Sabtu, 29 Januari 2011

Sayap Sang Malaikat


Aku bosan dengan kesendirianku. Aku lelah dengan sepiku. Namun tak ada yang berubah, semua tetap datar. Aku masih termangu menatap kerlip sang bintang, seraya berharap akan ada keajaiban. Namun semua tetap sama, beku dan datar.


Lalu mengapa aku masih bertahan sementara hatiku mulai merapuh. Tiada lagi sandaran yang meneduhkan. Aku hanya tak ingin berteman sunyi. Aku hanya ingin menikmati bingkisan bahagia. Tak adakah kesempatan untukku?


Gaun putih ini masih melekat erat membalut tubuhku. Sementara airmata seperti tetesan hujan dari langit. Ini begitu menyesakkan. Aku bicara pada angin malam yang berhembus. Sungguh, aku berharap keajaiban akan datang. Keajaiban yang mampu menghapus segala macam kepedihan hati.


Suaraku terhempas, tercekat dalam kelam. Ingin kuteriakkan kesalku, namun hanya kebisuan yang ada. Rasanya semua cinta telah mengendap, tak mampu mencair kembali. Kenangan demi kenangan seakan untaian kisah yang berakhir. Benarkah hati ini masih menyimpan harapan akan kehadirannya?



Tara terbangun dari tidurnya ketika alarm ponselnya berdering.
”Alhamdulillah hanyalah mimpi belaka” ucap Tara.
Masih terasa kepedihan yang menyesakkan ketika ia menarik napas. Benarkah apa yang selama ini muncul di hatinya hanyalah kesepian. Benarkah dari sekian tawa yang ia punya tersimpan jutaan tetes airmata. Sungguh tak bisa dia membohongi diri sendiri.




Segera ditariknya semua pikiran buruk yang berkecamuk. Ia akan menghadapi hal penting hari ini. Presentasi di depan klien. Ini proyek besar dan ia pemegang kendali kepuasan klien atas layanan perusahaannya.


Dilihatnya buku agenda yang telah menemaninya dalam waktu sebulan ini. Ia harus mencatat apapun yang penting dalam buku agenda tersebut, apalagi daya ingat Tara sangat minim. Dilihatnya secarik kertas di bawah buku agenda.


Dear Mikail, my angel...
When he will come to my life? I need him…
Yesterday I met him, I saw how cool he is.
I hope this is not love, I’m too afraid to falling in love.
I still love my God, I love Allah too much.
Oh my God, if he isn’t my soulmate don’t give me chance to miss him.
Please give me any miracles


Tara bergegas menuju ke teras depan kostnya karena mobil kantor yang menjemputnya akan segera datang. Selama ini dia terlalu nyaman dengan pekerjaannya. Berusaha tersenyum pada setiap orang dan berusaha tampak bahagia. Padahal baru saja dia mengalami rasa sakit yang luar biasa. Rencana pernikahannya hancur karena lelaki yang diharap akan meminangnya tak bisa menerimanya.


Mimpi semalam memang sangat menyakitkan. Gaun putih yang ia pakai hanyalah harapan yang selama ini terpendam. Pernikahan menjadi satu kata yang menyakitkan baginya. Cinta menjadi satu momok yang sangat ditakuti. Bukankah dunia dan seisinya ini tercipta karena adanya cinta Sang Khalik pada makhluk-Nya.


Ya Rabb, mengapa aku demikian rapuh. Bukankah cinta-Mu yang selama ini kurasakan. Bukankah aku tegar karena ridha-Mu. Ya Rabb, jangan lepaskan aku dalam kebahagiaan fana. Aku tak dapat hidup tanpa naungan-Mu.


Innova berwarna hitam meluncur di depan kost Tara. Bergegas Tara masuk ke dalam mobil. Segera mobil melaju kembali.
“Pagi Mbak Tara…” sapa Yayat, supir mobil kantor tersebut.
“Met pagi….Sudah sarapan Mas?” Tanya Tara.
“Alhamdulillah sudah, Mbak Tara nggak sarapan?”
“Belum lapar…”
“Hari ini terakhir ya Mbak kontrak peminjaman mobilnya?”
“Iya, hari ini rencananya presentasi hasil inspeksi. Jadi sudah kelar inspeksinya”
“Oh gitu….”
Tara tersenyum renyah.
“Mbak Tara mulai bulan depan pindah tugas ya?”
“Insya Allah mulai bulan depan sudah tidak nangani Bekasi. Mulai bulan depan kembali ke kantor di Jakarta Utara”
“Wah, jadi sepi dong nggak ada Mbak Tara”
“Masa’ segitunya Mas”
“Lah terus gimana Mas Andra?”
“Hmm….itu isengnya teman-teman bengkel saja. Melihat mereka senang aku juga senang”
“Yayat pikir Mbak Tara serius sama Mas Andra”
“Hmmm…memangnya terlihat begitu Mas?”
“Enggak juga sih”
“Entahlah…saya belum berpikir ke arah sana”
“Wah…buruan dipikir Mbak. Biar cepet nikah.”
“Insya Allah”
“Ya, Yayat doakan lah supaya Mbak Tara segera menemukan pria yang sepadan dengan Mbak.”
“Amin…Terimakasih Mas”


Tara menatap sang surya yang malu-malu untuk terbit. Tampak keanggunan sinarnya di depan mata. Sungguh indah apa yang telah Tuhan anugerahkan kepada umat manusia. Teringat olehnya keluarga yang kini berada di Surabaya. Teringat akan senyum indah Ibu dan Bapaknya. Teringat akan rengek manja adik semata wayangnya. Ah, betapa kerinduan ini tak terpendam. Apakah mereka juga merindukanku?


Kringg…kringgg…..
“Assalamu’alaikum…” sapa Tara
“Wa’alaikumsalam, Ra kemarin rekomendasi dari bidang mekanik ditulis di slide presentasi kan?”
“Sudah Pak”
“Okey…makasih ya”
“Iya, sama-sama”


Walau aku senyum bukan berarti aku selalu bahagia dalam hari
Ada yang tak ada di hati ini di jiwa ini, hampa
Kubertemu sang Adam di simpang hidupku, mungkin akan ada cerita cinta
Namun ada saja cobaan hidup seakan aku hina
Tuhan berikanlah aku cinta untuk temaniku dalam sepi
Tangkap aku dalam terang-Mu, biarkanlah aku punya cinta
Tuhan berikanlah aku cinta, aku juga berhak bahagia.
Berikanlah restu dan halal-Mu
Tuhan, beri aku cinta

Lagu dari Ayusitha tampak menusuk ke dalam hati Tara. Tak terasa mobil sudah parkir di depan kantor.

Terasa menyesakkan memang. Tara, wanita berusia 24 tahun yang berprofesi sebagai pegawai di perusahaan listrik negara. Background pendidikannya bisa dibanggakan, strata satu dari institut negeri ternama. Semua terasa begitu sempurna. Tapi pacar saja dia tidak punya. Apa yang bisa dibanggakan oleh seorang wanita, jika belum ada satu lelaki yang mengkhitbahnya. Rasanya tiap hari tak kunjung berhenti segala tangis dan airmata. Namun apa yang bisa dilakukan seorang wanita hanyalah menunggu. Bukankah Tuhan telah menciptakan makhluk-Nya secara berpasang-pasangan?

Apapun kondisi dalam hati, Tara mesti tetap tersenyum. Tak bolehlah orang tahu apa yang tengah ia pikirkan. Semua memang terasa begitu berat, namun haruslah semua itu dikembalikan pada Sang pencipta. Tak ada satupun di dunia ini yang luput dari pandangan-Nya. Tak ada satupun di dunia ini yang terhindar dari pengawasan-Nya. Semua telah diatur dalam kitab Lauhul Mahfudz-Nya. Semua telah tersusun rapi dalam rencana-Nya. Terkadang kita pikir semua ini tak adil namun apakah pernah terlintas bahwa semua itu akan telah terencana begitu indah. Ibarat sulaman, kita hanya melihat dari belakang, keruwetan benang warna-warni yang tidak dimengerti. Dan Allahlah sebagai penyulam, melihat sulaman dari atas, tentu saja sangat indah.


Kesabaran sebagai titik ukur ketaqwaan. Sekalipun ketakutan kian menghampiri, yakinlah bahwa Allah selalu menyertai langkah hamba-Nya. Dia tidak akan melepas bahkan sedetikpun. Terpikir bahwa siapa yang memberi makan semut kecil atau mungkin cicak, semua itu Allah yang memberi rezeki. Dan rezeki itu telah diatur oleh Allah. Tak peduli siapapun dirimu, bahkan seorang pencuripun mendapatkan jatah rezeki dari-Nya.


Aku tahu rezekiku takkan diambil orang lain, karenanya hatiku tenang
Aku tahu amal-amalku takkan dikerjakan orang lain, karenanya kusibukkan diriku dengan bekerja dan beramal
Aku tahu Allah selalu melihatku, karenanya aku malu bila Allah mendapatiku melakukan maksiat
Aku tahu kematian menantiku, maka kusiapkan bekal untuk berjumpa dengan Rabb-ku
(puisi Hasan Al Bashri)




Hidup di dunia hanyalah sementara. Namun waktu terasa begitu lama bagi seorang Tara. Sungguh sebenarnya cinta hakiki adalah cinta Allah. Hanya kepada-Nyalah segala cinta ini dilabuhkan. Bahkan seorang renta tak berdaya pun masih mendapatkan cinta-Nya. Lalu mengapa semua terasa begitu lama, apakah karena rasa sepi dalam jiwa. Bukankah cinta-Nya selalu ada dan takkan pernah hilang.


Apabila Allah telah mencintai seorang hamba maka dia menyerukan kepada malaikat Jibril bahwa Allah mencintai fulan maka cintalah dia. Maka Jibril pun mencintainya, kemudian Jibril pun mengumumkan kepada penghuni langit, bahwa sesungguhnya Allah mencintai fulan maka cintalah dia. Maka penduduk langit pun mencintainya, kemudian dijadikan sambutan penerimaan bagi orang itu di bumi (HR Bukhari)


Entah mengapa bayangan Alicia tiba-tiba muncul di mata Tara. Alicia adalah sahabat Tara. Meskipun agamanya bukan islam, namun dia selalu menjaga pergaulannya dengan kaum Adam. Tara sangat menghargai prinsip hidup Alicia. Teringat kembali perbincangannya dengan Alicia setahun lalu.
“Tara, aku punya teman. Orangnya alim, aku yakin kamu pasti suka dengannya” ucap Alicia seraya menatap sahabatnya.
“Maksud Alice apa? Mau comblangin Tara?”
“Iyalah Tara”
“Tapi kan aku nggak tahu tentangnya”
“Ya maka dari itu kalian harus kenalan. Namanya Ardiansyah Dewa Pratama”
“Teman kantormu?”
Alicia mengangguk bangga, “Dia tuh islam banget loh”
“Sudah ah…”
“Tara kamu harus bisa melupakan Miftah”
Tara menatap erat sahabatnya, “Antara aku dan Miftah tidak ada hubungan apa-apa”
“Kalian tidak pacaran?”
“Tidak”
“Syukurlah…Miftah itu kurang pas untuk wanita sepertimu”
“Memangnya Alice pikir Ardiansyah itu cocok sama aku?”
“Nama panggilannya Tama”
“Okelah…apakah Alice yakin Tama cocok sama aku?”
“Cobalah kenalan dulu sama Tama. Kau kan bisa lihat facebooknya dulu”
“Memangnya Tama sudah tahu tentang aku?”
“Sedikitlah aku bercerita tentangmu yang dulu sewaktu kuliah aktif di kerohanian islam. Bahkan kamu pernah menjabat jadi ketua keputrian”
“Waduh…itu terlalu berat. Aku tak ingin ada yang tahu tentang diriku, kecuali suamiku”
“Ya siapa tahu tama itu jodohmu”
“Sudahlan Alice aku nggak ingin berpikir kea rah sana dulu. Apalagi status kita masih on job training belum tentu bisa jadi pegawai”
“Terserah sih tapi yang jelas aku sudah banyak cerita tentangmu ke Tama”
“Dia ganteng?”
“Putih, tinggi dan kelihatannya dia cerdas. Oh ya satu lagi hal yang sesuai dengan criteria yang kau cari”
“Apa?”
“Dia sudah mapan”
“Dia?”
“Ya dia sudah tinggal di rumahnya sendiri”
“Pasti anak orang kaya”
“Kenapa sih kau selalu berpikir buruk tentang orang kaya?”
“Karena biasanya mereka bersikap seenaknya mereka sendiri. Menindas kaum lemah dan memandang rendah orang lain”
“Enggak semua seburuk yang kau kira”
“Lah terus cowok ganteng dan tajir pastinya banyak wanita yang mengejar”
“Nah tapi kalau Tama pilih Tara gimana?”
Tara terdiam sejenak. Sangat benar apa yang dikatakan Alicia, jodoh itu sudah ada yang mengatur, tulang rusuk takkan tertukar.
“Alice, kamu kenal orang ini tidak. Aku sebal sekali dengannya yang datang terlambat saat rapat. Sok tahu lagi…” kata Tara seraya menunjukkan foto dalam ponselnya.
“Lah inikan Tama” sahut Alicia.
“Tama?”


Tama, entah mengapa kebencian dan rasa tidak percaya selalu ada saat menatapnya. Sekalipun lama juga Tara tidak bertemu dengannya. Mungkin saat ini Tama sedang sibuk mengurusi pekerjaan kantor karena sebagai single fighter di bidang kerjanya. Terlalu banyak masalah yang mesti ditangani oleh Tama, sehingga waktunya selalu habis untuk pekerjaan kantor. Sesampai di rumah, ia terus istirahat. Kalaupun dia butuh hiburan paling-paling main ke rumah teman sekantor yang satu komplek dengannya.


Selalu ada amarah ketika berbicara dengannya. Padahal bahasanya begitu santun dan dia tak pernah luput untuk tersenyum pada lawan bicaranya. Atau karena terlalu sempurnya kehadirannya di mata Tara. Atau karena masalalunya yang kelam. Bagaimana mungkin lelaki setampan Tama tidak pernah pacaran? Tentu saja kekasihnya sering berganti. Lagipula mana mungkin lelaki setampan Tama mau melirik ke wanita tak cantik seperti Tara. Nyali Tara kian menciut. Tara terdiam dalam sebuah tanda Tanya besar. Bulan depan dia akan lebih sering bertemu lelaki yang sering dia hindari ini, Ardiansyah Dewa Pratama.


Sungguh ada ketakutan di hati Tara. Takut jika ternyata benar perkataan Alicia bahwa Tama adalah lelaki yang baik. Masalalunya yang kelam telah lama dia tinggalkan. Dan Tama yang sekarang adalah sosok yang menjadi idaman setiap wanita. Sungguh Tara takut jika dia jatuh hati pada seorang Tama. Tara tak ingin terluka. Tara tak ingin berharap lebih. Tara takut terjatuh. Bukankah baru bulan kemarin dia mengalami kegagalan untuk ta’aruf dan menikah.


Bulan depan yang begitu berat bagi Tara. Disamping dia harus menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja yang baru, dia juga mesti sering bertemu dengan Tama. Apakah hatinya akan aman-aman saja ketika Tama terus ada di dalam harinya. Dulu, sempat dia kagum dengan kesabaran dan kebaikan Tama. Jujur saja Tara takut jatuh cinta. Apalagi jika mesti tak berbalas. Tapi bukankah hanya Allah yang mengerti apa yang ada di hati dan pikiran manusia. Tak pantas jika Tara memvonis Tama bukanlah untuknya.


Tak terasa airmata Tara mengalir begitu saja. Kesedihan yang ada di hatinya kian mendalam. Serasa semua kata-kata tak bisa terucap dari bibirnya. Hatinya yang berontak tak mampu dikendalikan. Ini semua terlalu menyakitkan. Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku (QS Yusuf 86)


Wa man yattaqillaha yaj’al lahu makhraja
Barangsiapa bertaqwa kepada Allah akan diberi jalan keluar
Yattaqillaha yarzuqhu min haitsu laa yahtasib
Barangsiapa bertaqwa kepada Allah akan diberi rizki dari arah tak terduga
Wa man yattaqillaha yaj’al lahu min amrihi yusro
Barangsiapa bertaqwa pada Allah akan dimudahkan urusannya.


Ini semua terlalu sunyi. Tara melewati tiap harinya dengan pengharapan suatu keajaiban. Bukankah Allah selalu memberikan keajaiban dalam episode kehidupannya. Malam menjadi payung perlindungan dirinya dari kenyataan. Dan airmata tak berhenti ketika segala kesunyian melingkupi tiap relung hatinya.

Kau datang ketika duka, dan bintang bercahya tunjukku kejalan Surga
Ku haus ditengah laut, lemas mencari tempat bertaruh
Kirimkan aku kekuatan, tetap pedoman dikesesatan
Ku sunyi dalam gembira, perih pedih tanggung derita
Sungguh aku bukan wali, yang suci dari hina dan benci
Terlalu lama aku mencoba, terlalu banyak cinta yang kudamba
Tiada yang sempurna hanyalah fana. Tuhan ampuni hamba-Mu
Kurebah di dada malam, memecah gendang yang lama diam
Kutanggalkan baju dunia ,dekapku dengan selimut surga
Ya tuhanku hanya pada-Mu, tempat mengadu segala rindu
Limpahiku tempat kasih-Mu.
Dalam Tahajjud Cinta bersujud


Lagu Tahajud Cinta yang dibawakan Siti Nurhaliza terngiang di benak Tara. Air mata yang mengalir belum juga berhenti. Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis (QS An Najm 43)


Ada setitik cahaya menyusup di hati Tara. Mestinya dia percaya akan janji Allah. Inna ma’al usri yusro fainna ma’al usri yusro, sesungguhnya di dalam kesulitan ada kemudahan dan di dalam kesulitan ada kemudahan.


“Mbak Tara…”panggil Yayat
“Yup” Tara menghapus airmata di pipinya.
“Teman-teman sudah pada kumpul. Mau berangkat ke Bekasi jam berapa?”
“Sekarang Mas”
“Oke…ayo berangkat. Jangan nangis lagi Mbak….”
Tara tersenyum.
“Nah begitu dong. Allah tidak akan membebani makhluk-Nya di luar batas kemampuan makhluk-Nya. Yakinlah Mbak bahwa Allah itu adil. Segala sesuatu pasti indah pada saatnya nanti”
“Amin”
Tara menatap ponselnya, tampak sebuah message dari Alicia yang diterimanya beberapa menit lalu
Wah Tara akan dipindah di kantor Jakarta Utara ya? Semoga berjodoh dengan Tama. Kasihan Tama tuh belum nikah-nikah. Hehehe….
Tara menatap matahari yang mulai meninggi, “Ya Rabb, tunjukkanlah kuasa-Mu, aku menantikan keajaiban itu. Aku akan selalu mencintaiMu”


Jakarta, 21 Januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar