Senin, 18 September 2017

Tentang Afrizal




Lama sudah Arini tidak menulis dalam blognya. Entah  karena rasa malas yang dideritanya setahun terakhir ini. Tapi tiba-tiba mimpi semalam membuatnya kembali melayangkan pena untuk menulis tentang sesuatu. Mungkin bukan sesuatu, melainkan seseorang. Seorang bernama Afrizal.

Tak ada yang istimewa dari seorang lelaki tampan bernama Afrizal  ini di benak Arini. Kecuali rasa kesalnya saat mengingat dirinya masih berseragam putih merah. Afrizal kerapkali mengolok olok dirinya. Apapun yang dilakukan Afrizal selalu membuat Arini kesal. Dan Afrizal kerapkali tertawa puas jika sudah melihat Arini menangis.

===
“Arini” sapa Afrizal.
Senyumnya sungguh manis. Setiap wanita pasti akan terpesona oleh ketampanannya, tubuhnya yang tegap dan tinggi serta kulit putinya, serta tatapannya yang teduh.
“Afrizal? Kamu disini?”
Lelaki itu mengangguk pelan.
“Kenapa?” Tanya Arini.
“Arini, kamu sadar nggak kalau kita sudah berteman dari SD hingga kuliah. Kita berada di satu sekolahan terus, walaupun saat kuliah aku mengambil jurusan yang berbeda denganmu”

Pikiran Arini menerawang beberapa tahun yang berlalu. Ya, ucapan laki-laki itu benar. Arini sama sekali tidak menyadarinya. Ketika lulus SD Arini dan Afrizal bersekolah di SMP yang sama, namun beda kelas. Di SMP mereka ada sepuluh kelas. Selama tiga tahun bersekolah disana Arini tidak pernah sekelas dengan Afrizal. Dan hubungan mereka pun semakin jauh. Ketika bertemu sudah tidak ada salam atau ledekan Afrizal seperti saat SD dulu. Dan begitu seterusnya hingga mereka kuliah.
Sebenarnya Arini selalu merasakan bahagia jika berpapasan dengan lelaki itu, tapi dendamnya saat SD membuatnya selalu memasang wajah tanpa ekspresi saat bertemu Afrizal

“Apakah kita berjodoh?” Tanya Afrizal.
Deg…jantung Arini seolah berhenti berdetak. Tak pernah terbayangkan, lelaki yang paling dibencinya di masa silam tiba-tiba datang dan mengatakan hal yang sama sekali tidak terduga.
“Arini masih marah sama Izal?” Tanya Afrizal.

Arini mengangguk. Sekalipun di dunia ini tinggal satu orang pria yaitu Afrizal. Rasanya tidak sudi Arini langsung menerima lamarannya. Tapi jika ternyata takdir yang menuntun mereka selalu bersama tanpa mereka sadari apa yang mesti dilakukan.

Undangan itu telah tercetak Arini Puspitasari dan Afrizal Galih Wahyu akan melaksanakan pernikahan dalam jangka waktu dekat. Arini tidak merasa bahagia pun tidak merasa sedih.

Sebelum akad, Arini melihat Afrizal memakai jas warna hitam. Dan sungguh Afrizal memang tampan. Berbeda jauh dengan Arini yang berwajah pas-pasan.  Anehnya, Arini melihat Afrizal melepas jasnya dan memberikan kepada seorang pria. Pria yang rasanya baru kemarin dikenal oleh Arini.

Kini pria itu berada tepat disamping Arini.
“Kenapa Afrizal menyerahkan jasnya padamu?” Tanya Arini.
Lelaki itu hanya mengangkat bahu seraya menggeleng.
“Kamu lelaki yang lulusan UGM kan?” samar-samar Arini mengingat pertemuan pertama dengan lelaki itu.
Lelaki itu mengangguk pelan.
===

Arini terbangun dari tidurnya. Ditatapnya wajah polos yang tidur disebalahnya. Lelaki lulusan UGM. Ya, itulah suami Arini sekarang. Sedangkan Afrizal yang sekarang  tak tahu ditempatkan dimana oleh perusahaan tempatnya bekerja, statusnya juga sudah menikah. Entah sudah memiliki anak atau belum, yang jelas nomer handphone Afrizal sudah lama tidak ada dalam ponselnya. Dan mereka sudah lama tidak saling bertukar kabar.

Jodoh adalah suatu hal yang mutlak merupakan urusan Allah. Meskipun Arini dan Afrizal telah lama saling mengenal, bahkan satu sekolahan dari TK hingga kuliah. Bahkan mereka kini bekerja di institusi yang sama yaitu P**. Tetap saja yang menjadi suami Arini adalah lelaki yang baru dikenalnya dua bulan yang lalu. Ya, dalam waktu dua bulan mereka bertemu lalu menikah.

Fabiayyi alaa irabbikuma tukaddziban…dan nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?
 (QS Arrahman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar