Rabu, 07 September 2011

Sang Akhwat



Walau aku senyum bukan berarti
Aku selalu bahagia dalam hari
Ada yang tak ada di hati ini
Di jiwa ini hampa
Ku bertemu sang adam di simpang hidupku
Mungkin akan ada cerita cinta
Namun ada saja cobaan hidup
Seakan aku hina
Tuhan berikanlah aku cinta
Untuk temaniku dalam sepi
Tangkap aku dalam terang-Mu
Biarkanlah aku punya cinta
Tuhan berikanlah aku cinta
Aku juga berhak bahagia
Berikan restu dan halal-Mu
Tuhan beri aku cinta

Lirik lagu Ayushita, lagu Tuhan berikan aku cinta, OST ketika cinta bertasbih seolah berkumandang di telingaku.

Suara Ustadz Hasan terdengar begitu keras di ruangan pertemuan. Kulihat Ahmad sibuk memperhatikan penjelasan Ustadz Hasan tentang Manajemen Pribadi Islami. Salah satu cara untuk memanajemen diri kita adalah dengan melakukan rukun islam yang kedua yaitu sholat.

”Shalat sebagai bagian dari rukun Islam, sesungguhnya, bukan sekedar urusan pribadi seorang hamba dengan Tuhan, tetapi lebih merupakan ajaran bagaimana seseorang harus menjalani kehidupannya. Sedemikian, sehingga shalat bukan sekedar ibadah ritual yang diwajibkan melainkan tata cara dan perilaku hidup yang dibutuhkan” terang Ustadz Hasan.

Aku hampir tak habis pikir. Perkenalanku dengan sosok Ahmad adalah hal yang paling aku ingat. Karena saat itu aku sangat membenci sikapnya. Dia pribadi yang cuek dan sombong. Bagaimana aku merasa kesal ketika temanku mencomblangkan aku dengan Ahmad. Sosok dengan pribadi menyebalkan seperti itu mana bisa cocok denganku.

“Assalamu’alaykum Ustadz, saya mau bertanya. Jika sholat mampu mencegah kita dari perbuatan keji dan munkar lalu mengapa masih banyak orang yang melakukan sholat sekaligus melakukan tindakan-tindakan tercela?” Tanya Ahmad.
“Wa’alaykumsalam…Tidak hanya ketika mengerjakan shalat secara formal, yaitu melakukan ibadah yang diawali takbir dan diakhiri salam. Karena itulah, dalam perintah shalat Allah tidak menyatakan dengan lafat if`al al-shalat (kerjakan shalat), tetapi aqim al-shalat (tegakkan shalat). Lafat if`al cenderung hanya penegakan perintah pada kondisi tertentu dan formal sedang aqim mengandung tuntutan untuk dihayati dan diterapkan dalam seluruh tata kehidupan. Maksudnya, diluar pelaksanaan shalat yang formal, batin seseorang mesti juga tetap dalam kondisi shalat, merasa berhadapan dan diperhatikan Tuhan, sehingga tidak mungkin baginya untuk melakukan kejahatan, korupsi, kolusi, penipuan atau yang lain. Inilah makna firman Tuhan bahwa shalat akan mencegah manusia dari perbuatan jahat dan keji. Innasholata tanha anil fahsya’I wal munkar….” Jawab Ustadz Hasan.
“Jadi, mesti tertanam dalam hati kita bahwa Allah selalu bersama kita dan mengawasi segala hal yang kita lakukan?” Tanya Ahmad.
“Na’am (benar)….” Jawab Ustadz Hasan.
Ahmad tampak antusias dengan kajian ini. Entah mengapa ada kekhawatiran di hatiku. Aku benar-benar takut terluka.

Apa yang mestinya aku lakukan? Seolah waktu memaksaku terus berputar dalam simfoni kehidupan. Kembali aku sibuk dengan duniaku sendiri. Dunia yang tak tersentuh oleh siapapun. Dunia yang dianggap aneh oleh banyak orang. Dunia yang bisa membuatku tersenyum dan tertawa bahagia. Di dunia yang terbebas dari sedih serta airmata.
Terlalu benar jika saat ini aku lebih sering berada di duniaku ini, dunia yang tercipta karena aku menginginkannya. Dunia di mana segala mimpi dan harapan bisa terlihat nyata. Dan seharusnya tak ada yang bisa memasuki duniaku ini. Namun kehadiran Ahmad seakan membuatku lupa akan dunia yang seharusnya hanya ada diriku.

“Ren, hape kamu dering tuh…sms mungkin” kata Niswa membuyarkan lamunanku.
Kubaca message dari ponselku.
“Kenapa Ren?” Tanya Niswa dengan suara pelan melihat parasku pucat.
“Sms dari Mas Doni”
“Lelaki yang dari Surabaya itu?”
“Dan tinggal di Surabaya”
“Belum dikasih jawaban?”
“Belum….hehe”
“Wah kebangetan Ren…”
“Hehe…”
“Tanya apa dirinya?”
“Biasa…tanya kabar Jakarta. Apalagi jalan Martadinata habis rusak. Dia kan tahu aku sering pulang pergi Jakarta Utara Bekasi”
“Oh….terus?”
“Ya dah aku bales aja. I’m fine. How about you? Hehe..”
“Jangan memberi harapan kalau tidak mau”
“Ya….aku juga maunya seperti itu sih, tapi belum pas aja waktunya”
“Ya sudah….”
“Nis….menurut kamu Ahmad seperti apa?”
“Baik sih orangnya, tapi enggak tahu lagi. Kan kita jarang komunikasi sama dia”
“Haha….iya…”
“Kamu suka ya sama Ahmad?”
“Justru kebalikannya Nis”
“Masa’ kamu enggak lihat betapa antusiasnya dia mengikuti kajian tadi siang?”
“Lihat, memangnya kenapa? Toh bukan Cuma dia yang aktif bertanya”
“Enggak usah bohong Reni…”
“Memangnya kelihatan ya kalau aku mulai kagum sama dia?”
Niswa menatap sahabatnya, “Iya”
===

“Ya Rabb, jika memang Mas Ahmad bukan jodohku maka berikanlah petunjuk-Mu” doaku dalam hati

Saat ini memang aku sedang dalam masa pertimbangan akan lamaran Doni, anak kedua dari tiga bersaudara. Doni tinggal di Surabaya, kota di mana aku berasal. Sebenarnya sama sekali aku tak ada hati untuknya. Namun mengingat pengorbanan dia untuk menemuiku saat camp pra-magang membuatku sedikit ragu untuk menolaknya.

Doni memang bisa dibilang tampan. Warna kulitnya putih dan dia adalah anak orang kaya di kampungku. Bapaknya merupakan salah satu dari pengurus utama Masjid Bustanul Huda, masjid terbesar di kampungku. Tentu saja akan menjadi pertimbangan yang sangat berat untuk bisa menolaknya. Namun hatiku sama sekali tidak ada perasaan pada lelaki yang berbeda usia dua tahun dariku. Mungkin karena sikapnya yang menurutku masih belum dewasa.

“Reni…” panggil Niswa membubarkan lamunanku.
“Kenapa Nis, sepertinya ada masalah yang serius?” tanyaku
“Udah denger gossip tentang Ahmad?”
“Gosip apa?”
“Dia sedang proses ta’aruf”
“Alhamdulillah”
“Lah..???”
“Berarti doaku sudah terjawab. Mas Ahmad bukan untuk Reni”
“Kan ta’aruf itu masih sekedar kenalan, belum tentu mereka jadi menikah”
“Ya semoga mereka mendapat kecocokan dan segera menikah”
“Payah kamu Ren, gak ada perjuangannya”
“Hehe..”
===

Selama ini memang aku tidak pernah memiliki pacar. Aku hanya ingin suamiku adalah lelaki yang kucintai selain Nabi Muhammad. Tentu saja bukannya aku sok suci, aku juga belum pantas disebut akhwat. Sebenarnya aku sedang mencari sosok imam dalam hidupku, namun aku masih takut menjalani proses ta’aruf.

Ya Rabb, selalu tunjukkan langkah untukku
Agar aku tak pernah beralih dari jalan-Mu
Aku hanya ingin bahagia atas cinta dan ridho-Mu

Ya Rabb, kirimkan imam terbaik untukku
Sosok yang sangat mencintai-Mu
Suami terbaik untukku
Ayah terbaik untuk anak-anakku

Ya Rabb, berikanlah yang terbaik untukku
Amin ….


Dan minta pertolonganlah pada Allah dalam sabar dan solat. Sesungguhnya hal itu sulit kecuali bagi orang-orang yang khusyuk (Al Baqarah : 45)
===

Tangerang, Agustus 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar