Senin, 18 September 2017

Surat untuk Mas Agung 2



Assalamu’alaikum wr. Wb

Semoga Mas Agung selalu dirahmati Allah. Hari ini, enam tahun yang lalu aku menulis surat untuk Mas Agung. Surat yang sampai kapanpun tidak akan terbaca olehmu. Saat itu hanyalah emosi yang menguasai pikiranku. Saat dirimu tiba-tiba menghilang dalam kehidupanku. Aku sedih amat sedih, namun aku tahu pada nantinya Allah akan mengirimkan malaikat yang jauh lebih baik darimu.


Mas Agung, apa kabarmu saat ini? Masihkah dirimu bersama wanita itu? Bersama putri kecilmu yang kini seumuran dengan anak pertamaku. Bahagiakah dirimu disana?


Aku memilih bahagia dengan melupakanmu. Melupakan semua tentangmu, menghapus semua sms mu, bahkan di ponselku yang sekarang sudah tak ada lagi namamu. Semua kenangan masa-masa SMA kita, masa-masa di mana kita satu kelas di Lembaga bimbingan Belajar Primagama. Ah, aku hanya ingin memilih bahagia.


Maafkan diriku yang dulu egois menanyakan mengapa dirimu tiba-tiba berubah. Maafkan aku yang dulu memaksamu untuk mengaku bahwa dirimu telah mencintai  wanita lain. Memang benar jodoh itu urusan Allah. Antara dirimu dan diriku tidaklah terikat suatu tali apapun.


Cinta memang tidak bisa dipaksakan. Walaupun dulu aku sangat mengagumimu. Namun kini rasa itu sudah hilang tak berbekas. Bukan karena aku dendam padamu. Sungguh aku sudah memaafkanmu. Jika saja dulu dirimu tidak pergi dariku. Mungkin aku tidak pernah bisa menemukan malaikatku. Lelaki yang saat ini statusnya sebagai suamiku.


Inna ma’al usri yusro…didalam kesulitan ada kemudahan. Saat aku berpegang teguh pada Allah, justru Allah karuniakan hamba-Nya yang terbaik. Baru pertama mengenal ternyata beliau berani melamarku. Dua bulan kemudian kami menikah.


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menuliskan segala sesuatu yang indah dalam Lauhul Mahfudz-Nya hingga aku merasakan bahagia atas apa yang kini ada padaku.
Mas Agung, aku berharap Mas juga merasakan bahagia. Semoga Allah merahmatimu. Selamat tinggal kenangan, selamat tinggal Mas Agung. Terimakasih telah mampir dalam cerita kehidupanku. Terimakasih karena sempat menuliskan cerita bahagia dalam kehidupanku. Terimaksih atas segalanya. Salam untuk istri tercintamu.

Allah, Allah, Allah, hanya kepada-Nya lah aku memohon pertolongan. 
Dan minta pertolonganlah kepada Allah dengan sabar dan sholat. sesungguhnya Allah bersama dengan orang-orang yang sabar (QS Al Baqarah) 
 
Jakarta, 18 September 2017


Surat untuk Mas Agung 1
Assalamu’alaikum wr. Wb


Semoga Mas Agung selalu dirahmati Allah. Saat ini mungkin Mas Agung sudah merasa nyaman berada di kota Bandung. Meski ada sedikit penyesuaian di tempat kerja yang baru. Karena setahuku ada masa magang di sana. Mungkin Mas harus memulai karir kembali dari titik awal. Semoga diberi Allah kelancaran dan kelapangan dalam pekerjaan.


Sungguh merupakan kabar mengejutkan bagiku. Otakku masih belum bisa menerima kenyataan yang ada. Walaupun dari awal aku dekat dengan Mas sudah ada pikiran. Bagaimana jika suatu nanti Mas pergi dariku? Padahal selama ini tak ada satu haripun kulewatkan tanpa kehadiranmu.


Awal Februari, aku menemukanmu. Dan kedekatan kita mulai terasa akhir Maret. Aku masih ingat jelas saat itu aku sedang training manajemen proyek dan saat itu segala pekerjaan proyekku selesai. Lebih dari 6 bulan aku menangani proyek di Muara Tawar dan saatnya kini posisiku tergantikan oleh rendal baru dari Muara Karang. Sebenarnya aku masih suka bekerja di Muara Tawar, suasana pedesaan yang sangat kentara menyejukkan pikiranku. Namun entah mengapa aku dipindahkan ke Muara Karang di Jakarta yang terasa panasnya.


Dan semua terasa indah ketika memasuki bulan April. Setiap kali aku menantikan sapaan sms darimu. Sekitar pukul 20.00-21.00 WIB Mas selalu mengirimkan sms untukku. Walaupun hanya bercerita tentang aktivitas seharian namun rasanya aku sangat bahagia. Hatiku terasa tenang saat Mas hadir dalam kehidupanku. Apalagi aku tahu kalau Mas tinggal dan bekerja di Tangerang. Entah mengapa aku jatuh cinta pada kota yang masih terlalu sepi itu. Bahkan aku juga berencana akan tinggal di sana.


Memasuki bulan Mei, aku bahkan membuka hatiku untuk kehadiranmu. Aku selalu berdoa pada Allah agar melindungimu. Mas juga menemuiku di tempat kos Jakarta Utara. Tatapan yang selama ini kurindukan kini mampu kulihat kembali. Mungkin terlihat cukup konyol karena sebenarnya aku suka Mas sejak masih duduk di bangku SMA.


Hubungan ini mulai terasa kental saat Mas bersedia datang di syukuran rumah Cipondhoh. Mas berbincang dengan kedua orangtuaku. Kuyakinkan dalam hatiku memang Mas tercipta untukku. Dan semua memuncak ketika kita mengahadiri resepsi pernikahan putri rekan kerjaku dan saat melewati keindahan kali Cisadane. Sampai saat ini aku masih belum melihat hasil foto kita berdua dengan background kali Cisadane itu.


Entah apa yang telah Allah tulis untukku. Hampir tiap sujud aku menangis. Sebulan setelah Mas menemaniku, tiba-tiba Mas menghilang. Tidak pernah mengangkat telponku bahkan tidak membalas smsku. Walaupun aku masih positive thinking, Mas Agung sibuk. Bukankah dari dulu Mas Agung sering lembur.


Aku masih tak mengerti apa yang Mas pikirkan. Mungkin bermaksud untuk tidak menyakiti hatiku. Kenyataannya Mas malah mengoyak seluruh jiwaku. Menjatuhkan aku dalam luka yang dalam. Aku, yang mulai berani membuka hati ternyata disakiti. Berulang kali kutanya pada Mas Agung apa yang tengah terjadi dan Mas Agung selalu mengatakan tidak ada apa-apa. Tahukah Mas, hatiku mengatakan ada sesuatu yang terjadi padamu. Lamban laun aku menemukannya. Kehadiran wanita itu membuatku menangis. Meskipun hatiku yakin Mas akan kembali lagi padaku.


Juli yang kulewati dengan sepi. Aku hampir tidak dapat menguasai emosiku sendiri. Buncahan kegelisahan yang terus memuncak. Akhirnya kuberanikan diri untuk bertanya siapakah wanita itu dan Mas hanya terdiam. Sungguh ini sangat melukaiku.


Pernah aku minta izin pada Manajer Proyekku untuk pergi ke Bandung dan dia bertanya apakah aku akan menemui Mas Agung di sana. Kujawab bahwa Mas Agung kerja di Tangerang. Mas tentunya masih ingat kan rekan kerjaku yang kita jumpai saat resepsi pernikahan sebulan lalu. Pernah juga Manajer Proyekku bertanya kapan aku akan menikah. Kujawab masih belum tahu. Entah mengapa tiba-tiba dia bilang apakah aku jauh dari Mas Agung. Kukatakan aku tidak mau jauh dari Mas Agung. Tapi rasanya hatiku begitu sakit. Masih ingat saat aku menulis sms tentang gelas pecah yang mengenai tanganku? Aku rasa itu juga pertanda. Hatiku sangat gelisah dan terluka.


Aku masih menyimpan harapan untuk recovery semuanya. Namun justru ini meluluhlantakkan pertahananku. Benar-benar terluka. Sikap Mas yang makin dingin dan aku tak mengerti apa yang mesti kulakukan. Aku sudah menyerah. Berulang kali kedua orangtuaku mencoba menenangkanku. Walaupun aku mencoba untuk tegar, semua masih tercium oleh kedua orangtuaku. Bahkan Bapak sempat menangisiku. Bapak menyarankan agar aku kost saja dan rumah itu ditinggalkan. Padahal bukan karena itu aku sedih. Lalu, apa yang bisa kulakukan saat orang yang paling aku cintai terluka? Namun kenyataannya aku malah terdiam.


Awal September baru aku menemukan titik terang. Ketika Mas Agung pindah kerja dari Tangerang ke Bandung. Ternyata sejak awal Juli Mas sibuk melamar pekerjaan. Memang pekerjaan Mas saat ini termasuk BUMN, bukan swasta seperti pekerjaan di Tangerang. Namun yang paling aku sesalkan mengapa Mas Agung tidak menceritakan apa yang sebenarnya tengah terjadi. Yang paling menyakitkan dari itu semua adalah kehadiran wanita itu. Entah mengapa setiap kali aku menatap wanita berjilbab seakan aku melihat wanita itu. Rasanya sakit sekali, Mas.


Bagaimana aku bisa melupakan Mas Agung? Ketika aku masuk rumah, bayangan Mas terlihat begitu nyata. Mungkin karena aku telah berpikir Mas adalah jodoh yang Allah berikan padaku jadi semua ini terasa begitu menyakitkan.


Saat aku menulis surat ini, aku berharap hatiku dapat ridho atas keputusan Mas Agung. Termasuk keputusan Mas untuk menentukan pasangan hidup. Aku hanya berdoa semoga Allah memberiku penggantimu Mas. Aku benar-benar merasa segalanya tidak bersahabat. Merasa dijauhi, merasa terasing, merasa jatuh dan terluka. Aku mencoba menetralkan suasana dengan menulis sms pada Mas, tapi tetap saja tidak dibalas.


Insya Allah saya ridho dengan semua keputusan Mas. Mohon maaf atas kesalahanku selama ini. Semoga masing-masing kita menemukan jalan yang terbaik. Amin…


Dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkanku (QS As Syu’ara : 80)


Jakarta, 6 September 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar