Rabu, 07 September 2011

Abiku Jago Masak Loh….


Siapa yang mengubah hatiku…
Siapa yang membuat kita satu…

Lagu “Pendekar Rajawali” berdering keras dari HP suamiku.


“Mas Setya … HP-nya bunyi tuh” ucapku seraya memberi HP yang bordering tadi ke suamiku.
Suamiku masih asyik menjemur pakaian.
“Sudah biar Adek yang jemurin”
“Engga usah” suamiku mengambil HP dari tanganku dan memberi isyarat bahwa aku tak boleh melanjutkan pekerjaannya menjemur pakaian.
Semenjak suamiku tahu aku hamil, dia melarang aku bekerja terlalu keras. Dari tadi usai sholat subuh, dia sudah sibuk mencuci pakaian. Sementara aku disuruhnya pergi belanja di gang sebelah rumah.


“Urusan kerjaan ya Mas?” tanyaku
Mas Setya memberikan HP-nya lagi padaku, “Hehe…iya, sibuk banget aku Dek minggu ini”
“Mana pernah Mas Setya tidak sibuk. Hari libur pun masih bantu Adek pekerjaan rumah”
“Kan Dek Elis enggak boleh capek. Kasihan Dedeknya”
Aku tersenyum pada suamiku, “Mbok ya dering HP-nya diganti”
“Aku suka lagu itu Dek. Loh bukannya Adek juga sering nyanyi lagu itu ya…”
“Iya sih Mas. Tapi itu bukan buat dering telepon.”
“Kan bagus Dek lagunya”
“Nih Dedeknya ngga suka Mas”
Mas Setya mencubit manja pipiku yang mulai menggembul, “Dedeknya apa Ibunya?”
“Hehe…”
“Oh ya sayurnya dipotong ya Dek, entar aku yang masak”
“Lah, kok malah Mas Setya yang masak sih”
“Dulu waktu di kontrakan kan aku yang masak.”
“Iya sih, tapi kan sekarang Mas Setya sudah punya isteri”
“Biar Adek nggak capek, kan kata dokter mesti jaga kesehatan”
“Wah kalau begini entar aku jadi manja dong”
“Engga apa-apa Adekku sayang”
Mas Setya kembali menjemur pakaian. Tampak kaos bagian belakang basah keringat.


Tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Setya Hamdani, lelaki yang berusia dua tahun diatasku. Cowok ganteng yang dari dulu kukagumi walaupun saat itu dia sudah tunangan. Dari sinilah aku percaya bahwa jodoh itu hak prerogative Allah.


Sebelum Mas Setya sempat ada lelaki yang sudah sangat dekat dengan kehidupanku. Lelaki itu sangat dekat denganku, namanya Ihsan Akbar Pratama. Cerita cinta antara aku dan Ihsan cukup panjang. Sejak SMA aku telah jatuh hati pada seorang Ihsan. Walaupun pada akhirnya kami satu kampus, karena berbeda jurusan membuat frekuensi aku dan Ihsan bertemu relative jarang. Bahkan bisa dibilang tidak pernah. Sampai akhirnya ketika dia bekerja di Tangerang, dan dia menemuiku di kosku di Jakarta Utara.


Terlalu sulit melupakan Mas Ihsan yang pada sudah berkenalan dengan kedua orangtuaku serta rekan kerjaku. Bagaimana tidak, aku yang sudah terlalu lama suka pada Mas Ihsan. Dan saat Mas Ihsan tidak mau membalas sms atau telponku itu cukup membuatku terluka. Biasanya Mas Ihsan selalu menghujaniku dengan sms, tiba-tiba saja dia menghilang. Bisa dibayangkan bagaimana perasaanku, sangat terluka.


Kabar terakhir yang kudengar dari rekan kerjanya bahwa dia pindah kerja. Yang menyakitkan lagi dia jadian dengan rekan kerjanya. Bagaimana tidak, baru sebulan dia menjauh dariku, tiba-tiba saja semua ini terjadi. Jujur, aku merasa sangat syok. Aku diduakan dan diabaikan begitu saja, sangat menyakitkan bagiku yang selama ini belum pernah menjalin kasih dengan pria manapun. Kedua orangtuakupun sempat marah dan menenangkan tangisku. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Mas Ihsan tidak pernah mengangkat telpon dariku dan tak mau membalas sms-ku. Terasa benar-benar menyakitkan.


Memang aku sempat sholat istikharah, padahal sebelumnya itu adalah ibadah yang paling aku takutkan. Usai sholat, aku bermimpi melihat Mas Ihsan yang hanya diam melihatku. Lalu tiba-tiba muncul paras Mas Setya, dengan sikapnya yang tidak pernah serius mengatakan sesuatu yang mengejutkanku. Sekejap semua berganti aku membaca Al Qur’an awalan juz 9. Aku membacanya cukup lama sampai akhirnya terbangun oleh adzan subuh. Usai sholat subuh, aku meneruskan bacaan Al Qur’an, aku terkejut melihat bahwa aku masih belum samapi juz 9 melainkan masih juz 7. Kubuka juz 9 disitu tertulis surat Al A’raf, tempat tertinggi. Dan aku tak tahu apa arti mimpiku itu.


Setya Hamdani, butuh waktu panjang untuk meyakinkan hatiku. Selama ini memang kami dekat secara fisik, namun tidak secara hati. Hal yang mengejutkanku adalah berita putusnya dia dengan tunangannya serta kepindahan keluarganya di Surabaya. Aku benar-benar tidak tahu apakah mungkin Mas Setya adalah jawaban atas istikharahku. Yang jelas sikapnya yang easy going membuatku bertanya-tanya “apakah mungkin?”


“Hayo…Adek melamun lagi?” goda Mas Setya.
“Iya, aku masih gak percaya Mas”
Mas Setya mengernyitkan dahi, “Nggak percaya apa Dek?”
“Enggak percaya kalau Mas Setya bisa jadi suamiku”
“Lah…pasti masih ingat mantanmu ya…”
Aku tersipu, “Aku sudah berusaha untuk melupakan Mas Ihsan”
“Jangan berusaha dilupakan, nanti malah enggak bisa lupa”
“Iya sih Mas…”
“Tapi apa istimewanya dia ya disbanding aku. Kan kata Adek aku lebih ganteng”
“Hmmm…mungkin karena dia terlalu lama hadir dalam kehidupanku. Ceritanya cukup panjang”
Mas Setya terlihat sok berpikir serius, “Aku dan tunanganku dulu juga ceritanya panjang”
“Mas…maafin aku ya…”
Mas Setya menggeleng.
“Lah…piye?”
“Engga mau maafin Adek kalau susu buat Dedeknya belum diminum”
“Iya deh…tapi dimaafin kan Mas”
“Bentar-bentar, mantanmu itu sekarang domisili di mana?”
“Jauh kok, tenang saja Mas…”
“Ya jelas tenang Dek, kan aku lebih ganteng daripada dia”
Aku pura-pura cemberut.


Mungkin jalan itu cukup berliku. Hubunganku dengan Mas Ihsan yang sudah lebih dari lima bulan tiba-tiba kandas. Sebenarnya hatiku masih merasa tidak enak, mengingat bagaimana dia menduakanku. Bagaimana dia mengecewakan kedua orangtuaku. Namun bukankah aku dan Mas Ihsan sudah saling memaafkan, seharusnya aku sudah melupakan semua itu. Entah apakah dia masih pacaran dengan wanita itu. Wanita yang kemudian ditinggal pindah kerja, aku tak pernah tahu. Memang awalnya susah untuk melupakannya, tanganku masih juga iseng mengiriminya sms. Hampir tiga bulan aku masih dalam kondisi yang sama, stress. Bersyukur karena ada seseorang yang selalu mengingatkan betapa berharganya aku. Dia selalu mengatakan aku wanita yang mandiri dengan ilmu agama yang mumpuni sebaiknya tidak berputus asa hanya karena seseorang yang tidak berani untuk berada di sampingku.


“Hmmm….aku cemburu loh Dek” goda Mas Setya.
“Emang kenapa mesti cemburu, kan Mas Setya ganteng”
Mas Setya memasang celemek di bajunya, “Dan aku cheff yang handal”
“Yup, you’re right”
“Jangan buat aku cemburu lagi ya Dek”
Aku tersenyum pada suamiku.

===
Jakarta, 5 September 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar