas pertanyaanku tempo hari lewat
sms?” tanyanya.
“Maaf Mas, aku tak bisa” kataku.
“Kita bisa saling bertemu” kilahmu, “Dan aku akan setia di
sana”
“Tapi Bontang itu jauh Mas”
“Sekarang kan ada pesawat. Jika rindu tinggal kesana naik
pesawat terbang”
Aku menggeleng pelan, “Semoga Mas Aldi mendapatkan wanita
yang terbaik”
“Lalu Hasna?”
“Aku juga akan terus berdoa semoga Allah memberikan yang
terbaik untukku”
Mungkin saja dirimu merasa terluka atas jawabanku saat itu.
Namun seandainya saja dirimu tahu, aku juga merasa terluka. Hatiku sungguh
menangis. Aku tak tahu apakah Allah masih memberikan seorang lelaki yang mampu
mencintaiku seperti dirimu. Aku tak tahu apakah ini kehendak Allah. Semalam
dalam sujud Tahajudku aku meminta petunjuk dari-Nya. Saat berangkat dari Blok M
tadi aku sudah mantap akan menerima pinangan darimu. Namun saat ini tiba-tiba
aku menolak pinanganmu.
Kulihat parasmu pucat mendengar jawabanku. Tanpa
menghentikan hisapan rokokmu, dirimu menatapku. Mungkin ini untuk terakhir
kalinya kita bertemu. Mungkin Allah telah menuliskan jodoh wanita terbaik
untukmu, yang mau mendampingimu kemanapun kakimu melangkah.
Selanjutnya adalah keheningan mencekam antara kita berdua.
Meski terminal ini begitu ramai, namun hatiku sangat sepi. Perlahan aku memohon
pada Allah untuk menghapus tetesan airmata di hatiku. Baru kali ini ada lelaki
yang mencintaiku dan memintaku untuk menjadi istrinya. Namun serta merta aku
menolaknya. Aku tahu kami sama-sama terluka. Namun aku juga tak mampu
berkata-kata lagi.
====
30 Oktober 2014
Aldi Wira Adhitama
Aku berada di terminal Kalideres. Sendiri, tanpa ditemani
seorangpun. Aku juga tak tahu mengapa aku berada di sini. Seharusnya aku sudah
tidak mengingatnya kembali. Walaupun masih tampak di pelupuk mata senyum indah
darinya.
Wahai bidadariku, aku masih belum bisa melupakanmu.
Bertahun telah berlalu, namun rasanya baru kemarin aku
mengenalmu.
Usiaku terus bertambah, aku masih tak bisa memutuskan untuk
menikah.
Aku tak bisa membayangkan jika menikah dengan wanita yang
tak pernah kucintai.
Wahai bidadariku, aku masih belum bisa menerima kabar
tentangmu.
Kini dirimu telah memiliki keluarga kecil bahagia.
Seandainya saja lelaki beruntung itu adalah diriku.
Hatiku masih saja menangisimu.
Hasna Syarifah
“Maaf” ucap seorang wanita yang entah darimana tiba-tiba
menjatuhkan minuman di mejaku.
Mungkin karena aku masih asyik melamun, membayangkan tiga
tahun lalu. Saat Hasna ada di hadapanku. Saat pertama kalinya aku bertemu
dirinya di Jakarta.
“Tak apa” jawabku.
“Maaf ya Mas”ulangnya.
Aku menoleh ke arah wanita yang tampak tersipu.
Aku tersenyum sejenak, “Tidak apa-apa kok”
Jantungku berdetak semakin cepat. Wanita itu pun berlalu
seraya menolehku kembali. Entah mengapa aku merasa suatu saat kami pasti akan
bertemu lagi. Karena baru kali ini aku merasakan jatuh cinta lagi. Biarkan aku
jatuh cinta.
===
Tidak ada komentar:
Posting Komentar