Sabtu, 15 Januari 2011

Sepenggal Mimpi


Semakin sunyi… bahkan aku makin terdiam di tengah hempasan angin. Mengapa pedih ini masih kurasakan? Semestinya aku sudah mampu membuat bibir ini tersenyum, semestinya aku sudah bisa membahagiakan hatiku. Namun kenyataannya masih juga sepi dan sunyi yang terasa.


Kali ini aku mesti kembali melangkah. Meskipun kakiku enggan untuk bergerak. Bukankah selama ini aku merasakan kenyamanan? Sekalipun pedih dan perih kerap mengintai, namun rasa nyaman inilah yang membuatku mencoba bertahan. Dan aku melambungkan kembali harapan akan datangnya keajaiban. Ya…aku masih hidup dalam duniaku sendiri. Tanpa peduli apa yang dikatakan. Tanpa peduli apa yang terlihat. Dan aku masih merasakan kenyamanan.


Waktu membuatku semakin tersudut. Keadaan memberiku pilihan yang tak bisa dipilih, ketetapan sepihak. Membuyarkan segala anganku yang mulai terbangun. Mungkin mencoba memberi cahaya keajaiban yang baru. Namun di hatiku masih terasa keraguan. Aku hanya terdiam tak lagi berkutik. Aku tak lagi bersuara dan detak jantungku terasa begitu nyata. Semakin menjauh dari duniaku.


Aku menangis. Hatiku belum bisa menerima apa yang tengah terjadi. Mimpiku seakan bagai gumpalan awan yang ditiup angin bersemburat tak menentu. Harapku bagaikan setetes air terkena panas matahari, langsung lenyap tak berbekas. Apakah mesti aku pertahankan mimpi dan harapan yang tak bisa lagi kuraih?


Semakin sunyi… derap langkah kakiku terdengar jelas, sejelas denyutan jantung. Masih aku terpaku di tengah gundahku. Sungguh ingin kuteriakkan aku tak mau sendiri. Sungguh ingin kuteriakkan aku tak mau menangis kembali. Namun hanya sayup suara angin yang terdengar. Bibirku pun tak bergerak.


Aku ingin berontak. Aku ingin mereka tahu apa yang kurasakan. Aku tak ingin bersedih. Cukuplah senyum dan kebahagiaan yang menemaniku. Aku tak ingin terluka, terlalu takut untuk merasakan sakit. Semua ini terlampau pahit. Aku tak sanggup menghadapinya. Aku tak bisa melewatinya.


Namun tak ada satupun yang berubah. Waktu terus berlalu, mengingatkan padaku bahwa ini dunia nyata. Mengharuskanku beralih dari duniaku. Dunia yang pedih namun memberikan kenyamanan. Dunia yang hanya ada dalam benakku. Dunia milikku.


Aku terluka. Namun takkan mungkin kukatakan isi hati dan pikiranku. Semua menjadi suatu sandiwara. Tawa dan senyum menjadi hambar. Namun kali ini aku akan mencoba sekuat tenaga untuk bangkit kembali. Menyusun segala mimpi-mimpi yang telah berserakan. Atau bahkan membuat kembali harapan yang telah lenyap. Aku semestinya tegar, aku semestinya tidak meyerah begitu saja.


Setiap hal tentu ada ujiannya. Dan mungkin ini adalah jalanku. Sekalipun tampak terjal, aku tak boleh kalah. Sekalipun aku sering menangis, namun aku tak boleh patah hati. Semua hal tak ada yang sia-sia. Dan ku percaya Tuhan telah menuliskannya dalam Lauhul Mahfudz.


Teriring tasbih di hatiku. Sekalipun perih itu makin terasa. Kubiarkan airmata mengalir. Kubiarkan senyum pergi. Namun tak kan kubiarkan hatiku berpaling dari-Nya. Tuhan semesta alam, hanya pada-Nyalah aku berlindung dan meminta pertolongan.


Airmata ini masih mengalir. Kesunyian ini masih terasa. Namun aku takkan terdiam, aku akan berjalan bahkan berlari. Semoga Tuhan memudahkan langkah kecilku ini. Amin ya Rabb.


Jakarta, 8 Januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar